Laporan BPK Sebut Ada Penyelewengan Dana Perjalanan Dinas ASN, Ini Respons PANRB

24 Juni 2024 13:27 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi PNS. Foto: pakww/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi PNS. Foto: pakww/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melaporkan ada penyimpangan perjalanan dinas aparatur sipil negara (ASN) sebesar Rp39,26 miliar di 46 kementerian/lembaga. Salah satunya, ada Kementerian PANRB sebesar Rp 792.178.197.
ADVERTISEMENT
Hal ini tertuang dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) atas Sistem Pengendalian Intern dan Kepatuhan Terhadap Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Pemerintah Pusat 2023.
Menanggapi hal itu, Kepala Biro Data, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PANRB, Mohammad Averrouce mengatakan, pihaknya akan cek terlebih dahulu hasil dari temuan BPK tersebut.
"Jadi ini adalah persoalan administrasi ya kita harus cek dulu karena kan hasil dari setiap tahun memang Kementerian/Lembaga dan Pemda tentunya," kata Averrouce di Jakarta, Senin (24/6).
Ave sapaan akrabnya, menilai BPK telah melakukan sesuai dengan perannya untuk memeriksa dan audit keuangan. Dia meyakini bahwa proses pemeriksaan akan terus berjalan dan hasilnya akan diumumkan beberapa waktu ke depan.
"Jadi ada pemeriksaan keuangan ya saya kira hasil akhirnya predikat ya, dicek dulu predikatnya. Sebentar lagi kayaknya akan keluar nih predikatnya. Nah dari situ ada proses pemeriksaan yang terus berjalan saya kira itu kan indikasi indikasi boleh tapi ketika hasil akhirnya ada WTP nanti liat K/L-nya kalo tidak WTP mungkin harus di cek kembali," ujarnya.
Mohammad Averrouce, Kepala Biro Data, Komunikasi dan Informasi Publik Kementerian PANRB. Foto: Dok. menpan.go.id
Ave menegaskan, Kementerian PANRB akan terus mendorong pengelolaan keuangan berkaitan dengan penggunaan anggaran lebih baik lagi ke depannya.
ADVERTISEMENT
"Saya kira itu sebagai informasi prosesnya dan kami terus mendorong pengelolaan keuangan berkaitan dengan penggunaan anggaran diharapkan semakin membaik," kata Ave.

Rincian Temuan BPK

Dalam dokumen BPK merinci, penyimpangan belanja perjalanan dinas sebesar Rp 39,2 miliar pada 46 K/L tersebut terdiri dari sebanyak 14 K/L belum ada bukti pertanggungjawaban perdinas dengan nominal Rp 14.759.974.928, kemudian sebanyak 2 K/L melakukan perjalanan dinas fiktif dengan nilai Rp 9.308.814.
Kemudian ada sebanyak 38 K/L melakukan belanja perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan/kelebihan pembayaran dengan nilai Rp 19.647.343.160, serta sebanyak 23 K/L masuk kategori permasalahan penyimpangan perjalanan dinas lainnya dengan nilai Rp 4.843.870.574.
Salah satunya, ada Kementerian PANRB sebesar Rp 792.178.197 yang merupakan kegiatan perjalanan dinas tanpa didukung bukti pengeluaran yang sah serta pemborosan biaya perjalanan dinas berupa travel charge yang timbul karena kesalahan pegawai dalam pemesanan tiket.
Ilustrasi PNS. Foto: wibisono.ari/Shutterstock
Kemudian Kementerian Pertanian sebesar Rp 571.738.179 yang merupakan penggunaan daftar pengeluaran riil untuk pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas dalam negeri yang tidak sesuai ketentuan.
ADVERTISEMENT
Lebih rinci lagi, belanja barang belum ada bukti pertanggungjawaban sebesar Rp14.759.974.928 di antaranya terjadi pada Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebesar Rp 5.036.073.525, yang merupakan penggunaan daftar pengeluaran riil sebagai pertanggungjawaban belanja perjalanan dinas dalam negeri yang tidak dapat diyakini kebenarannya.
"Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebesar Rp 211.813.287, merupakan pengadaan tiket transportasi dan penginapan melalui Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa yang tidak seluruhnya didukung dengan bukti yang memadai dan sesuai ketentuan," tulis dokumen tersebut, dikutip Rabu (12/6).
Kemudian yang tergolong perjalanan dinas belum ada bukti pertanggungjawaban itu adalah dari Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) sebesar Rp 7.402.500.000, yang merupakan pembayaran biaya transport kepada peserta kegiatan sosialisasi yang tidak dapat diyakini keterjadiannya.
ADVERTISEMENT
Berikutnya, untuk kategori perjalanan dinas fiktif sebesar Rp 9.308.814 terjadi pada Kementerian Dalam Negeri sebesar Rp 2.482.000 yang merupakan perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan, dan BRIN sebesar Rp 6.826.814 yang merupakan pembayaran atas akomodasi yang fiktif.
Selanjutnya, untuk kategori belanja perjalanan dinas tidak sesuai ketentuan/kelebihan pembayaran sebesar Rp 19.647.343.160 di antaranya terjadi pada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebesar Rp 10.577.986.566, yang merupakan sisa kelebihan pembayaran perjalanan dinas yang belum dikembalikan ke kas negara.
Kemudian BRIN sebesar Rp 1.503.325.639 yang merupakan belanja perjalanan dinas pada satker Organisasi Riset Ilmu Pengetahuan Sosial dan Humaniora (OR IPSH) yang tidak akuntabel dan tidak dapat diyakini kewajarannya, serta Kementerian KumHAM sebesar Rp 1.305.700.156 yang merupakan perjalanan dinas yang melebihi kelas yang diperkenankan untuk jabatan, serta bukti akomodasi dan transportasi yang dipertanggungjawabkan pelaksana lebih besar dibandingkan dengan bukti yang pengeluarannya.
ADVERTISEMENT
Terakhir untuk kategori permasalahan penyimpangan perjalanan dinas lainnya sebesar Rp 4.843.870.574 di antaranya terjadi pada Kementerian PUPR sebesar Rp 1.147.928.558 yang merupakan perjalanan dinas oleh pelaksana yang tidak seharusnya, serta pertanggungjawaban tanpa didukung bukti pengeluaran secara at cost.
"Atas permasalahan belanja perjalanan dinas sebesar Rp 39.260.497.476 tersebut di atas ditindaklanjuti melalui pertanggungjawaban dan/atau penyetoran ke kas negara sebesar Rp 12.793.531.414," tulis dokumen itu.