Kenaikan UMP 2024 Lebih Rendah dari 2023, Populisme Tahun Politik Terbantahkan?

27 November 2023 10:01 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Massa buruh berdemo menuntut UMP 2024 naik 15 persen di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (21/11/2023). Foto: Widya Islamiati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Massa buruh berdemo menuntut UMP 2024 naik 15 persen di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (21/11/2023). Foto: Widya Islamiati/kumparan
ADVERTISEMENT
Memasuki tahun politik seperti 2024 mendatang, pemerintah biasanya banyak meluncurkan kebijakan populis untuk meraih simpati masyarakat. Tapi dalam konteks pengupahan, hal itu terbantahkan karena rata-rata kenaikan UMP 2024 ternyata lebih rendah dibandingkan 2023.
ADVERTISEMENT
Dari perhitungan yang dilakukan gajimu.com, rata-rata kenaikan Upah Minimum Provinsi atau UMP 2024 ini, justru lebih rendah daripada kenaikan pada 2023. Gajimu.com merupakan organisasi nirlaba yang menyediakan transparasi pasar tenaga kerja kepada publik dan membantu serikat-serikat pekerja dalam mencapai kerja layak bagi anggota pekerja.
External Project Manager Gajimu, Dela Feby, menjelaskan memang ada perbedaan formulasi penetapan UMP 2024 dibandingkan sebelumnya. Hal ini mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2023 tentang Perubahan atas Peraturan pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan.
Dengan adanya variabel baru, yaitu simbol α (alfa) yang memiliki rentang nilai dari 0,10 sampai dengan 0,30. Penentuan nilai simbol ini dilakukan dewan pengupahan dengan mempertimbangkan tingkat penyerapan tenaga kerja dan rata-rata atau median upah, serta faktor lain yang relevan terhadap kondisi ketenagakerjaan.
ADVERTISEMENT
"Dengan adanya formula ini, persentase kenaikan UMP yang sudah ditetapkan oleh pemerintah daerah untuk tahun 2024 berada pada rentang 1 persen hingga 7 persen. Angka itu lebih rendah dibanding kenaikan UMP 2023 yang berada pada rentang 2 persen hingga 8 persen," ujarnya melalui pernyataan resmi, Senin (27/11).
Peraturan Pemerintah tersebut, ujarnya, juga membuka peluang nominal UMP tahun berjalan tetap berlaku tanpa kenaikan, bila nilai penyesuaian upah minimum lebih kecil atau sama dengan nol (sesuai pasal 26 ayat (9) PP 51/2023).

Tahun Politik Marak Kebijakan Populis

Presiden Jokowi memberikan santunan bagi warga di Provinsi Sumatera Utara, Kamis (7/7/2022). Foto: Rusman/Biro Pers Sekretariat Presiden
Populisme kebijakan di tahun politik biasanya ditunjukkan dengan peningkatan alokasi anggaran bantuan sosial. Selain itu juga keputusan-keputusan pemerintah yang terkesan pro-publik, termasuk dalam hal penetapan upah.
ADVERTISEMENT
Direktur Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, mengatakan peningkatan belanja bantuan sosial (bansos), baik yang bersumber dari APBN atau APBD juga akan mengalami peningkatan. Kondisi tersebut menurut dia sudah lazim terjadi menjelang tahun politik.
Meski demikian, Faisal menyebut peningkatan belanja bansos tersebut tidak akan berdampak besar, mengingat sasaran penerima bansos adalah penduduk kelas menengah bawah yang kontribusinya terhadap total konsumsi nasional kurang dari 20 persen.
"Tapi peningkatan belanja bansos enggak akan berdampak besar karena sasaran penerima bansos adalah penduduk kelas menengah bawah yang kontribusinya hanya 20 persen terhadap konsumsi nasional," jelasnya.
Upah Minimum Jauh di Bawah Kebutuhan Hidup Layak
Sementara Dela Feby menambahkan, upah minimum selalu menjadi perdebatan tahunan yang tak kunjung usai. Meski tidak pernah menemui nominal kebutuhan riil, penghitungan UMP yang dulu sempat mengacu pada Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dianggap cukup ideal.
ADVERTISEMENT
Kala itu, survei pasar untuk menentukan nilai KHL dilakukan sebelum penentuan upah minimum ditetapkan. Menyadari pentingnya menghitung kebutuhan hidup layak dalam menghadirkan kerja layak, Gajimu, sebagai bagian dari WageIndicator Foundation, telah mengumpulkan Survei Kebutuhan Hidup Layak sejak tahun 2013.
Potret kemiskinan di Indonesia. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
Survei yang dilakukan setiap tahun ini menghitung upah layak berdasarkan kebutuhan pekerja dan keluarganya, untuk memenuhi sejumlah komponen seperti makanan, air minum, rumah, energi, transportasi, telepon, hingga pajak.
Database terbaru hasil survei Upah Layak WageIndicator Foundation, memiliki daftar Upah Layak di 2.237 wilayah di 161 negara di dunia, termasuk 29 wilayah provinsi di Indonesia.
“Rata-rata upah minimum tahun 2022 dari seluruh wilayah Indonesia sebesar Rp 2.727.996. Sementara itu, hasil survei Upah Layak Gajimu bersama WageIndicator pada tahun 2022 menemukan rata-rata Upah Layak dari 29 provinsi Indonesia berjumlah sebesar Rp 3.827.675. Itu berarti, upah minimum lebih rendah sekitar Rp 1.100.000 atau setara 40 persen dari Upah Layak sesuai perhitungan Gajimu.com/WageIndicator,” papar Dela Feby.
ADVERTISEMENT
Kesenjangan nominal upah minimum terhadap upah layak di sejumlah wilayah termasuk di Indonesia terus-menerus menjadi temuan dalam database upah layak. Gajimu meyakini data ini kuat sebagai pembanding upah minimum yang baru saja ditetapkan pemerintah untuk diberlakukan pada tahun 2024 mendatang.
"Dengan data ini Gajimu berharap pemerintah dan instansi terkait dapat mempertimbangkan ulang penghitungan upah minimum yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhan hidup bagi pekerja dan keluarganya untuk memenuhi kualitas hidup layak," pungkasnya.