Kelas Menengah Turun, Target Pertumbuhan Ekonomi RI Dinilai Sulit Tercapai

31 Agustus 2024 16:30 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana aktivitas perdagangan di pasar tradisional Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (5/6/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Suasana aktivitas perdagangan di pasar tradisional Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (5/6/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Direktur Center of Economics and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira melihat tren penurunan kelompok kelas menengah pada tahun ini mencerminkan kondisi lesunya ekonomi. Ia memprediksi target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini di rentang 5,2 persen sulit tercapai.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan catatan BPS, pada tahun 2024 jumlah kelas menengah di Indonesia sebesar 47,85 juta penduduk atau sekitar 17,13 persen dari total penduduk. Angka itu mengalami tren penurunan sejak 2019 yang sebesar 57,33 juta penduduk.
Menurut Bhima, kontribusi kelas menengah terhadap perekonomian nasional sangat signifikan. Kelas menengah berkontribusi sepertiga dari konsumsi nasional.
"Kelas menengah nya menipis maka efek ke konsumsi rumah tangga akan rendah tumbuhnya. [Pertumbuhan] ekonomi bakal sulit naik di atas 5 persen. Bahkan angka 5 persen pun sudah sangat bersyukur," katanya kepada kumparan, Sabtu (31/8).
Bhima bilang, kondisi penurunan kelas menengah ini diperburuk oleh tren penurunan pekerja sektor formal di kelompok ini. Pekerja sektor formal kelas menengah pada tahun 2024 sebanyak 59,38 persen dari total populasi kelas menengah sebanyak 47,85 juta penduduk.
Sejumlah penumpang antre untuk masuk ke kereta rel listrik (KRL) Jabodetabek tujuan Stasiun Jakarta Kota di Stasiun Manggarai, Jakarta, Selasa (30/7/2024). Foto: Darryl Ramadhan/kumparan
Sementara pada tahun 2019, pekerja sektor formal pada kelompok kelas menengah sebanyak 61,71 persen dari total populasi kelas menengah sebanyak 57,33 juta penduduk.
ADVERTISEMENT
"Imbas pekerja formal kelas menengah yang menurun mengakibatkan banyak yang terpaksa kerja di sektor informal. Padahal sektor informal upahnya lebih kecil, tidak sedikit yang di bawah UMP [Upah Minimum Indonesia]," katanya.
Sektor informal memang memiliki karakteristik jam kerja dan karier yang tidak pasti. Selain itu, pekerja di sektor ini juga memiliki perlindungan kerja yang minim.
"Semakin besar porsi pekerja informal maka semakin rendah kualitas ekonomi suatu negara," kata Bhima.
Sebelumnya, Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede mengatakan, terdapat risiko penurunan konsumsi disinyalir akibat pertumbuhan komponen konsumsi di bawah laju pertumbuhan ekonomi.
Hal ini sejalan dengan potensi penurunan pendapatan riil masyarakat di tengah kenaikan biaya hidup terutama masyarakat kelas menengah.
ADVERTISEMENT
"Misalnya, implementasi Tarif Efektif Rata-rata PPh, tren harga dari beberapa komoditas pangan yang masih tinggi, biaya pendidikan dan terakhir wacana potongan iuran Tapera yang mempengaruhi Keputusan konsumen untuk menahan belanja terutama belanja barang tahan lama," kata Josua kepada Kumparan, Kamis (29/8).