Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Marak Konser Musik, Hobi Anak Muda Bisa Jadi Cuan bagi Negara
18 Agustus 2024 8:48 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Hilir mudik para penyanyi atau band menggelar konser hingga festival musik semakin ramai. Kondisinya perlahan-lahan kembali seperti situasi sebelum COVID-19 yang membuat sebagian besar dari musikus mesti gantung gitar.
ADVERTISEMENT
Kini tiap akhir pekan, apalagi di kota besar, ada saja perhelatan konser musik. Gegap gempita festival musik terutama dirasakan oleh anak-anak muda di Jabodetabek.
Alvian Yoga (20 tahun) satu di antaranya yang rutin menonton konser musik. Ia biasanya menyiapkan Rp 150.000 untuk membeli tiket.
Tak hanya untuk tiket konser, dia juga harus menyiapkan budget sekitar Rp 150.000 untuk kebutuhan lain seperti makanan dan minuman.
"Nabung, disisihin dari uang jajan sehari-hari atau dari lama udah nabung buat nonton konser tertentu sih," ujarnya kepada kumparan.
Biasanya, ia hanya akan menonton konser-konser yang lagu-lagu atau musisinya sudah ia sukai. "Karena kalau tahu lagunya, kita bisa sing along bareng gitu," tuturnya.
Bila Alvian menyisihkan uang Rp 150.000 untuk tiket, Sekar (25 tahun) bisa merogoh kocek jutaan rupiah untuk konser yang ia ingin tonton.
ADVERTISEMENT
"Termahal pernah Rp 3,7 juta," ujarnya. Itu belum termasuk akomodasi dan transportasi saat ia pernah terbang ke Singapura untuk menonton konser penyanyi yang disukai.
Demi menonton konser musikus kesayangan, biasanya mereka akan menyisihkan uang terlebih dahulu. Bahkan ada yang mesti mengambil dari uang tabungan seperti yang dilakukan Vito Rakatama (22 tahun).
"Pasti nyiapin uang, konser kan tiket dari Rp 50 ribu sampai Rp 300 ribu ke atas. Saya nyiapin uang pasti sekali nonton tuh Rp 300 ribu sampai Rp 400 ribu atau sampai Rp 500 ribu mungkin ya kalau konser yang model seharian gitu. Kadang-kadang nabung dulu, kadang-kadang mengambil tabungan," ujarnya.
Berdasarkan data Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) FEB UI, pandemi COVID-19 yang diikuti dengan pembatasan sosial pada 2020 mengakibatkan penurunan bisnis live music senilai USD 30 miliar secara global. Pada tahun tersebut, bisnis ini hanya mampu menjual 13,4 juta tiket secara global, atau turun nyaris 80 persen akibat pandemi.
Setelah pandemi COVID-19 mereda, konser musik semakin menjamur di tahun ini. Konser musik domestik kembali rutin diadakan setiap tahun seperti PestaPora, We The Fest, Soundrenaline, hingga Synchronize Fest. Belum lagi konser tunggal, misalnya Ed Sheeran pada Maret 2024 dan Bruno Mars September 2024 mendatang.
ADVERTISEMENT
Wakil Kepala LPEM FEB UI, Mohamad Dian Revindo, mengungkapkan secara global, subsektor seni pertunjukan (live events) diperkirakan akan tumbuh rata-rata 16,8 persen setiap tahun, sedangkan subsektor musik akan tumbuh rata-rata 11,8 persen per tahun hingga 2030.
Angka tersebut, kata dia, jauh melampaui proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia keseluruhan yang diperkirakan tidak jauh dari kisaran 3 persen dan proyeksi pertumbuhan nasional yang pada kisaran 5 persen.
"Dengan demikian konser musik bisa menjadi salah satu kegiatan yang mendorong perekonomian," kata Revindo saat dihubungi kumparan, Kamis (15/8).
Revindo menuturkan, salah satu gambaran dampak ekonomi dari festival musik terlihat dari besaran perputaran uang atau ekonomi yang terjadi dan efek berganda (multiplier effect) terhadap sektor ekonomi lainnya.
ADVERTISEMENT
Untuk membuktikan hal tersebut, LPEM FEB UI sempat membuat simulasi dampak ekonomi dari penyelenggaraan konser band asal Inggris, Coldplay. Meskipun tidak selama di Singapura, satu hari konser Coldplay di Indonesia ternyata berefek cukup besar bagi perekonomian Indonesia.
Revindo memaparkan, pengeluaran penonton konser Coldplay untuk tiket, merchandise, akomodasi, transportasi, makanan dan minuman mencapai total Rp 496,5 miliar. Pengeluaran ini kemudian menjadi stimulus perekonomian.
Stimulus tersebut, lanjut dia, menciptakan dampak ekonomi berupa perputaran uang di Indonesia sebesar Rp 843 miliar, sebagiannya menjadi nilai tambah ekonomi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 434,65 miliar, serta pendapatan pekerja sebesar Rp 150,83 miliar.
"Setiap Rupiah yang dibelanjakan untuk konser musik akan menciptakan perputaran ekonomi 1,7 kali lipatnya, dan 51 persen dari perputaran uang tersebut menjadi nilai tambah yang menyumbang ke PDB nasional," ungkap Revindo.
ADVERTISEMENT
Selain dampaknya bagi perputaran uang, Revindo menyebutkan perhelatan konser musik juga tentunya menambah penerimaan negara, terutama dari pajak hiburan.
LPEM FEB UI mencontohkan, pada pertengahan tahun 2023, pemerintah daerah di Indonesia membukukan penerimaan Rp 640,8 miliar dari pajak hiburan, meningkat 68,8 persen dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Revindo menuturkan, pajak hiburan diperkirakan menyumbang 1,65 persen dari penerimaan pajak daerah. Khusus di DKI Jakarta diatur melalui Peraturan Daerah (Perda) No 3 Tahun 2015.
"Di DKI Jakarta, pergelaran musik internasional dikenakan pajak 15 persen per tiket," tuturnya.
Dari Kebutuhan Tersier Sampai Jadi Gaya Hidup
Ketua Asosiasi Promotor Musik Indonesia (APMI), Dino Hamid, mengakui sebelum pandemi COVID-19, konser musik merupakan kebutuhan tersier, namun saat ini sedikit demi sedikit menjadi tidak bisa terpisahkan dari gaya hidup.
ADVERTISEMENT
"Sekarang sudah jadi bukan tersier lagi tapi sudah jadi part dari gaya hidup. Orang datang ke festival tuh sudah kayak datang ke mal saja zaman dulu. Karena bukan cuma datang, tapi juga sosialnya, sudah jadi social culture sekarang," ucapnya.
Dino meyakini konser atau festival musik akan semakin masif ke depannya. Sebab, iklan atau brand akan semakin banyak mendukung kegiatan promotor, seiring dengan tingginya animo masyarakat.
Dengan demikian, dia juga optimistis dampak ekonomi dari perhelatan musik ini juga bisa terus terdongkrak. Pasalnya, banyak pihak ketiga yang bakal ketiban cuan dari konser musik, misalnya vendor panggung hingga UMKM dan hotel sekitar venue.
Dino pun memastikan, ekosistem industri yang dipupuk dari semakin maraknya perhelatan konser musik ini, bisa semakin besar dampak ekonominya bagi pihak ketiga, bahkan untuk negara.
ADVERTISEMENT
"Industri kita adalah industri ekosistem, jadi yang dihidupkan ya banyak jilid. Kayak tadi produksi, belum lagi media, media kena impact kan, terus ticketing system, FnB, UMKM, terus hospitality misalkan daerah itu ada hotel," ujar Dino.