Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Luhut Sebut Persoalan Polusi Udara Bisa Beres 1 Tahun, Mari Elka: Tidak Cukup
8 September 2023 12:36 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut masalah polusi udara bisa selesai dalam waktu satu tahun. Mengingat banyak sekali hal yang harus diselesaikan, salah satunya tingginya jumlah kendaraan bermotor di DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, Mantan Direktur Pelaksana Kebijakan Pembangunan, dan Kemitraan Bank Dunia, Mari Elka Pangestu , menyebut penyelesaian polusi udara di Jabodetabek tak cukup dengan kurun waktu satu tahun. Ia mengatakan, waktu yang ditargetkan Luhut hanya cukup untuk menyusun strategi komprehensif untuk mengatasi polusi.
"Satu tahun untuk menyusun dan memulai, yes. Tapi untuk menyelesaikan tentu tidak. Yang penting itu memulai dengan sesuatu yang terencana dan berdasarkan data dan evidence, apa penyebab utamanya," kata Mari dalam acara Indonesia Sustainability Forum, Jakarta, Jumat (8/9).
"Saya rasa maksud pak Luhut adalah satu tahun untuk mengeluarkan sesuatu rencana yang komprehensif untuk kita mengatasi masalah polusi. Bukan dalam satu tahun kita bisa menyelesaikan masalah polusi," tambah dia.
ADVERTISEMENT
Menurut Mari, dalam penyelesaian polusi udara perlu pemahaman secara komperhensif untuk mengetahui penyebab dari polusi tersebut. Setelah mengetahui penyebabnya, langkah yang dilakukan adalah membuat rencana jangka panjang dan jangka pendek untuk menindak dan mengatasi polusi udara.
"Karena banyak komponen di dalam situ. Makanya saya katakan, kita harus mengerti secara komprehensif penyebabnya apa. Apakah itu transportasi, batu bara, industri, apakah itu behavior kita di dalam bakar sampah dan seterusnya," ujar Mari.
Mari juga mengatakan saat ini warga Jakarta tengah merasakan dampak dari polusi udara di Indonesia. Kemacetan transportasi jalan telah merugikan 0,5 persen dari PDB dan frekuensi bencana alam juga meningkat seiring dengan meningkatnya suhu laut.
"Kemacetan tarif dapat merugikan 0,5 persen PDB dan frekuensi bencana alam meningkat seiring dengan meningkatnya suhu laut, dampak iklim yang lebih hangat terhadap produktivitas dan kemiskinan serta risiko transisi yang sangat tinggi," pungkas Mari.
ADVERTISEMENT