Kemnaker Izinkan Eksportir Potong Gaji 25 Persen Dinilai Tak Jamin Kurangi PHK

19 Maret 2023 13:15 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pekerja pabrik berjalan di luar area pabrik saat jam istirahat di Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (7/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pekerja pabrik berjalan di luar area pabrik saat jam istirahat di Boyolali, Jawa Tengah, Selasa (7/4/2020). Foto: ANTARA FOTO/Aloysius Jarot Nugroho
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kebijakan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengizinkan eksportir melakukan pemotongan gaji maksimal 25 persen yang biasa diterima karyawan per bulan, dinilai tidak efektif mengurangi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Eksportir yang boleh memotong gaji adalah yang terdampak perubahan ekonomi global dapat
ADVERTISEMENT
Aturan itu ada di Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar, menganggap kebijakan pembayaran 75 persen dari upah yang biasa diterima buruh, bukan solusi efektif untuk menekan angka PHK.
Ia mengatakan saat ini hubungan kerja di industri padat karya berorientasi ekspor umumnya merupakan pekerja kontrak dan outsourcing. Sehingga perusahaan tetap dengan mudah memutus ikatan kerja. Sebaliknya, Timboel melihat yang rawan terjadi adalah upah yang kecil dengan minimnya jaminan pemutusan kerja.
“Saat ini mayoritas hubungan kerja di perusahaan padat karya termasuk orientasi ekspor adalah status PKWT dan outsourcing, dengan kata lain PHK tetap mudah dilakukan. Isi Permenaker Nomor 5 tahun 2023 ini sangat rawan dimanfaatkan oleh perusahaan lain yang tidak sesuai ketentuan,” kata Timboel ketika dihubungi kumparan, Minggu (19/3).
ADVERTISEMENT
Timboel juga melihat kondisi industri padat karya tidak separah yang dikatakan pemerintah. Ia mengatakan permintaan dari luar negeri juga terus meningkat.
Timboel menganggap kondisi tersebut membuat kinerja perusahaan berorientasi ekspor seharusnya juga membaik. Untuk itu, tidak ada alasan melakukan pemotongan upah buruh.
“Secara kumulatif, nilai ekspor Indonesia Januari–Februari 2023 mencapai USD 43,72 miliar atau naik 10,28 persen dibanding periode yang sama tahun 2022. Sementara ekspor nonmigas mencapai USD 41,05 miliar atau naik 8,73 persen,” jelas Timboel.
“Apalagi mata uang asing seperti dolar Amerika terus menguat. Ini artinya pendapatan mata uang asing lebih besar dan bila ditukarkan ke rupiah, maka rupiah akan semakin besar. Cash flow semakin membaik. Ini artinya alasan melakukan PHK tidak objektif lagi,” tambahnya.
ADVERTISEMENT

Alasan Kemnaker Izinkan Eksportir Potong Gaji hingga 25 Persen: Cegah PHK

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri. Foto: Akbar Maulana/kumparan
Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kemnaker, Indah Anggoro Putri, menjelaskan alasan pemerintah menerbitkan Permenaker 5 Tahun 2023 adalah untuk mencegah terjadinya PHK yang terjadi di industri padat karya tertentu, yang berorientasi ekspor.
Industri padat karya berorientasi ekspor yang dimaksud dalam Permenaker itu meliputi industri tekstil dan pakaian jadi, industri alas kaki, industri kulit dan barang kulit, industri furnitur, dan industri mainan anak. Sementara tujuan ekspor yang dimaksud dalam beleid tersebut spesifik untuk tujuan ekspor Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Indah memaparkan, nilai ekspor industri-industri tersebut sedang dalam tren penurunan yang signifikan. Misalnya, ekspor industri tekstil yang ekspor ke Amerika Serikat pada Januari-Februari 2021 sebesar USD 53,5 juta turun menjadi USD 37,9 juta pada Januari-Februari 2022, atau turun 29,23 persen.
ADVERTISEMENT
Contoh lainnya, ekspor industri furnitur ke Uni Eropa pada Januari-Februari 2021 sebesar USD 111,8 juta turun menjadi USD 81,58 juta pada Januari-Februari 2022, nilainya turun 27,07 persen.
"Kalau kita tidak mengeluarkan Permenaker ini, kita khawatirkan banyak sekali industri padat karya memanfaatkan kesempatan kondisi global tadi dengan PHK sepihak, dengan memotong gaji upah semena-mena. Dan itu sudah terjadi," jelas Indah.
"Makannya urgensi Permenaker ini hadir sebagai rambu-rambu supaya jangan semena-mena industri padat karya pakai alasan ekspor turun, produksi turun, ya sudah PHK saja, enggak boleh begitu," tambahnya.