Konsumsi Rumah Tangga Melambat, Pemerintah Siapkan Insentif Kuartal II?

6 Mei 2025 8:23 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Calon pembeli melintas di dekat pangan yang dijual di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (1/11/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Calon pembeli melintas di dekat pangan yang dijual di Pasar Senen, Jakarta, Jumat (1/11/2024). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 melambat ke 4,87 persen secara tahunan (year on year/yoy). Berdasarkan sektor pengeluarannya, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,89 persen (yoy) melambat dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 4,89 persen.
ADVERTISEMENT
Sementara, konsumsi rumah tangga menjadi pendorong terbesar perekonomian pada tiga bulan pertama tahun ini. Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto membuka kemungkinan pemerintah akan mendorong konsumsi rumah tangga kuartal II 2025 dengan guyuran insentif.
"(Insentif) kuartal II nanti kita lihat, kita melihat kan beberapa sektor juga masih tumbuh baik, (industri) makanan minuman baik, tapi kan sektor perhotelannya turun, sektor pertanian juga kan naiknya tinggi di atas 10 persen," kata Airlangga di kantornya, Senin (5/5).
Menurut dia, beberapa program pemerintah pada kuartal II 2025 diperkirakan bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi pada periode tersebut.
Pada kuartal II akan ada bantuan sosial (bansos). Ditambah dengan ditambahnya penerima Makan Bergizi Gratis sehingga bisa mendongkrak pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Menurut Airlangga, penyebab melambatnya konsumsi rumah tangga pada kuartal I 2025 adalah peningkatan inflasi dan tertahannya daya beli. Keduanya disebabkan oleh berhentinya insentif pembelian listrik.
Meski demikian, angka konsumsi rumah tangga sebesar 4,89 tersebut, menurut Airlangga, masih terbilang lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi kuartal I sebesar 4,87 persen.
"Kan salah satu insentif ditarik, listrik kan ditarik, jadi itu tingkatkan inflasi dan daya beli juga kan jadi ketahan. Ya kan pertumbuhan konsumsi masih lebih tinggi dari PE beda 0,02 (persen)," tuturnya.