Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo akhirnya sepakat untuk menaikkan iuran atau premi BPJS Kesehatan . Cara ini dipakai untuk menekan defisit BPJS Kesehatan yang jumlahnya mencapai triliunan rupiah.
ADVERTISEMENT
"Kemarin ada beberapa hal yang dibahas dan prinsipnya kita setuju. Namun perlu pembahasan lebih lanjut, pertama, kita setuju untuk menaikkan iuran," ungkap Wakil Presiden Jusuf Kalla saat ditemui di Kantor Wakil Presiden, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Selasa (30/7).
Namun dikatakan JK, pemerintah masih akan menghitung berapa angka kenaikannya. Selain itu, pemerintah sepakat untuk mengubah struktur manajemen BPJS Kesehatan .
"Tapi berapa naiknya, nanti dibahas oleh tim teknis, nanti akan dilaporkan pada rapat berikutnya. Kedua Presiden setuju perbaikan manajemen, sistem kontrol BPJS sendiri," timpalnya.
Menurut JK, menaikkan premi adalah jalan satu-satunya untuk menekan defisit BPJS Kesehatan. Dia khawatir jika premi tak dinaikkan maka defisit BPJS Kesehatan bisa semakin melebar. JK memperkirakan dalam beberapa tahun ke depan, jika tak ada tindakan, BPJS Kesehatan bisa defisit hingga Rp 40 triliun bahkan Rp 100 triliun.
ADVERTISEMENT
"Kalau kita tidak perbaiki BPJS ini, ini seluruh sistem kesehatan kita runtuh, rumah sakit tidak terbayar, bisa sulit dia, bisa tutup rumah sakitnya. Dokter tidak terbayar, pabrik obat tidak terbayar bisa-bisa pabrik obat atau pedagang obat bisa juga defisit," ucap JK.
Terakhir, JK meminta masyarakat untuk memahami kondisi yang dialami BPJS Kesehatan. JK menjamin kenaikkan premi akan semakin meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
"Tetapi dengan syarat masyarakat harusnya menyadari semuanya bahwa iurannya itu rendah. Rp 23 ribu itu udah sanggup sistem kita," timpalnya.
Sebagai catatan, terakhir kali iuran BPJS Kesehatan naik pada 2016, sementara pada 2018 tak naik. Pun di 2016, kenaikan iuran yang ditetapkan pemerintah tak sesuai dengan perhitungan DJSN. Iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) semestinya Rp 36.000, namun pemerintah hanya menetapkan Rp 23.000.
ADVERTISEMENT
Lalu untuk peserta kelas III seharusnya Rp 53.000, namun hanya ditetapkan Rp 25.600. Untuk peserta kelas II seharusnya Rp 63.000, tapi ditetapkan Rp 51.000. Hal itu membuat BPJS Kesehatan mengalami defisit, sebab biaya per orang per bulan lebih besar dari premi per orang per bulan.