
Kisah Eks Pekerja Sritex: Berhentikan Anak dari Ponpes karena Penghasilan Hilang
10 Maret 2025 17:43 WIB
·
waktu baca 9 menitADVERTISEMENT
Perasaan hampa menghampiri Karwi Senin pagi (3/3). Jam sudah lewat dari pukul 06.00 WIB, tapi ia masih berdiam diri di rumah. Sebuah pengalaman baru bagi Karwi setelah belasan tahun lamanya, di pagi hari, ia biasanya sudah berangkat bekerja di PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex ).
ADVERTISEMENT
Pikiran Karwi mengawang-awang. Ia coba mencerna keputusan pemutusan hubungan kerja (PHK ) yang diterimanya, bersama 10 ribu karyawan lain, pada Jumat (28/2). Tepat di Senin awal Maret itu, Karwi bersama rekan-rekannya menjadi pengangguran.
Sebelum di-PHK, biasanya Karwi berangkat kerja pagi-pagi sekali dan mampir di warung makan langganan di depan pabrik. Ia rutin sarapan dan menikmati secangkir kopi di sana. Setelahnya ia bekerja sebagai staf di Departemen Weaving 4 yang mengolah bahan baku benang menjadi kain tenun.
Kegiatan sehari-hari itu sudah menjadi rutinitas Karwi selama 17 tahun pengabdiannya di Sritex. Karena itulah di hari terakhir bekerja di Sritex, Karwi mendatangi warung langganannya untuk berpamitan.
“Biasanya saya tiap pagi ke situ [warung]. Makanya, pas pamitan kemarin, dia [pemilik warung] langsung nangis,” kata Karwi mengenang momen Jumat itu.
Momen perpisahan bersama manajemen dan karyawan pada Jumat itu juga membekas di hati Karwi. Suasana haru tak terbendung ketika mereka berkumpul dan duduk bersila di teras kantor pabrik.
ADVERTISEMENT
Manajemen lalu mengajak seluruh karyawan menyanyikan lagu "Kenangan Terindah" dari Band Samsons untuk menggambarkan betapa mengesankan Sritex bagi kehidupan mereka.
Tangis pun pecah ketika penggalan lirik “kan kujadikan kau kenangan yang terindah dalam hidupku…” dinyanyikan bersama-sama. Pihak manajemen dan pegawai menangis sembari memberikan pelukan satu sama lain. Mereka saling mengucapkan selamat tinggal untuk terakhir kalinya.
“[Perasaannya] campur aduk, terharu karena harus berhenti bekerja. Terharu harus berpisah dari teman-teman kerja yang sudah berpuluh-puluh tahun bersama, wes campur aduk,” ujar Karwi.
Selang sepekan setelah PHK massal, bos Sritex Iwan Kurniawan Lukminto dan jajaran manajemen mengundang 5 ribu eks karyawan untuk berbuka bersama dan bersilaturahmi di Masjid Baiturrahmah, Sukoharjo, Jawa Tengah, Sabtu malam (8/3). Buka puasa bersama dimanfaatkan eks pegawai Sritex untuk melepas rindu dan saling menguatkan.
ADVERTISEMENT
Anak dari pendiri Sritex HM Lukminto itu berharap pabrik peninggalan sang ayah segera memiliki investor baru. “Semoga investor baru bisa berjalan lancar menjalankan fasilitas aset Sritex dan keluarga besar Sritex bisa bekerja,” kata Iwan.
Perpisahan yang mengharukan menjadi cermin dari kenyataan pahit yang harus diterima: kepailitan Sritex, raksasa industri tekstil di Indonesia yang sudah berdiri sejak 1966.
Wamenaker Immanuel Ebenezer (Noel) pernah menjamin tak ada PHK karyawan ketika mengunjungi Sritex pada 15 November 2024, meski perusahaan sudah dinyatakan pailit oleh pengadilan.
“Saya lebih baik kehilangan jabatan saya daripada saya melihat saudara-saudara saya harus di PHK,” kata Noel kala itu.
Nyatanya, PHK massal tak terhindarkan.
Tarik Anak dari Ponpes hingga Jualan Takjil
Kehilangan pekerjaan mendadak menjadi cobaan terberat di awal bulan Ramadan bagi para eks pegawai Sritex. Dewi Munjiati sudah mengetahui kondisi perusahaan pailit, namun menurutnya tidak ada pemberitahuan PHK massal dari pihak manajemen. Bahkan divisi tempat Dewi bekerja sudah menyusun rencana pekerjaan hingga Juni 2025.
ADVERTISEMENT
“Saya sampai sekarang tidak percaya [terkena PHK Sritex]. Semua tidak percaya,” kata Dewi dengan suara bergetar.
Dewi, yang berprofesi sebagai supervisor selama 27 tahun di Sritex berserta suaminya merasa sangat terpukul dengan keputusan PHK massal. Dalam menghadapi masa sulit ini, mereka memanfaatkan bulan Ramadan untuk fokus ibadah dan menenangkan diri.
