Kurangi Emisi, Cara Medco Pasok Energi Sekaligus Atasi Perubahan Iklim RI

22 September 2022 21:03 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Senior Manager Corporate Sustanability & Risk Management Medco Energi Firman Dharmawan di IPA CONVEX 2022, Jakarta, Rabu (21/9/2022). Foto: Ema Fitriyani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Senior Manager Corporate Sustanability & Risk Management Medco Energi Firman Dharmawan di IPA CONVEX 2022, Jakarta, Rabu (21/9/2022). Foto: Ema Fitriyani/kumparan
ADVERTISEMENT
Dampak perubahan iklim akibat aktivitas industri energi fosil kian serius dirasakan penduduk dunia. Pengeboran di hulu hingga penggunaan BBM di hilir berpengaruh pada kualitas udara.
ADVERTISEMENT
Kondisi ini menjadi perhatian penting pelaku bisnis energi fosil di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Kontraktor harus menyeimbangkan bisnisnya dalam memenuhi kebutuhan energi bagi hajat orang banyak sekaligus mengatasi perubahan iklim dalam waktu bersamaan.
Tugas di dua kaki ini juga menjadi fokus PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) atau MedcoEnergi. Senior Manager Corporate Sustainability & Risk Management Medco Energi Firman Dharmawan mengatakan saat ini seluruh pelaku industri hulu migas sudah semakin serius memperhatikan bisnis mereka agar tetap bisa seimbang dalam merawat kualitas bumi. Bisnis yang berkelanjutan menjadi kuncinya.
Produksi minyak dan gas mencapai Medco per semester I 2022 mencapai 153 ribu barel setara minyak bumi per hari (mboepd), naik 63 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, termasuk kontribusi Blok Corridor sejak Maret.
ADVERTISEMENT
Sustainability bukan barang baru buat kami karena sudah memulainya sejak 2017, tapi belum terstruktur. Di tahun 2018 menjadi tahun penting bagi perusahaan, berkonsultasi dengan banyak pemangku kepentingan terkait apa yang harus kami lakukan agar bisa berkontribusi dalam isu iklim global ini,” kata dia dalam paparannya dalam Indonesia Petroleum Association (IPA) CONVEX 2022 di JCC, Jakarta, Rabu (21/9).
Booth Medco Energi di IPA CONVEX 2022, Jakarta. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Keseriusan Medco Energi untuk menyeimbangkan dua kaki ini terlihat dari peta jalan dan target yang dibuat, mulai dari mengurangi emisi karbon, masuk ke transisi energi dengan menambah portofolio bisnis energi baru dan terbarukan (EBT), hingga aksi mitigasi perubahan iklim.
Firman menyebut perusahaan menargetkan pengurangan emisi hingga nol (net zero emission) pada 2050 untuk emisi cakupan 1 dan 2, lalu pada 2060 bebas emisi untuk cakupan 3. Berdasarkan data perusahaan, emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dari lapangan minyak termasuk Blok Corridor dan Ophir, terus berkurang. Pada 2019, GRK yang dihasilkan 5,3 juta ton setara CO2, lalu pada 2020 turun menjadi 4,6 juta ton setara CO2. Penurunan juga terjadi di 2021, ke level 4,4 juta ton setara CO2. Di tahun 2025, perusahaan akan mengurangi emisi GRK 20 persen dan di 2030 diharapkan turun lagi 30 persen.
ADVERTISEMENT
Perusahaan juga mengurangi emisi metana. Pada 2019, emisi metana yang dihasilkan di lapangan-lapangan Medco ada di posisi 158 juta ton setara CO2, pada 2020 turun menjadi 136 juta ton setara CO2, dan pada 2021 turun lagi menjadi 131 juta ton setara CO2. Di tahun 2025, targetnya gas metana bisa turun 25 persen dan 2030 turun lagi 37 persen.
“Emisi metana ini menjadi isu penting yang dibicarakan saat COP 26 lalu, karena dalam hal pemanasannya itu 25 kali lebih besar dari gas biasa, sehingga penurunan ini sangat penting,” terangnya.
Upaya lain yang dilakukan Medco adalah melakukan penggantian pembangkit sendiri menjadi pembelian listrik dari PLN di Grati Onshore Processing Facility yang berlokasi di Jawa Timur. Hal yang sama akan dilakukan Medco di pembangkit listrik Blok Rimau, Blok Bangkanai, hingga Blok Corridor.
ADVERTISEMENT
Perusahaan juga menyediakan gas flaring untuk program Gas Kota Tarakan di Kalimantan. Sebanyak 31.390 rumah tangga sudah disuplai dengan listrik dan gas dari Medco.
Di hulu, perusahaan juga bahkan memasang PLTS di platform pengeboran lepas pantai (offshore) yang ada di Sampang dan di Blok Corridor. Ke depan, perusahaan juga menargetkan pemasangan PLTS di Matak Shorebase, Blok B, Corridor, Blok A Rimau, Lematang, MPI Mitra Energi Batam, dan Dalle Energi Batam, Kantor Nimr, Oman, dan Sattahip Warehouse di Thailand.
“Jadi pengurangan emisi ini bukan hanya dilakukan Medco di dalam negeri, tapi juga di lapangan kami yang ada di luar negeri,” ujarnya.

