Menyoal Kemampuan Pemerintahan Jokowi Bayar Utang yang Tembus Rp 6.000 Triliun
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Dengan utang sebesar itu, rasio terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai 38,68 persen. Posisi rasio utang ini jauh lebih besar dari akhir 2019 yang hanya 29,8 persen terhadap PDB.
Dalam beberapa kesempatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, mengungkapkan salah satu penggunaan utang yang cukup besar adalah untuk membiayai penanganan dampak pandemi COVID-19.
“Secara nominal, posisi utang pemerintah pusat mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, hal ini disebabkan oleh pelemahan ekonomi akibat COVID-19 serta peningkatan kebutuhan pembiayaan untuk menangani masalah kesehatan dan pemulihan ekonomi nasional,” tulis Sri Mulyani seperti dikutip dari laporan APBN KiTA, Kamis (25/2).
Kemampuan Pemerintah Jokowi Bayar Utang
Terkait besaran utang Pemerintahan Jokowi, Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan Indonesia mempunyai kemampuan yang baik dalam membayar utang. Karena menurutnya, rasio pendapatan pajak terhadap utang Indonesia lebih baik dibandingkan negara lain, termasuk Singapura.
“Kita relatif lebih baik dan rasio penerimaan negara atau penerimaan pajak terhadap utang kita cukup bagus dibandingkan banyak negara,” kata Yustinus dalam webinar Kantor Staf Presiden di Jakarta, Selasa (23/2).
ADVERTISEMENT
Dalam paparannya, rasio pendapatan pajak terhadap utang Indonesia pada 2018 mencapai 38,32 persen. Posisi itu masih lebih baik dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia yang mencapai 21,83 persen, Singapura 11,93 persen. Bahkan, Thailand mencapai 35,73 persen, Filipina mencapai 36,98 persen dan Brasil mencapai 14,05 persen.
Utang Pemerintah di Mata Pengamat
Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira, menilai kenaikan rasio utang terhadap Indonesia sudah menjadi alarm buat pemerintah. Bhima berpendapat, batas aman utang jangan hanya dilihat dari rasio terhadap PDB, perlu dilihat juga indikator lain seperti kemampuan bayar utang atau Debt Service Ratio (DSR).
“DSR tier I Indonesia terus naik melebihi 25 persen, padahal negara seperti Filipina cuma 9,7 persen, Thailand 8 persen dan Meksiko 12,3 persen,” kata Bhima saat dihubungi kumparan, Jumat (19/2).
“Dengan melihat perbandingan DSR maka bisa dikatakan utang sudah jadi beban dan kemampuan bayar berkurang. Ini bisa dikatakan lampu kuning, sudah hampir lampu merah,” tambahnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu pengamat pasar modal dan industri keuangan, Profesor Adler H. Manurung, menilai total utang Pemerintah Jokowi yang bertambah itu masih aman. Sebab, rasionya terhadap produk domestik bruto (PDB) masih di bawah 60 persen seperti yang diperbolehkan dalam Undang-Undang Keuangan Negara.
Dia mengatakan, jika rasio utang terhadap PDB Indonesia baru 30 persen, tidak perlu dikhawatirkan. Karena sejumlah negara besar memiliki rasio utang lebih besar.
"Bila rasio ini dibandingkan dengan negara Amerika Serikat, Jepang, dan beberapa negara lain maka angka kita jauh lebih rendah. Jadi kita tidak perlu khawatir," kata dia kepada kumparan.
Selain dilihat dari rasio utang terhadap PDB, permasalahan utang pemerintah juga perlu diperhatikan dari segi pengusahaan dengan ukuran utang terhadap asset, yang dikenal dengan leverage. Aset pemerintah saat ini dilaporkan lebih dari Rp 10.000 triliun. Jika benar, artinya rasio utang terhadap aset kurang dari 30 persen, sangat kecil.
ADVERTISEMENT
***
Saksikan video menarik di bawah ini.