Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.0
6 Ramadhan 1446 HKamis, 06 Maret 2025
Jakarta
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Maxim Minta DPR Atur Status Kemitraan dan Tarif Ojol di RUU Angkutan Jalan
5 Maret 2025 15:48 WIB
·
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
PT Teknologi Perdana Indonesia (Maxim Indonesia) meminta status mitra dan tarif ojek online (ojol ) masuk dalam pembahasan penyusunan Rancangan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ).
ADVERTISEMENT
Rancangan Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (RUU LLAJ) merupakan upaya pembaruan terhadap Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Head of Legal Department Maxim Indonesia, Dwi Putratama mengusulkan agar status hubungan kemitraan pengemudi perlu dimasukkan dan ditegaskan dalam RUU LLAJ.
“Status hubungan kemitraan tersebut perlu dan sudah semestinya dimasukkan dan ditegaskan dalam RUU LLAJ,” kata Dwi dalam rapat bersama komisi V DPR RI, Rabu (5/3).
Tak hanya status kemitraan, Maxim juga mengusulkan agar tarif dasar kendaraan roda empat juga dimasukan ke dalam RUU LLAJ. Saat ini ketidakseragaman regulasi tarif untuk layanan kendaraan Roda 4 atau angkutan sewa khusus di berbagai daerah menimbulkan ketidakpastian bagi mitra pengemudi dan aplikator.
ADVERTISEMENT
Setidaknya ada 9 provinsi yang telah mengeluarkan SK Gubernur yang masing-masing mempunyai formulasi biaya operasional kendaraan yang berbeda-beda.
“Nilai jarak tarif dasar atau tarif minimum itu ditetapkan dan berbeda-beda dan saling berlawanan atau tidak berkorelasi dengan peraturan Direktur Jendral Perhubungan Darat yang dikeluarkan di tahun 2017,” ujarnya.
Dwi menyatakan, pihaknya memahami bahwa kondisi pada tahun 2017 dengan kondisi saat ini memang telah mengalami perubahan ekonomi atau inflasi. Namun setidaknya pengaturan mengenai tarif ini harus didasarkan pada hal-hal yang memang sudah konkret.
“Seperti contohnya penetapan biaya operasional kendaraan, formulasi biaya operasional kendaraan. Oleh karena itu kami mengusulkan juga adanya sentralisasi regulasi tarif pelayanan roda empat,” kata Dwi.
Menurutnya, biaya operasional kendaraan dan tarif dalam pembagian zonasi harus dikembalikan serta ditetapkan oleh pemerintah pusat untuk mencegah disparitas antardaerah. Karena sering kali terjadi proses penentuan tarif ini dipengaruhi oleh hal-hal yang sifatnya non teknis.
ADVERTISEMENT
“Seperti tahun lalu dalam kondisi-kondisi yang memang situasinya juga lagi mungkin panas ya di Indonesia itu memang terjadi gejolak. Dan itu digunakan oleh masa-masa atau kelompok-kelompok yang memang menggunakan kesempatan tersebut untuk menuntut tarif yang kadang-kadang tidak masuk akal,” kata dia.