Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Kenali 5 Modus Cybercrime di Platform Online Agar Kamu Tak Jadi Korban
20 Agustus 2021 20:24 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Seiring melonjaknya penggunaan platform online untuk beragam kebutuhan, kejahatan siber atau cybercrime bidang tersebut juga terus mengintai. Kementerian Komunikasi dan Informatika mengidentifikasi, setidaknya ada 5 modus yang kerap dilakukan pelaku kejahatan siber.
ADVERTISEMENT
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel A. Pangerapan, meminta masyarakat untuk waspada dan membiasakan diri melindungi data pribadi. Hal ini perlu dicermati, agar masyarakat tak jadi korban cybercrime.
"Kominfo meminta masyarakat untuk mewaspadai ragam modus penipuan online yang biasanya terjadi di ruang digital, seperti phising, pharming, sniffing, money mule, dan social engineering," kata Semuel, Jumat (20/8).
Berikut penjelasan atas 5 modus cybercrime di platform online yang paling banyak terjadi:
Phising
Pelaku biasanya akan mengaku dari lembaga resmi melalui sambungan telepon, email atau pesan teks. Mereka memanipulasi korban supaya mau memberikan data pribadi yang akan digunakan untuk mengakses akun penting milik korban. Phishing bisa mengakibatkan berbagai kerugian, antara lain pencurian identitas pribadi.
ADVERTISEMENT
Phraming
Phraming biasanya menyasar ponsel, yaitu mengarahkan korban ke situs web palsu. Jika korban mengklik entri domain name system (DNS), akan tersimpan dalam bentuk cache. Pelaku sudah memasang malware di situs palsu tersebut, dengan begitu pelaku akan mengakses perangkat korban secara ilegal.
"Kasus seperti ini banyak terjadi, misalnya, ada yang (akun) WhatsApp-nya disadap/diambil alih karena ponsel sudah dipasangkan malware oleh pelaku sehingga data-data pribadinya dicuri," kata Semuel.
Sniffing
Pelaku meretas untuk mengumpulkan informasi yang ada di perangkat korban dan mengakses aplikasi yang menyimpan data penting. Menurut Semuel, sniffing bisa terjadi ketika menggunakan jaringan internet atau wifi publik. Apalagi jika koneksi itu digunakan untuk bertransaksi.
Money Mule
Pelaku meminta korban menerima sejumlah uang di rekeningnya, lalu, dikirim ke orang lai. Di luar negeri, pelaku akan melakukan kliring cek, yang jika diperiksa adalah palsu. "Begitu kita masukkan, kan kalau di sana prosesnya masuk itu muncul dulu di rekening kita. kalau ternyata tidak clearing, dipotong. Lalu, jika sudah digunakan harus dikembalikan," kata Semuel.
Praktik yang digunakan di Indonesia, pelaku akan meminta korban untuk membayarkan pajak sebelum hadiah dikirim. "Jadi, sekarang itu masyarakat perlu berhati-hati karena money mule ini digunakan untuk money laundry atau pencucian uang. Kamu akan saya kirim uang, tapi harus transfer balik ke rekening ini," kata Semuel memberikan contoh.
ADVERTISEMENT
Social Engineering
Pelaku modus ini biasanya memanipulasi psikologis korban untuk mendapatkan informasi yang penting, misalnya meminta one-time password atau OTP. "Dengan kata lain, masyarakat seringkali tidak sadar membagikan data-data yang seharusnya perlu dijaga," ujar Semuel.
Untuk mencegah penipuan di platform online , Semuel melihat perlu ada peningkatan budaya melindungi data pribadi baik secara individu maupun di tingkat organisasi. "Untuk organisasi perlu membuat standart operational procedure yang ketat. Meski kadang merepotkan hal itu perlu dilakukan. Selain menyiapkan teknologi dan pengamanan data, juga perlu memperkuat sumberdaya manusia yang ada dalam organisasi agar bisa menerapkan budaya data privacy," imbuhnya.
Orang yang sering menggunakan ruang digital juga perlu memahami dan menerapkan budaya privasi data Seperti membuat kata sandi yang sulit ditebak, rutin mengganti kata sandi dan memperbarui perangkat lunak.
ADVERTISEMENT