Kemenkop dan UKM: Thrifting Buruk bagi UMKM, Harusnya Dilarang

28 Februari 2023 13:36 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Calon pembeli memilih pakaian impor bekas di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (8/7/2022). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Calon pembeli memilih pakaian impor bekas di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (8/7/2022). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop dan UKM) mengusulkan adanya aturan yang melarang praktik 'thrifting' atau pembelian pakaian bekas, guna mendukung penggunaan produk lokal atau UMKM. Deputi Bidang UKM Hanung Harimba Rachman menilai praktik ini dapat melukai produktivitas UMKM.
ADVERTISEMENT
Salah satu alasannya, menurut Hanung, adalah masyarakat Indonesia yang cenderung suka membeli produk luar negeri, meskipun bukan barang baru. Hanung khawatir, produk luar negeri yang dijual dengan harga miring dapat menggerus penjualan produk UMKM.
"Karena memang masyarakat kita masih price sensitive, dan juga ingin produk-produk dari luar negeri, walaupun bekas,” sambungnya.
Menurut Hanung bukan hanya pelaku UMKM saja yang dapat dicederai oleh praktik ini. Industri besar akan keberatan jika thrifting merajalela di Indonesia, terutama di sektor manufaktur.
“Saya pikir ini buruk bagi industri kita, tidak hanya untuk UKM sebenarnya, tapi industri besar di bidang manufaktur pun, mereka keberatan ya,” ujar Hanung.
Pertengahan tahun lalu, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan memusnahkan setidaknya pakaian bekas impor senilai Rp 9 miliar. Ia menyatakan Kemendag telah memetakan lokasi yang menjadi tempat penimbunan pakaian bekas impor ilegal.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menghadiri pemusnahan pakaian impor bekas di Pergudangan Gracia, Tunggakjati, Karawang Jawa Barat, Jumat (12/8/2022). Foto: Akbar Maulana/kumparan
"Ini (jumlahnya) 750 bal, kira-kira kalau (pakaian) bekas ini nilainya Rp 8,5 sampai Rp 9 miliar," kata Zulhas.
ADVERTISEMENT
Zulhas mengatakan pakaian impor bekas saat ini marak beredar di Indonesia karena harganya yang murah. Meski begitu, pakaian ini justru berbahaya karena setelah diuji mengandung jamur dan bakteri yang mengancam kesehatan masyarakat.
"Kedua, ini bisa merusak industri dalam negeri, murah-murah kan. Kadang-kadang kalau dimasukkan ke kampung-kampung enggak bisa bedakan ini dari mana. Diobral murah bisa merusak industri pakaian dalam negeri," sambungnya.