Medco Power Jadi Tumpuan Tambah Bauran EBT

Jalan lain yang Medco pilih untuk menyeimbangkan bisnis energi dan perubahan iklim adalah menambah kapasitas terpasang bauran EBT di bawah PT Medco Power Indonesia (MPI).
PT Medco Power Indonesia (Medco Power) memulai operasi komersial Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Riau berkapasitas 275 MW, Selasa (15/2). Foto: dok. Medco Power
Dari data yang dipaparkan Firman, terlihat pada 2019, portofolio bisnis Medco 72 persen merupakan pembangkit gas dan hanya 28 persen dari pembangkit EBT. Di 2021, porsi pembangkit gas mulai berkurang menjadi 62 persen dan pembangkit EBT naik jadi 38 persen.
ADVERTISEMENT
Di MPI, ada beberapa pembangkit listrik EBT. Misalnya PLTS Sarulla dengan kapasitas listrik paling besar di perusahaan yaitu 330 MW, PLTS di Bali dengan kapasitas 2x25 MW, kuartal IV 2022, dan PLTS di Sumbawa 26 MW yang akan melistriki operasional PT Amman Mineral Nusa Tenggara, anak usaha MEDC di sektor pertambangan.
Di panas bumi, MPI juga punya Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) Ijen dengan kapasitas 2x55 MW yang saat ini masih dalam tahap pengembangan dan eksplorasi. Targetnya bisa beroperasi komersial (COD) untuk unit 1 pada tahun 2024 dan untuk unit 2 pada 2026. Ada juga PLTP Bonjol dengan potensi kapasitas 60 MW.
“Transisi ke energi rendah karbon atau lebih bersih masuk strategi kami. Medco Power jadi ujung tombak. Mulai dari solar cell (PLTS) dan geothermal (panas bumi),” lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, Firman menyebut transisi energi dan pengurangan emisi ini diterapkan dengan tata kelola perusahaan yang baik. Tidak hanya fokus “menghijau” bisnis hulu, tapi juga memperhatikan aspek sosial yaitu masyarakat di sekitar wilayah pengeboran Medco.
Menurutnya, perusahaan juga harus mengantongi social license to operate di wilayah kerja, semacam izin dari masyarakat agar proyek mereka bisa berjalan lancar.
“Ini tidak mudah untuk dapat izin dari masyarakat tapi kami lakukan. Terpenting adalah membangun live hood mereka, artinya mata pencaharian mereka tidak hilang dengan adanya kami. Jadi kami bangun pendidikan juga bagi sekitar, termasuk pengajaran online,” ujarnya.
Terakhir, Firman menegaskan langkah-langkah yang diambil MedcoEnergi untuk mengatasi perubahan iklim dalam menjalankan bisnis selalu berkonsultasi dengan lembaga terkait, termasuk mengikuti standar global Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (ESG) terbaik, termasuk standar Global Reporting Initiative serta Sustainable Development Goals (SDGs) .
Kolaborasi LPDB-KUMKM dan Medco Group Perkuat Ekonomi dan Bisnis Pesantren. Foto: Dok LPDB-KUMKM
Hingga saat ini, Medco Energi telah mencapai 90 persen dari metrik dan target keberlanjutan lima tahun yang ditetapkan dalam Penilaian Materialitas 2018 dengan fokus penguatan kebijakan, tata kelola, sistem, kemampuan, dan budaya keberlanjutan. Selama 2019-2021, peringkat ESG Perseroan dari lembaga MSCI meningkat dari B, menjadi BB kemudian BBB dan skor Sustainalytics meningkat dari 49,9 menjadi 42,2.
ADVERTISEMENT
Pada 2022, Medco Energi terus memperbaiki kinerja dan pengungkapan ESG dengan melakukan pembaruan Penilaian Materialitas untuk menetapkan metrik dan target keberlanjutan 2022-2027. Selain itu juga, menerbitkan laporan Task Force on Climate-Related Financial Disclosure (TCFD) untuk pertama kalinya dan melaporkan kinerja emisi Perusahaan untuk tahun kedua di platform CDP (sebelumnya dikenal sebagai Carbon Disclosure Project).
“Kami akan tetap fokus pada peningkatan ESG dengan target yang terukur dalam Strategi Perubahan Iklim dan Transisi Energi. Strategi ini dikembangkan melalui proses multi tahun untuk membangun pemahaman internal dan infrastruktur yang diperlukan dalam mengelola risiko Perubahan Iklim,” kata Firman.