Kereta Cepat Kurang Dana, KAI Ngotot PMN Cair Tahun Ini

10 November 2022 8:22 WIB
·
waktu baca 3 menit
Kereta cepat Electric Multiple Unit untuk proyek jalur kereta api bagian dari China's Belt and Road Initiative diparkir di Stasiun Tegal Luar, Bandung, Jawa Barat, Kamis (13/10/2022). Foto: Yuddy Cahya Budiman/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Kereta cepat Electric Multiple Unit untuk proyek jalur kereta api bagian dari China's Belt and Road Initiative diparkir di Stasiun Tegal Luar, Bandung, Jawa Barat, Kamis (13/10/2022). Foto: Yuddy Cahya Budiman/REUTERS
ADVERTISEMENT
Biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) ditaksir membengkak dari USD 6,071 miliar menjadi USD 7,5 miliar atau sekitar Rp 112,5 triliun (asumsi kurs Rp 15.000 per dolar AS). Direktur Utama PT KAI Didiek Hartantyo meminta Penyertaan Modal Negara (PMN) Rp 3,2 triliun cair di tahun ini.
ADVERTISEMENT
Menurut Didiek, proyek kereta cepat tidak akan mengalami pembengkakan dana lagi jika modal negara disuntik tahun ini.
“Di dalam pembiayaan project financing, semuanya berdasarkan asumsi-asumsi apa yang kami paparkan berdasarkan asumsi-asumsi ini, artinya jika PMN ini diberikan pada Desember 2022, maka kami bisa yakinkan tidak ada cost overrun lagi, dan proyek akan selesai di pertengahan 2023,” jelas Didiek dalam rapat dengan Komisi VI DPR RI, Rabu (9/11).
Dana PMN Rp 3,2 triliun itu ditujukan untuk pemenuhan porsi ekuitas sebesar 25 persen untuk pembengkakan biaya atau cost overrun proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) mencapai USD 1,45 miliar atau setara Rp 21,45 miliar (berdasarkan kurs APBN 2022 Rp 14.800 per dolar AS).
ADVERTISEMENT
Jumlah tersebut berdasarkan dua asersi audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) per Maret 2022 dan September 2022. Komite KCJB pun menyepakati angka pembengkakan biaya dari hasil audit BPKP tersebut agar dipenuhi oleh 25 persen ekuitas konsorsium KCJB, 75 persen sisanya berasal dari pinjaman atau utang dari China Development Bank (CDB).
Foto udara rangkaian Electric Multiple Unit (EMU) menjalani persiapan untuk uji dinamis di Tegalluar, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Rabu (9/11/2022). Foto: Raisan Al Farisi/Antara Foto

Alasan PMN Kereta Cepat Harus Cair

Didiek mengungkapkan, terdapat 4 alasan mengapa pemerintah harus segera mencairkan PMN. Pertama, kondisi cashflow PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) sudah menipis, sehingga butuh bantuan modal.
Kedua, persetujuan PMN kepada PT KAI sebesar 3,2 triliun untuk memenuhi porsi 25 persen ekuitas pihak Indonesia atau cost overrun proyek KCJB. Dalam rangka menjaga keberlanjutan pelaksanaan proyek strategis nasional KCJB sesuai dengan dukungan pemerintah dalam Perpres 93 tahun 2021.
ADVERTISEMENT
Ketiga, pemberian PMN juga dimaksudkan agar kondisi cashflow para kontraktor terjaga. Sehingga proses pengerjaan proyek KCJB tidak molor.
"Kemudian, struktur permodalan KAI sebagai lead konsorsium terbatas dalam mendukung penugasan PSN dan saat ini masih dalam proses recovery dari dampak pandemi. Di saat yang bersamaan KAI juga mendapatkan penugasan untuk menyelesaikan dua PSN yakni proyek LRT Jabodebek dan proyek KCJB," jelas Didiek.
Didiek mengaku PT KAI memiliki keterbatasan dalam finansial untuk mendapatkan pendanaan. Baik itu dalam bentuk kerja sama strategis atau investasi guna pengembangan.
"Karena adanya dampak pandemi dengan eksposur dan risiko proyek KCJB yang sangat high profile, jumlah struktur institusi keuangan yang ready mau untuk membiayai kebutuhan pendanaan sangat terbatas," tandasnya.
Pekerja menurunkan gerbong kereta api cepat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Jumat (2/9/2022). Foto: Dita Alangkara/AP PHOTO

KCIC Baru Untung di 2061

Direktur Utama PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Dwiyana Slamet Riyadi menyatakan, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung baru akan mencetak untung dalam 38 tahun sejak beroperasi.
ADVERTISEMENT
Megaproyek itu ditargetkan akan selesai dan mulai beroperasi pada Juni 2023. Artinya, KCIC baru akan merasa untung pada Juni 2061.
“Perhitungan ini merupakan hitungan oleh konsultan financial model dalam fs (feasibility study) terakhir ini,” ujarnya.
Dwiyana menyebut, perhitungan keuntungan itu juga sudah termasuk tarif tertinggi Rp 250.000 selama 3 tahun. Namun dirinya menyatakan, keuntungan di 2061 tersebut tidak termasuk pengelolaan lahan sekitar untuk Transit Oriented Development (TOD).
“Kami tidak lagi memperhitungkan lagi revenue dari TOD karena memang dana yang kami miliki itu fokus untuk konstruksi,” jelas dia.
Tak hanya itu, perihal kepemilikan lahan di sekitaran proyek pun juga menjadi isu tersendiri mengapa pos TOD tidak masuk dalam perhitungan KCIC.