Menyoal Tax Amnesty Jilid III yang Mendadak Masuk Prolegnas

20 November 2024 8:30 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah orang di Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah orang di Kantor Pusat Ditjen Pajak. Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
ADVERTISEMENT
Pemerintah berencana memberikan pengampunan pajak lagi bagi orang kaya lewat Tax Amnesty jilid III. Kementerian Keuangan sebelumnya pernah memberikan kemudahan ini pada 28 Juni-31 Desember 2016 dan 1 Januari-30 Juni 2022.
ADVERTISEMENT
Kini, Tax Amnesty jilid III akan segera diteken dengan masuknya RUU ini ke dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025.

Pemerintah dan DPR Sepakat Tax Amnesty Masuk Prolegnas

Pemerintah bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sepakat untuk memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty dalam Prolegnas 2025.
"RUU Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty ini juga menjadi direkomendasikan untuk diusulkan oleh Badan Legislasi," ujar Tim Ahli DPR RI dalam Rapat Kerja Baleg DPR RI dengan Kemendagri, Kemhum, dan DPD RI, Senin (18/11) pukul 10.15 WIB.
Mulanya, dalam rapat pada pukul 10.15 tersebut, RUU Pengampunan Pajak tertulis sebagai usulan baru dari Baleg DPR RI. Namun pada rapat pukul 21.00 WIB mengenai pengambilan keputusan, RUU Pengampunan Pajak tertulis sebagai usulan dari Komisi XI DPR RI.
ADVERTISEMENT
Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan mengatakan, hal tersebut terjadi karena Komisi XI mengirimkan surat Nomor B/14608/LG.01.01/11/2024 tertanggal 18 November 2024 pukul 19.00 WIB, yang intinya adalah Komisi XI meminta agar RUU Pengampunan Pajak itu masuk sebagai Prolegnas Prioritas 2025.
"Terjadi dispute tadi karena jam 7 baru diajukan oleh Komisi XI," kata Bob.
Ketua Badan Legislasi DPR RI Bob Hasan di Kompleks Parlemen, Senayan, Selasa (19/11/2024). Foto: Haya Syahira/kumparan
Akhirnya rapat tersebut menyetujui RUU Pengampunan Pajak menjadi usulan Komisi XI. Sehingga jika draf usulan Prolegnas Prioritas 2025-2029 tersebut disetujui melalui Rapat Paripurna. Hal ini menjadikan Komisi XI bertanggung jawab menyiapkan draf sekaligus naskah akademik RUU Pengampunan Pajak.
"Kami harap hasil rapat kerja hari ini dapat ditetapkan dalam Rapat Paripurna. Kerja sama antara Baleg DPR RI, DPD, dan pemerintah terus berjalan dalam penyusunan Prolegnas Prioritas 2025-2029. Sekali lagi saya ucapkan terima kasih," kata Menteri Hukum Supratman Andi Agtas sebelum rapat berakhir.
ADVERTISEMENT
Selain Pengampunan Pajak, DPR dalam rapat paripurna ke-8 masa persidangan I tahun 2024-2024, Selasa (19/11), juga menyepakati daftar 40 Rancangan Undang-Undang (RUU) lainnya yang masuk dalam Prolegnas tahun 2025.

DPR Akui Tax Amnesty Masuk Prolegnas Secara Mendadak

Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mengakui rencana pengampunan pajak atau Tax Amnesty jilid III masuk Prolegnas 2025 secara mendadak.
"Di tengah-tengah itu kan memang kita tidak pernah merencanakan Tax Amnesty. Ini datang mendadak begini," katanya di Gedung Bappenas, Jakarta, Selasa (19/11).
Rencana yang mendadak itu terlihat ketika pemerintah dan Baleg mengusulkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty masuk prolegnas 2025 dalam rapat bersama, Senin (18/11) pukul 22:15 WIB.
Anggota DPR RI Misbakhun Foto: Amanaturrosyidah/kumparan