Di tengah perasaan yang campur aduk, Dewi bersama suami membuat keputusan besar. Mereka sementara waktu terpaksa memulangkan anaknya dari pondok pesantren sejak 1 Maret. Dewi khawatir dengan kemampuan finansialnya untuk terus membiayai pendidikan anaknya di ponpes.
“Nanti kalau [keuangan] saya dan suami sudah kondusif, baru saya kembalikan anak ke ponpes. Jadi saya sampai segitunya [syok] karena saya mikirnya ke depan, [bagaimana] kalau saya nggak bisa nerusin [sekolahin anak di ponpes], meskipun itu tanggung jawab saya sebagai orang tua,” kata Dewi sambil menyeka air mata.
ADVERTISEMENT
Padahal, sang anak sudah lima tahun mengenyam pendidikan di ponpes, yakni sejak bangku SMP, dan seta. Dewi pun rela berpisah dengan anaknya demi mendapatkan pendidikan terbaik. Namun kini nasib berkata lain. Ia dan suami merasa perlu memulangkan anak dari ponpes sebelum kembali mendapatkan penghasilan pasti.
Keputusan Dewi sempat dipertanyakan pengurus ponpes yang merasa keberatan. Terlebih, setahun lagi sang anak akan masuk universitas. Tapi, bagi Dewi, keputusan itu adalah jalan terbaik baginya untuk saat ini. Anak tunggal Dewi pun tahu kondisi orang tuanya yang terkena PHK setelah melihat berbagai pemberitaan di media.
Saat bertegur sapa lewat telepon terkait keputusannya itu, Dewi teringat dengan pertanyaan anaknya yang begitu menyentuh ‘Bu, bagaimana Ibu sama Ayah? Bagaimana nanti (ke depan)?’ Dewi hanya menjawab, “Kamu mikir sekolah, kalau lainnya itu nanti.”
ADVERTISEMENT
Cerita lain datang dari Sri Cahyaningsih yang sudah bekerja selama 25 tahun di bagian keamanan. Kepailitan Sritex yang berujung pada PHK seperti mimpi buruk baginya. “Aduh, kayak mimpi ya, nggak percaya. Terpukul juga,” kata Sri.
Saat ini, Sri harus memutar otak untuk mencari jalan alternatif mendapatkan uang. Mengandalkan gaji terakhir dari Sritex yang berkisar Rp 3-4 juta, ia mencoba peruntungan dengan berjualan takjil di dekat rumahnya.
“Sisa gaji kemarin itu untuk persiapan satu bulan ini, [selain itu] tidak ada pemasukan. Makanya ketika bulan Ramadan saya buka usaha es buah kalau sore mau buka puasa,” tuturnya.
Tak adanya pendapatan tetap seperti tahun-tahun sebelumnya membuat Sri was-was menyambut lebaran tahun ini. Dia khawatir tak bisa menjalankan tradisi tahunan seperti memberikan tunjangan hari raya (THR) untuk sanak saudara hingga bersedekah karena keterbatasan dana.
ADVERTISEMENT
“Biasanya kalau masih kerja di Sritex itu tukar uang baru nanti buat Lebaran, buat bagi-bagi rezeki, buat fitrah ke saudara-saudara. Ini sudah nggak kerja lagi, kita juga bingung,” cerita Sri yang berniat mengencangkan ikat pinggang menghemat pengeluaran.
Sementara itu, Karwi mencoba membiasakan diri menjalani hari tanpa rutinitas pabrik dengan tetap produktif, membantu istrinya berjualan takjil. Sang istri sebelumnya juga bekerja di kantin Sritex, namun ikut terhenti karena perusahaan dinyatakan pailit. Istri Karwi membuat aneka takjil yang dititipkan ke warung dan orang-orang untuk dijual.
Sekalipun mereka telah menempuh jalannya masing-masing, tetapi kegelisahan terhadap masa depan membuat Serikat Pekerja Sritex menyambangi DPR untuk mengadu kepada para wakil rakyat di Komisi IX. Serikat Pekerja Sritex menilai ada yang tak beres di balik keputusan kurator merumahkan mereka.
Menurut Koordinator Serikat Pekerja Sritex Group Slamet Kaswanto, kabar PHK disampaikan mendadak pada 26 Februari 2025 atau dua hari sebelum Sritex tutup total pada 1 Maret 2025. Selama dua hari itu, lanjut Slamet, para pekerja diberikan kesempatan untuk mengemas barang pribadi.
ADVERTISEMENT
Mereka menduga keputusan PHK oleh kurator Sritex terhadap puluhan ribu pekerja sebagai modus untuk menghindari tanggung jawab pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) Lebaran 1446 H. Serikat Pekerja Sritex Group meminta DPR membantu agar hak pekerja seperti pesangon, Jaminan Hari Tua (JHT), Jaminan Kehilangan Pekerjaan, dan THR dibayarkan.
