Kompensasi Penumpang Singapore Airlines yang Turbulensi Ditaksir Rp 2,8 M

23 Mei 2024 10:24 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kondisi interior pesawat Singapore Airlines penerbangan SQ321 setelah pendaratan darurat akibat turbulensi, di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand, Selasa (21/5/2024). Foto: Stringer/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Kondisi interior pesawat Singapore Airlines penerbangan SQ321 setelah pendaratan darurat akibat turbulensi, di Bandara Internasional Suvarnabhumi Bangkok, Thailand, Selasa (21/5/2024). Foto: Stringer/Reuters
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penumpang yang terluka akibat insiden turbulensi ekstrem dalam penerbangan Singapore Airlines, Selasa (21/5), kemungkinan besar berhak mendapatkan kompensasi. Namun jumlah yang diterima masing-masing penumpang bisa sangat berbeda bahkan untuk cedera yang sama berdasarkan perjanjian internasional.
ADVERTISEMENT
Pesawat Singapore Airlines SQ321 rute London-Singapura dilanda turbulensi hebat pada Selasa (21/5). Seorang penumpang Inggris berusia 73 tahun meninggal karena dugaan serangan jantung, dan sedikitnya 30 orang terluka.
Dikutip dari Reuters, Kamis (23/5), Singapore Airlines atas dasar Konvensi Montreal bertanggung jawab atas kecelakaan, termasuk turbulensi pada penerbangan internasional terlepas dari apakah maskapai tersebut lalai.
"Jika penumpang mengajukan gugatan, maskapai tidak dapat menggugat ganti rugi hingga sekitar USD 175.000 (Rp 2,8 miliar/kurs Rp 16.050 per dolar AS)," tulis Reuters.
Pengacara California yang mewakili penumpang, Mike Danko, menjelaskan jika penumpang mengajukan ganti rugi yang lebih besar, Singapore Airlines bisa membatasi tanggung jawab mereka dengan membuktikan pihaknya telah melakukan semua tindakan yang diperlukan untuk menghindari turbulensi. Tapi biasanya maskapai jarang bisa memenangkan argumen seperti itu.
ADVERTISEMENT
Penumpang Singapore Airlines penerbangan SQ321 dari London ke Singapura, yang melakukan pendaratan darurat di Bangkok akibat turbulensi, dosambut keluarga setibanya di Bandara Changi di Singapura, Rabu (22/5/2024). Foto: Roslan Rahman/AFP
Maskapai juga dapat membatasi tanggung jawab mereka dengan menunjukkan bahwa penumpang melakukan beberapa kesalahan atas cedera tersebut, seperti mengabaikan peringatan pramugari untuk mengenakan sabuk pengaman.
Besarnya ganti rugi sering kali bergantung pada negara tempat kasus tersebut diajukan dan bagaimana sistem hukum menilai jumlah kompensasi.
"Yang pertama dan terpenting adalah yurisdiksi tempat Anda dapat mengajukan klaim dan bagaimana mereka menilai klaim cedera," kata Pengacara New York yang mewakili penumpang, Daniel Rose, di Kreindler & Kreindler.
Sementara, Pengacara Florida yang mewakili penumpang, Curtis Miner, memberikan perbandingan kecelakaan pesawat Asiana Airlines di San Francisco pada tahun 2013 mengakibatkan penumpang terluka dengan kompensasi yang sangat bervariasi karena banyak yang terbang pulang pergi dari berbagai kota di Asia Timur.
ADVERTISEMENT
“Penumpangnya berasal dari berbagai negara. Jadi orang-orang yang mungkin mengalami cedera serupa, ada yang bisa membawa kasusnya ke San Francisco, tapi ada pula yang tidak mampu," kata Miner.