Mau Ada Badan Penerimaan Negara, Prabowo Diminta Pungut Bea Masuk Impor Pangan

29 September 2024 13:52 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Siswa menyantap makanan saat mengikuti uji coba makan bergizi gratis di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 04 Cipayung, Jakarta Timur, Senin (26/8/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Siswa menyantap makanan saat mengikuti uji coba makan bergizi gratis di Sekolah Dasar Negeri (SDN) 04 Cipayung, Jakarta Timur, Senin (26/8/2024). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Langkah presiden terpilih, Prabowo Subianto, yang dikabarkan akan membuat Kementerian Penerimaan Negara dipandang menggambarkan sulitnya keuangan pemerintah RI di masa pemerintahannya nanti. Sementara, program-program pemerintahan tahun depan membutuhkan dana jumbo, salah satunya Makan Siang Bergizi dan Susu Gratis (MBG)
ADVERTISEMENT
Analis kebijakan sektor pangan, Syaiful Bahari memandang, ketimbang menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen dan melegalkan ekspor pasir laut untuk mendapatkan penerimaan, pengenaan bea masuk impor pangan bisa menjadi pilihan. Dia melihat, dari pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ini, pemerintahan Prabowo bisa membiayai program MBG.
“Biaya masuk impor pangan. Potensi penggalian keuangan negara melalui PNBP masih terbuka lebar di sektor importasi pangan. Bahkan pemerintahan Prabowo bisa melakukan subsidi program makan gratis dan bergizi yang sumber pendanaannya berasal dari pungutan tarif impor pangan,” kata Syaiful kepada kumparan, Minggu (29/9).
Syaiful menyoroti maraknya praktik mafia pangan yang menyebabkan tingginya harga pangan seperti bawang putih, buah-buahan, daging, gula dan lainnya di Tanah Air.
Prabowo rapat ke DPR jelang pelantikan, disambut meriah dan standing applause, Rabu (25/9/2024). Foto: Dok. Istimewa
Menurut dia, munculnya mafia tersebut bermula dari penetapan kuota impor dari pemerintah yaitu Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Alasan penetapan kuota impor tersebut adalah memperhatikan petani di dalam negeri yang menurutnya mengada-ngada.
ADVERTISEMENT
“Untuk komoditas pangan yang tidak mungkin berproduksi dengan baik dan tidak efisien memang tidak perlu ada kuota. Karena justru menjadi sumber permainan jual beli kuota oleh mafia pangan dan konsumen tidak mendapat harga yang murah bahkan para kartel memonopoli kuota untuk mempermainkan harga di dalam negeri,” terangnya.
Syaiful melihat, permasalahan permainan kuota impor oleh para mafia ini bukan hal yang baru. Sebab Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengurusi hal ini sejak lama.
“Bahkan Ombudsman menyampaikan total kerugian negara yang disebabkan malaadministrasi di kementerian dalam impor bawang putih mencapai Rp 4,5 triliun. Uang gelap yang beredar dalam jual beli impor pangan jika dikumpulkan dari beberapa komoditi maka bisa mencapai puluhan triliun setiap tahunnya,” jelas Syaiful.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, menurut Syaiful, ketika pemerintah menerapkan bea masuk, selain harga pangan di tingkat konsumen juga bisa lebih terjangkau dengan kualitas jempolan, pemerintah juga bisa mencatat penerimaan baru.
“Di sisi lain, negara mendapatkan pemasukan dari tarifisasi impor, uang gelap permainan kuota dapat dikembalikan kepada negara. Tarifisasi impor ini dapat menjadi objek kebijakan di Badan Penerimaan Negara,” tutup Syaiful.
Sebelumnya, Burhanuddin Abdullah yang merupakan Dewan Penasihat Prabowo menuturkan perlu ada semacam perubahan yang dilakukan di pemerintahan baru. Salah satunya adalah membuat kementerian yang mengurus penerimaan negara.
“Perlu ada semacam perubahan kelembagaan, yang pertama diubah adalah penerimaan negara,” kata Burhanuddin dalam UOB Economic Outlook 2025, Rabu (25/9).
Burhanuddin menjelaskan nantinya kementerian tersebut akan mengurus pajak, cukai, sampai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Kementerian baru tersebut akan menjadi pecahan dari Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
ADVERTISEMENT