Mendag Lutfi Optimistis RI Jadi Voluntary Carbon Market Produktif di 2060

7 Oktober 2021 18:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi saat konferensi pers, Rabu (29/9). Foto: Kemendag RI
zoom-in-whitePerbesar
Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi saat konferensi pers, Rabu (29/9). Foto: Kemendag RI
ADVERTISEMENT
Menteri Perdagangan (Mendag) RI, Muhammad Lutfi yakin Indonesia dapat menjadi salah satu game changer dan pemimpin pada rencana Voluntary Carbon Market pada 2060. Melihat wilayah hutan yang luas, dirinya melihat peluang bagi negeri untuk mendukung pertumbuhan ekonomi sambil menjalankan komitmen keberlanjutan.
ADVERTISEMENT
Merujuk pada Kesepakatan Paris (Paris Agreement), Indonesia harus memotong 29 persen gas emisi rumah kaca pada 2023. Akan tetapi, Lutfi melihat adanya kesempatan untuk melakukan percepatan. Lewat bantuan dari negara-negara lain, ia yakin Indonesia bisa mengurangi emisi lebih cepat dari waktu yang ditentukan.
“Kalau kita mendapat bantuan dari negara-negara lain, kita bisa sampai 41 persen. Bahkan kita melihat, Indonesia bisa melaksanakan lebih dari 41 persen. Kalau untuk pengurangan hingga nol persen, kita mengikuti Tiongkok,” tutur Lutfi dalam Indonesia Knowledge Forum (IKF) X-2021, Kamis (7/10).
Lutfi menggunakan Amerika dan Eropa sebagai contoh kasus. Dalam Paris Agreement, negara-negara yang berada di dua benua ini memasang target untuk mengurangi carbon footprint hingga nol, atau ekuilibrium.
Ilustrasi wisatawan berperahu melintasi hutan hujan dengan perahu Foto: Shutter Stock
“Kalau kita melihat dari negara-negara maju di Eropa dan Amerika, mereka berjanji pada 2050 mereka akan punya carbon footprint nol atau ekuilibrium. Jadi kalau mereka menghasilkan emisi, mereka akan offset dengan cara voluntary carbon market,” jelasnya.
ADVERTISEMENT
Meskipun progres yang dihasilkan oleh negara lain lebih cepat, Lutfi tidak khawatir tertinggal. Alih-alih berlomba, ia ingin Indonesia melihat hal ini sebagai kesempatan emas.
Voluntary carbon market, kalau ini jalan, kami yakin Indonesia dapat menjadi sumber likuiditas daripada carbon credit tersebut. Kalau kita bisa jadi penghasil likuiditas utama, Indonesia bisa jadi yang terdepan,” kata Lutfi bersemangat.
Strategi ini tidak hanya dapat menjadi solusi bagi permasalahan Indonesia yang selama ini berusaha untuk meminimalisasi penebangan hutan dan deforestasi; Lutfi memiliki proyeksi Indonesia bisa memperoleh keuntungan yang sama besarnya, atau bahkan lebih, jika hutan beralih menjadi voluntary carbon market yang berkualitas.
“Bukan hanya deforestasi, tetapi menjaga lingkungan itu sendiri merupakan sebuah keuntungan,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Dalam upayanya, Kementerian Perdagangan (Kemendag) juga telah berdiskusi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KemenLHK) tentang peluang yang menanti di 2060 ini. Jika rencana mencetak zero carbon footprint terwujud di 2060 (sama dengan Tiongkok), wilayah hutan di Indonesia akan menjadi sasaran negara-negara di seluruh dunia.
“Bahkan saya ngomong sama Ibu Baya, Menteri LHK. Kalau diplomat-diplomat Indonesia berhasil meyakinkan orang-orang di luar negeri dengan voluntary carbon market Indonesia, orang akan datang ke KemenLHK. Kali ini bukan untuk izin memotong, tetapi untuk menanam dan menjaga hutan. Ini menjadi terobosan yang luar biasa,” tutupnya.