Mengenal SAF, Bahan Bakar Pesawat yang Digunakan Coldplay di Jet Pribadi Mereka

1 Desember 2023 11:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bioavtur J2.4 berbahan sawit sudah digunakan untuk pesawat propeler (baling-baling) CN 235-220 Flying Test Bed (FTB). Foto: Pertamina
zoom-in-whitePerbesar
Bioavtur J2.4 berbahan sawit sudah digunakan untuk pesawat propeler (baling-baling) CN 235-220 Flying Test Bed (FTB). Foto: Pertamina
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kelompok musik Coldplay sedang menjalani tour di berbagai negara, termasuk Jakarta pada Rabu (15/11). Untuk mengangkut mereka ke lokasi-lokasi konser, Coldplay menggunakan jet pribadi.
ADVERTISEMENT
Jenis pesawat itu dikenal memicu emisi karbon tinggi. Apalagi jika dihitung dengan keekonomian kapasitas angkut yang lebih sedikit, dibandingkan pesawat penumpang reguler yang bisa membawa ratusan penumpang dalam sekali terbang.
Koalisi Langit Bersih untuk Masa Depan, sebuah badan kerja di bawah World Economic Forum (WEF) menyebutkan, dalam sekali terbang selama beberapa jam, pesawat jet menghasilkan emisi yang jauh lebih besar dibandingkan rata-rata emisi yang dihasilkan penduduk di 56 negara berbeda, dalam setahun penuh.
Data WEF menunjukkan emisi karbon dari industri penerbangan terus naik dari tahun ke tahun. Pada 2018 misalnya, sebanyak 1,04 miliar ton CO₂. Angka itu naik 4 persen hingga 5 persen per tahun sejak 2010.
Emisi karbon dunia yang ditimbulkan dari sektor penerbangan menunjukkan kenaikan dari tahun ke tahun. Infografik: World Economic Forum
Coldplay dikenal sebagai kelompok musik yang peduli lingkungan. Mereka mengampanyekan aksi mengatasi perubahan iklim dan menekan emisi karbon. Meskipun dalam perjalanannya mereka menggunakan jet pribadi, namun bahan bakar yang digunakan adalah Sustainable Aviation Fuel atau SAF.
ADVERTISEMENT
"Untuk semua penerbangan, komersial dan charter, kami membayar biaya tambahan untuk menggunakan atau memasok Bahan Bakar Penerbangan Berkelanjutan (SAF), baik untuk penggunaan kami sendiri atau untuk penggunaan orang lain," tulis Coldplay dalam laman resmi mereka.

SAF Bahan Bakar Ramah Lingkungan untuk Pesawat

Grup musik Coldplay tampil di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Rabu (15/11/2023). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
SAF diklaim ramah lingkungan karena dibuat dari bahan baku nabati atau hewani, bukan fosil. Hal ini membuat SAF bisa mengurangi emisi gas rumah kaca dari sektor penerbangan hingga 80 persen, dibandingkan dengan bahan bakar pesawat jet biasa seperti avtur.
Bahan pembuat SAF bisa dari jagung, kedelai, atau kelapa sawit yang banyak dihasilkan di Indonesia. Bisa juga minyak jelantah, yang merupakan minyak nabati dari kelapa sawit. Perusahaan energi global BP misalnya, membuat SAF dari minyak jelantah dan campuran lemak hewan.
ADVERTISEMENT
Tapi SAF tetap harus dicampur dengan bahan bakar fosil untuk penerbangan. Peraturan di industri penerbangan saat ini, baru mengizinkan campuran SAF maksimal 50 persen dalam bioavtur. Tapi sebuah riset sedang dijalankan untuk bisa menggunakan 100 persen SAF pada 2030.
Untuk bisa memenuhi kategori sebagai SAF, bioavtur harus diukur bisa menekan emisi dari penerbangan hingga separuhnya. Namun beberapa penelitian menunjukkan, bahan bakar tersebut dapat menekan emisi hingga 80 persen.
Garuda Indonesia uji coba penggunaan bioavtur di pesawat B737-800 NG, Rabu (26/7/2023). Foto: Dok. Garuda Indonesia
Indonesia sendiri sudah menguji coba bioavtur berbahan minyak sawit untuk penerbangan. Maskapai Garuda Indonesia telah sukses menerbangkan pesawat Boeing 737 menggunakan SAF produksi PT Kilang Pertamina Internasional, untuk rute Soekarno-Hatta ke kawasan udara Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Kemudian penerbangan berpenumpang sukses dilakukan pada rute Soekarno-Hatta ke Adi Sumarmo, Solo, PP.
ADVERTISEMENT
Jika efektif menekan emisi, mengapa SAF belum banyak digunakan? WEF mengungkapkan penggunaannya baru 0,1 persen dari total konsumsi bahan bakar penerbangan di dunia.
Hambatan utamanya adalah karena biaya produksinya yang lebih mahal. “Belum ada bahan bakar penerbangan berkelanjutan yang harganya bisa kompetitif dengan avtur biasa,” kata CEO United Airlines, Scott Kirby, kepada Financial Times.
Sementara itu meski harganya murah, bahan baku limbah seperti minyak jelantah dan lemak hewan, tidak bisa terjamin volume pasokannya.