Langkah RI Negosiasi Kebijakan Trump Dinilai Tepat

7 April 2025 10:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Presiden Donald Trump menyampaikan pidato mengenai tarif impor baru saat "Make America Wealthy Again" di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (2/4/2025). Foto: Brendan Smialowski/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Donald Trump menyampaikan pidato mengenai tarif impor baru saat "Make America Wealthy Again" di Gedung Putih, Washington DC, Amerika Serikat, Rabu (2/4/2025). Foto: Brendan Smialowski/AFP
ADVERTISEMENT
Pemerintah memilih negosiasi ketimbang retaliasi atau membalas tarif resiprokal Amerika Serikat yang ditetapkan Presiden AS Donald Trump sebesar 32 persen. Langkah ini dinilai tepat.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, melihat hal ini sebagai langkah yang tepat alih-alih membalas tarif seperti yang dilakukan China kepada AS.
“Indonesia bukan China, perlu banyak perhitungan untuk ikut membalas AS. Ada beberapa strategi negosiasi,” kata Bhima kepada kumparan, Senin (7/4).
Menurut Bhima, tarif resiprokal AS tidak didasarkan hitungan ekonomi melainkan politik. Indonesia bisa menggunakan isu geopolitik seperti Laut China Selatan (LCS).
“Jika AS memusuhi Indonesia via tarif 32 persen, maka AS harus diingatkan posisi balancing of power di LCS akan didominasi oleh kepentingan China, itu merugikan AS jangka panjang,” ujarnya.
Selain itu, negosiasi bersama ASEAN juga dapat dilakukan dengan membawa kepentingan kolektif. Ia mencontohkan, Indonesia bisa melakukan negosiasi bersama Malaysia terkait minyak kelapa sawit, atau bersama Vietnam dan Kamboja terkait industri garmen.
ADVERTISEMENT
“Jalur negosiasi sembari melakukan mitigasi pengalihan ekspor produk terdampak diharapkan menekan risiko PHK massal di sektor industri padat karya. Tapi negosiasi dan shifting pasar kan butuh waktu,” kata Bhima.
Bhima juga mendorong pemerintah agar dapat segera mengeluarkan paket kebijakan untuk stimulus sektor industri padat karya.
Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif INDEF, Esther Sri Astuti, juga menilai langkah yang diambil Indonesia dalam menghadapi tarif baru Trump sudah tepat. Penilaiannya didasarkan pada fakta yang sudah terjadi dalam perang dagang pertama antara AS dan China.
“Negosiasi lebih tepat, karena sejarah membuktikan pada saat perang dagang pertama, China membalas kenaikan tarif barang barang dari US, kemudian dibalas lagi US. Saling berbalas, keduanya babak belur,” kata Esther.
ADVERTISEMENT
Dalam perang dagang pertama, Esther melihat situasi saling balas antara China dan AS justru memberi keuntungan kepada negara lain yakni Vietnam.
Sebelumnya, Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menegaskan Indonesia tidak akan menempuh langkah retaliasi atau pembalasan tarif. Untuk menghadapi tarif Trump, Indonesia lebih memilih jalur diplomasi dan negosiasi dan mencari solusi yang saling menguntungkan.
“Kita dikenakan waktu yang sangat singkat, yaitu 9 April, diminta untuk merespons. Indonesia menyiapkan rencana aksi dengan memperhatikan beberapa hal, termasuk impor dan investasi dari Amerika Serikat,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis, Minggu (6/4).
Airlangga menjelaskan, saat ini pemerintah terus melakukan koordinasi lintas Kementerian dan Lembaga serta menjalin komunikasi dengan United States Trade Representative (USTR), U.S. Chamber of Commerce, dan negara mitra lainnya untuk mengambil langkah yang tepat dalam merespons tarif baru Trump tersebut.
ADVERTISEMENT