“Kurator dengan tiba-tiba mengambil kewenangannya untuk melakukan PHK dua hari menjelang pelaksanaan hari pertama bulan suci Ramadan. Tentunya kami bertanya ada apa ini? Apakah ini menghindari hak untuk kami mendapatkan THR?” kata Slamet bertanya-tanya.
Dewi, Sri dan Karwi bisa mencairkan dana Jaminan Hari Tua (JHT) dari BPJS Ketenagakerjaan melalui proses antrean yang melayani 1.000 karyawan per hari. Namun mereka belum mendapatkan uang pesangon THR dari Sritex.
Salah satu kurator Sritex, Denny Ardiansyah, menjelaskan pembayaran hak karyawan bergantung pada proses pemberesan harta pailit yang saat ini masih dalam tahap penilaian aset. Pesangon karyawan baru bisa dibayarkan setelah harta pailit terjual.
ADVERTISEMENT
Pakar ketenagakerjaan UGM Tadjuddin Noer Effendi berpendapat, krisis yang melanda industri manufaktur di Indonesia harus dijadikan alarm untuk meningkatkan kepekaan di kalangan pejabat. Menurutnya, para pejabat harus menahan diri untuk tidak pamer kehidupan mewah.
Janji Pemerintah dan Harapan Korban
Menaker Yassierli mengatakan kesempatan baru terbuka bagi para eks pekerja Sritex karena ada komitmen dari kurator untuk mempekerjakan kembali. Yassierli menjanjikan dua pekan yang akan datang eks pegawai Sritex tidak menganggur lagi.
Namun tim kurator Sritex membantah akan kembali mempekerjakan eks pegawainya. Denny menegaskan tim kurator sama sekali tidak pernah menjanjikan Sritex akan beroperasi lagi dalam waktu dua minggu dengan mempekerjakan kembali 8 ribu karyawan lama.
Saat ini, Tim Kurator menyatakan justru sudah ada 3 perusahaan swasta yang berminat membeli aset pailit Sritex. Oleh sebab itu, kemungkinan PT Sritex akan berubah nama jika kepemilikan aset sudah berpindah tangan. Inisial tiga perusahaan yang berminat tersebut yakni PT CBS, PT SLA, dan PT LITI.
Janji manis Kemnaker disambut penuh harap eks pegawai Sritex. Sri merasa senang ketika mendengar ada peluang untuknya kembali bekerja di perusahaan yang sudah menjadi rumah keduanya selama seperempat abad itu.
ADVERTISEMENT
Namun, kegelisahan bergeliat di hati Sri. Sebab, hingga 7 Maret 2025, sepekan setelah dirumahkan Sritex, belum ada pihak kurator yang menghubungi untuk menjelaskan penawaran kerja yang baru.
Begitu pula yang dirasakan Karwi. Dia sudah diberitahu bahwa akan ada investor yang siap mengambil alih aset Sritex. Bagi pegawai yang ingin kembali bekerja diminta siap-siap. Namun hingga saat ini informasi itu baru sekadar kabar yang beredar.
Setali tiga uang dengan Sri dan Karwi, Dewi juga menyatakan kesiapannya jika ditawari kerja kembali di Sritex namun dengan kualifikasi yang tak memberatkan. Sebab, Dewi mendengar investor baru akan mematok syarat usia maksimal. Sehingga Dewi yang sudah berusia 54 tahun khawatir tidak lolos.
“Tapi kalau dari investor ada menyekat umur, dengan rela dan ikhlas hati kita nyari kerjaan lain,” kata Dewi.
Berbeda dengan rekan-rekannya, Fajar Widodo move on dari Sritex dan sudah mendapatkan pekerjaan baru di pabrik lainnya. Dia mengatakan tak tertarik dengan tawaran dari investor baru meski sudah 9 tahun bekerja di sana. Sebab hingga kini belum jelas bagaimana konsep teranyar Sritex ke depan. Terpenting, ia kini fokus bekerja di pabrik baru sembari tetap memperjuangkan hak pesangonnya.
ADVERTISEMENT
Wamenaker Noel menuturkan rekrutmen baru bagi 8 ribu orang eks pegawai Sritex adalah janji kurator yang disampaikan kepada Menteri Yassierli. Dia menegaskan Kemnaker akan mengawal komitmen kurator agar tidak sekadar memberi angin segar sesaat.
“Upaya-upaya yang sudah kita lakukan sudah sangat-sangat maksimal untuk kawan-kawan eks buruh Sritex yang terdampak PHK. Semoga rekrutmen baru ini juga tidak memberatkan kawan-kawan mantan PHK buruh Sritex. Karena mereka harus menjadi prioritas ketika adanya rekrutmen baru,” ucap Noel.
***
Laporan dari Sukoharjo oleh M. Ismail