Luhut Soal Larangan Ekspor Nikel Dipercepat: Banyak Eksportir Nakal

29 Oktober 2019 19:33 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, buka suara soal percepatan pelarangan ekspor bijih (ore) nikel per hari ini, Selasa (29/10).
ADVERTISEMENT
Menurut dia, keputusan yang diambil melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) lantaran melonjaknya ekspor komoditas tersebut.
Dari catatannya, selama dua bulan terakhir lonjakan ekspor bijih nikel naik tiga kali lipat atau menjadi 100-130 kapal ekspor per bulan. Padahal normalnya 30 kapal setiap bulan.
"Lonjakan luar biasa terjadi sudah dua bulan dari awal September. Itu merusak dan merugikan negara. Kamu (eksportir) manipulasi kadar dan kuota yang dijual," kata dia di kantornya, Jakarta, Selasa (29/10).
Lonjakan ekspor terjadi karena penambang berlomba-lomba menjual bijih nikel dalam jumlah besar. Bahkan melebih kuota yang diberikan pemerintah.
Jumlah ekspor yang melebih kuota terjadi akibat aturan pemerintah yang mempercepat larangan ekspor bijih nikel dari sebelumnya 2022 menjadi 1 Januari 2020.
ADVERTISEMENT
Aturan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2019 yang diterbitkan mantan Menteri ESDM Ignasius Jonan.
Lokasi tambang Nikel Milik PT Vale Indonesia Foto: Selfy Sandra Momongan/kumparan
Meski begitu, Luhut belum tahu berapa jumlah eksportir nikel yang nakal. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan KPK, Badan Keamanan Laut (Bakamla), Bea Cukai, dan Kementerian ESDM untuk memetakan perusahaan yang ekspornya melebih kuota.
Dia mengatakan pihak terkait akan meninjau langsung pembangunan smelter nikel yang ada di Indonesia. Sehingga perkembangan pembangunan pemurnian dan pengolahan bijih nikel di sana bisa terpantau.
"Lagi diteliti. Kementerian ESDM sedang teliti daftar perusahaan termasuk yang punya smelter dan KPK akan kunjungi. Cek. Sudah berapa persen. Kalau pembangunan sudah 80 persen itu dapat kuota berapa. Sesuai enggak?" ucapnya.