Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Mari Elka: Ekonomi Negara Berkembang Masih Akan Terpuruk di 2022
14 Agustus 2021 12:21 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
World Bank Managing Director of Development Policy and Partnerships Mari Elka Pangestu mengatakan, proyeksi pemulihan ekonomi dunia utamanya didorong oleh Amerika Serikat. Memang saat ini AS sudah menunjukkan perbaikan seiring tingginya vaksinasi di sana.
"Memang sudah ada tanda-tanda pemulihan bahkan proyeksi untuk ekonomi dunia juga mengalami pemulihan pesat, terutama didorong AS dengan program stimulus yang besar dan tingkat vaksinasi yang tinggi di AS, dan didorong pertumbuhan di RRC," ujar Mari dalam acara Congress of Indonesian Diaspora, Sabtu (13/8).
Sayangnya, meski proyeksi ekonomi dunia mengalami perbaikan, namun perbaikan ini tak merata bagi negara berkembang. Bahkan di 2022, kata dia, ekonomi negara-negara berkembang masih akan terpuruk.
"Pemulihan ini sangat tidak merata, di mana negara sedang berkembang masih banyak yang akan tetap mengalami pertumbuhan yang lambat. Bahkan dua per tiga negara sedang berkembang tidak akan mencapai tingkat pendapatan per kapita sebelum pandemi. Di 2022 pun belum mencapai kembali situasi sebelum pandemi," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, ke depannya hal ini akan berdampak pada perlambatan pembangunan negara sedang berkembang.
"Bila tingkat kemiskinan dan dampak sistem kesehatan yang terkena disrupsi, education terdisrupsi, itu akan berdampak pada human capital yang akan akhirnya memperlambat pembangunan dan peningkatan pertumbuhan dan produktivitas," terangnya.
Maka itu penting untuk memeratakan penerimaan vaksin di berbagai negara. Sebab vaksinasi menjadi salah satu kunci untuk pemulihan ekonomi. Saat ini memang terjadi kesenjangan ketersediaan vaksin dengan negara maju. Misalnya saja di Afrika, kesediaan vaksin COVID-19 baru 1 persen, sedangkan negara maju mendapat porsi 60-70 persen.
"Sebetulnya kunci utamanya adalah tingkat vaksinasi dan seberapa jauh stimulus itu bisa dijalankan di masing-masing negara, dan negara sedang berkembang dalam situasi tidak menguntungkan," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Rata-rata negara sedang berkembang hanya memiliki kekuatan 4-5 persen dari PDB untuk melakukan fiskal stimulus termasuk social protection untuk masyarakat. Negara maju bisa 10-20 persen itu perbedaan utama dan vaksinasi," tutupnya.