Kemenhub Beberkan Ada 5 Potensi yang Dimonopoli dari Tol Laut

1 November 2019 15:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan, Wisnu Handoko. Foto: Moh Fajri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan, Wisnu Handoko. Foto: Moh Fajri/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemerintah tidak menampik dugaan adanya monopoli dalam pelaksanaan tol laut. Monopoli itu dimulai dari sistem booking kontainer sampai minimnya koperasi yang bisa membuat biaya menjadi lebih tinggi.
ADVERTISEMENT
Direktur Lalu Lintas dan Angkutan Laut Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Wisnu Handoko mengungkapkan, berdasarkan Informasi Muatan Ruang Kapal (IMRK), ada 5 titik yang berpotensi dimonopoli dalam pelaksanaan tol laut.
“Pertama adalah shipper atau forwardernya itu menguasai booking order kontainer. Caranya macam-macam mungkin bisa dia pakai nama berbeda tapi di belakangnya satu (orang) seperti itu sama saja,” kata Wisnu di Kantor Kemenhub, Jakarta, Jumat (1/11).
Selain itu, Wisnu menjelaskan potensi berikutnya adalah forwarder bisa sekaligus menjadi consignee atau penerima. Hal itu diduga karena ditemukan penerima selalu menggunakan forwarder yang sama.
“Ini juga ada potensi di situ, kan otomatis jasa pengurusannya selalu dapat banyak dari sini. Kan ada korelasi kok pakai itu terus jasanya. Sementara harga enggak turun-turun,” ujar Wisnu.
Kapal Tol Laut saat berlayar. Foto: Dok. Kemenhub
Sementara itu potensi ketiga adalah ada satu perusahaan pelayaran atau operator yang hanya melayani hanya satu atau dua forwarder saja. Padahal, angka booking selalu tinggi dari perusahaan tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kecenderungan kalau itu saja pasti harga jadi tinggi karena tak ada pilihan lagi. Misal di Dobo (Maluku) yang layani 1 forwarding saja, harga jadi naik terus,” ungkap Wisnu.
Selanjutnya, ada koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) yang jumlahnya hanya 1. Sehingga tidak ada kompetisi yang kemudian memicu biaya lebih tinggi. Ia mencontohkan salah satu lokasinya ada di Saumlaki, Maluku Tenggara Barat yang bisa ada biaya tambahan di luar kargo sampai Rp 1 juta.
Potensi yang kelima, kata Wisnu, adalah consignee yang sudah mendapatkan barang banyak tidak mau menjual dengan harga murah. Padahal barang yang didapatkan berasal dari subsidi program tol laut.
“Masalahnya, untuk consignee-consignee yang tadi sudah borong kontainer itu kami rasa belum tentu jual dengan harga lebih rendah dari harga pasar. Itulah titik-titik potensi monopoli dalam pengoperasian tol laut ini,” tutur Wisnu.
ADVERTISEMENT