KPPU Denda Garuda Indonesia Rp 1 Miliar Terkait Penjualan Tiket Umrah

8 Juli 2021 18:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pesawat Garuda Indonesia di landasan Terminal 3, Bandara Internasional Soekarno-Hatta Foto: REUTERS / Darren Whiteside
zoom-in-whitePerbesar
Pesawat Garuda Indonesia di landasan Terminal 3, Bandara Internasional Soekarno-Hatta Foto: REUTERS / Darren Whiteside
ADVERTISEMENT
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) memutuskan bahwa PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) terbukti melanggar pasal 19 huruf d Undang- Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dalam perkara Dugaan Praktek Diskriminasi PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk terkait Pemilihan Mitra Penjualan Tiket Umrah Menuju dan dari Jeddah dan Madinah.
ADVERTISEMENT
Keputusan tersebut disampaikan dalam Sidang Majelis Pembacaan Putusan yang dilakukan secara daring pada 8 Juli 2021.
“Atas pelanggaran tersebut, GIAA dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000.000 atau satu miliar rupiah,” ujar Kepala Biro Hubungan Masyarakat dan Kerja Sama KPPU Deswin Nur dalam keterangan resmi yang diterima kumparan, Kamis (8/7).
Deswin menjelaskan, perkara tersebut diawali dari masuknya laporan publik terkait dugaan pelanggaran Pasal 19 huruf d UU No.5/1999, yaitu upaya penutupan akses saluran distribusi penjualan langsung tiket umrah menuju dan dari Jeddah dan Madinah oleh GIAA melalui Program Wholesaler.
Adapun Garuda Indonesia terbukti hanya menunjuk enam Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) sebagai wholesaler. Keenam PPIU yang ditunjuk oleh Garuda Indonesia yaitu PT Smart Umrah (Kanomas Arci Wisata), PT Maktour (Makassar Toraja Tour), PT NRA (Nur Rima Al-Waali Tour), PT Wahana Mitra Usaha (Wahana), PT Aero Globe Indonesia, dan PT Pesona Mozaik.
ADVERTISEMENT
Sayangnya proses penunjukkan keenam wholesaler tersebut terbukti dilakukan Garuda tanpa melalui proses yang terbuka dan transparan, tidak didasarkan pada persyaratan dan pertimbangan yang jelas dan terukur, serta adanya inkonsistensi dalam rasionalitas penunjukan wholesaler.
Atas perbuatan itu, Majelis Komisi menilai bahwa Garuda telah melakukan praktik diskriminasi terhadap setidaknya 301 (tiga ratus satu) PPIU yang sedianya juga berpotensi mendapatkan akses yang sama dalam hal pembukuan dan/atau pembelian tiket rute Middle East Area (MEA) milik GIAA untuk tujuan umrah.
Adapun GIAA sempat mengajukan perubahan perilaku pada September 2020 pada Sidang Majelis Pemeriksaan Pendahuluan. “Tetapi karena GIAA tidak sepenuhnya melaksanakan pakta integritas perubahan perilaku yang diberikan, proses persidangan kembali dilanjutkan,” ujar Deswin.
Pada pembacaan putusan hari ini, Majelis Komisi turut mempertimbangkan kemampuan GIAA untuk membayar berdasarkan Laporan Keuangan Tahun 2018, 2019, dan 2020. Seperti diketahui keuangan Garuda Indonesia tengah babak belur semenjak pandemi. Berdasarkan pertimbangan tersebut, Majelis Komisi menilai bahwa jika dikenakan tingkat denda tertentu, maka GIAA berpotensi tidak dapat beroperasi karena kondisi keuangan yang dialami perseroan saat ini.
ADVERTISEMENT
Menimbang berbagai fakta, penilaian, analisa, dan kesimpulan di atas, Majelis Komisi pun menyatakan bahwa Garuda Indonesia terbukti melanggar pasal 19 huruf d UU No. 5/1999, dan menjatuhkan hukuman berupa denda administratif sebesar Rp 1.000.000.000, (satu miliar rupiah). Denda tersebut wajib dilakukan pembayaran selambat-lambatnya 30 hari sejak putusan berkekuatan hukum tetap.
Apabila terlambat melakukan pembayaran denda, Garuda Indonesia dapat dikenakan denda keterlambatan sebesar 2 persen per bulan dari nilai denda. Denda keterlambatan pembayaran denda ini sejalan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Penerimaan Negara Bukan Pajak.