Kisah Online Travel Agent Pegipegi: 12 Tahun Beroperasi, Kini Selamanya Pergi

26 Desember 2023 10:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi aplikasi Pegipegi Foto: Dok. Pegipegi
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi aplikasi Pegipegi Foto: Dok. Pegipegi
ADVERTISEMENT
Pegipegi selamanya pergi dari Indonesia sejak 11 Desember 2023, setelah 10 tahun beroperasi. Usaha rintisan bidang online travel agent (OTA) itu, menambah panjang daftar startup yang bangkrut.
ADVERTISEMENT
"Hampir genap 12 tahun menjadi solusi travel kamu merupakan pengalaman yang tak tergantikan bagi Pegipegi, namun dengan berat hati, hari ini per tanggal 11 Desember 2023 Pegipegi harus pamit," tulis manajemen di website pegipegi.com, saat masih bisa diakses pada Selasa (12/12).
Pertama kali diluncurkan pada 7 Mei 2012, pegipegi masuk ke platform digital setahun kemudian, yakni pada Agustus 2013. Baru pada 2015, pegipegi meluncurkan layanan lewat aplikasi.
Pada 2018, perusahaan yang menaungi pegipegi yakni Recruit Holdings Co Ltd diakuisisi oleh perusahaan modal ventura asal Jepang, JetTech Innovation Ventures Pte Ltd. Perusahaan ini sendiri, diketahui berafiliasi dengan Traveloka.
Sehingga meski terlihat bersaing, dua perusahaan online travel agent tersebut, yakni pegipegi dan Traveloka, sebenarnya berafiliasi secara kepemilikan.
ADVERTISEMENT
Keberadaan investor Jepang di pegipegi, membuat sejumlah nama asal negara matahari terbit itu sempat memimpin perusahaan. Tapi pucuk pimpinan pegipegi terlalu sering berganti dalam periode yang pendek.
Sebut saja Kohei Nakajima (2012-2015), Hideki Yamada (2016-2017), Takeo Kojima (2017-2018). Baru kemudian posisi posisi CEO ditempati warga negara Indonesia yakni Kevin Sandjaja (2018-2020), Serlina Wijaya (2020-2023).

Persaingan Sengit di Balik Pasar yang Besar

Pesatnya bisnis OTA, sejalan dengan proyeksi Google yang diungkapkan dalam studi mereka bertajuk e-Conomy SEA (South-East Asia). Di antara negara-negara Asia Tenggara, Indonesia termasuk yang mencatatkan pertumbuhan pasar ekonomi digital terbesar.
Apalagi Indonesia memiliki basis jumlah penduduk (Baca: pasar) paling gemuk di antara negara-negara Asia Tenggara itu. Proyeksi 2023-2025, proyeksi pertumbuhan pasar (Gross Merchandise Value/GMV) ekonomi digital Indonesia terhadap GDP sebesar 15 persen.
ADVERTISEMENT
Itu menempatkan Indonesia di posisi keempat setelah Filipina (20%), Vietnam (20%), dan Thailand (17%).
Selain bisnis online travel agent, ekonomi digital di Asia Tenggara ditopang oleh empat sektor lainnya. Keempat sektor tersebut adalah belanja online (e-commerce), keuangan digital (digital finance: mobile banking, fintech, insuretech, dll), kesehatan digital (health-tech), dan media online.
Di balik besarnya potensi pasar ekonomi digital, bisnis di dunia maya itu juga penuh persaingan yang sengit. Nama besar, layanan yang lengkap, dan teknologi yang unggul, tidak serta-merta membuat startup mudah meraup laba.
Kegiatan Travek Fair yang selalu ramai pengunjung tak membuat bisnis online travel agent lebih mudah. Foto: Gitario Vista Inasis/kumparan
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) misalnya, jadi salah satu raksasa startup yang masih terus berjuang mencatatkan laba. Direktur Utama GOTO, Patrick Walujo, menargetkan perusahaannya sudah meraup laba positif di kuartal IV 2023.
ADVERTISEMENT
Padahal GoTo menaungi beragam bisnis digital yang sudah terintegrasi. Seperti transportasi online (Gojek), e-commerce (Tokopedia), keuangan digital (Gopay), dan bisnis terkait lainnya seperti Gofood, Gosend, dll.
Patrick menjelaskan hingga kuartal II GoTo berhasil mencatat perbaikan EBITDA yang disesuaikan sebesar 72 persen dibandingkan tahun sebelumnya menjadi minus Rp 1,2 triliun. Hal itu didorong oleh peningkatan monetisasi dan optimalisasi insentif berkelanjutan.
"Sesuai dengan komitmen, saat ini kami berada pada jalur yang tepat untuk mencapai EBITDA yang disesuaikan positif pada tahun ini, namun mencapai titik impas bukanlah tujuan akhir," kata Patrick dalam keterangan resminya, Selasa (15/8).
Sengitnya persaingan berebut pasar yang besar, dinilai sebagai penyebab sejumlah startup tumbang. Termasuk pegipegi. Apalagi di tengah kondisi keuangan global yang ketat, investor juga makin realistis dan menuntut investasi mereka segera kembali.
ADVERTISEMENT
Era di mana dana murah menggelontor ke startup untuk bakar duit, sudah usai.