PPN Bakal Naik Jadi 12 Persen, Orang Kaya Malah Dapat Ampunan Pajak

Kesepakatan akan ditekennya aturan pengampunan pajak menjadi sorotan karena berbarengan dengan penetapan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen yang akan diterapkan 1 Januari 2025. Jadi, ketika masyarakat dihadapkan pada kenaikan PPN, orang kaya justru berpeluang mendapatkan pengampunan pajak.
ADVERTISEMENT
Namun sebagai anggota parlemen, Misbakhun menilai tarif PPN 12 persen sudah dibahas sejak lama, sejak 2021 saat Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) disahkan. Barulah 3 tahun kemudian alias 2024 akan diterapkan, meski pada akhirnya direncanakan pada tahun depan saat pemerintahan baru.
"Kalau yang kita sudah putuskan kan 12 persen itu kan sudah ada di undang-undang HPP. Nah itu kan program yang sudah direncanakan sejak 2021. Ya sudah," lanjutnya.
Informasi penting disajikan secara kronologis soal perdebatan kenaikan PPN 12 persen, kata dia, DPR menyerahkan ke pemerintah karena implementasinya dijalankan eksekutif sesuai UU. Sedangkan untuk rencana Tax Amnesty jilid III, karena diusulkan mendadak, selanjutnya akan dibahas teknis dalam rapat-rapat DPR mendatang bersama pemerintah.
ADVERTISEMENT
"Tujuannya amnesty itu adalah mencari jalan keluar, membangun tax base dan sebagainya. Nanti diskusi teknis," terangnya.
Misbakhun mengatakan pemerintahan Prabowo adalah pemerintahan yang visi dan misinya harus diakomodir dan sudah menjadi agenda reguler seperti pemerintahan sebelumnya.
"Kita tetap berusaha melakukan pembinaan untuk wajib pajak itu tetap patuh. Tapi pada saat yang sama kita juga harus memberikan peluang terhadap kesalahan-kesalahan yang masa lalu untuk diberikan sebuah program. Jangan sampai orang menghindar terus dari pajak, tapi tidak ada jalan keluar untuk mengampuni," jelasnya.

Warga Resah PPN Naik, Gaji Stagnan

Rencana disepakatinya RUU Pengampunan Pajak ini muncul di tengah keresahan sejumlah warga yang mengaku keberatan dengan kenaikan PPN menjadi 12 persen di 2025.
Seorang warga yaitu Rizki menilai kebijakan tersebut akan membuat masyarakat merogoh kocek lebih dalam dibandingkan sebelumnya. Akibatnya, menurut dia, kebijakan ini akan berujung pada penurunan daya beli masyarakat terhadap barang kebutuhan.
ADVERTISEMENT
"Jelas akan membebani masyarakat karena ketika kita membeli sesuatu barang ataupun makan, otomatis harus bayarnya lebih besar ketimbang sebelumnya. Ini tentunya akan mempengaruhi kemampuan atau daya beli masyarakat terhadap barang-barang kebutuhan, terutama kebutuhan yang pokok," kata Rizki kepada kumparan, Sabtu (16/11).
Dia memandang seharusnya pemerintah mengetok kenaikan PPN menjadi 12 persen bersamaan dengan kenaikan upah, tujuannya agar masyarakat tidak terbebani. Dengan kenaikan upah, tentu masyarakat mempunyai daya untuk membayar kenaikan PPN tersebut.
"Tapi dibarengin dengan adanya kenaikan upah minimum saya kira itu akan menjadi fair. Masalah persentasenya (kenaikan upah) mungkin itu bisa dihitung-hitunglah," ujarnya.
Selain itu, Rizki melihat kenaikan PPN menjadi 12 persen juga membuka kemungkinan akan menimbulkan gelombang PHK yang besar. Hal ini dikarenakan akan adanya tambahan beban pengusaha untuk membayar gaji karyawan, jika adanya kenaikan upah minimum.
ADVERTISEMENT
Senada dengan Rizki, warga lainnya yaitu Wati juga memandang rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PPN menjadi 12 persen di 2025 akan membebani masyarakat. Terlebih untuk membeli kebutuhan hidup, sementara penghasilan masih tetap.
"Pastilah sangat mempengaruhi dengan kebutuhan sehari-hari, karena semua produk naik, sementara penghasilan tetap. Jadi sangat mempengaruhi untuk kelangsungan hidup," kata Wati kepada kumparan.
Wati khawatir dengan kebijakan tersebut nantinya harga barang menjadi mahal, sedangkan upah yang tidak naik. Dia berharap dengan naiknya tarif menjadi PPN, tentu adanya penyesuaian terhadap upah karyawan agar mengurangi beban masyarakat.
"UMP harus (naik) supaya seimbang, harus ada kenaikan juga, menurut saya," ujarnya.