Meta PHK 12.000 Karyawan karena Ekonomi Global, Perusahaan Teknologi RI Aman?

9 November 2022 13:28 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Logo Meta, rebranding perusahaan Facebook. Foto: Dado Ruvic/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Logo Meta, rebranding perusahaan Facebook. Foto: Dado Ruvic/Reuters
ADVERTISEMENT
Ketidakpastian ekonomi global menjadi ancaman serius bagi perusahaan raksasa teknologi dunia. Induk Facebook, Meta, dikabarkan diam-diam melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) 15 persen pegawainya atau sekitar 12.000 orang.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad mengatakan, ketidakpastian ekonomi global akan memaksa perusahaan teknologi tersebut melakukan efisiensi.
"Kenapa melakukan efisiensi, pertama adalah ada proses manajemen internal, dilakukan assessment mana yang paling memberikan kontribusi dari sekian bisnisnya, Facebook dan WhatsApp," kata Tauhid kepada kumparan, Rabu (9/11).
Tauhid menilai, perusahaan melakukan respons terhadap prospek ekonomi ke depan. Untuk Meta, dia menilai perusahaan mengalami penurunan di sektor bisnis media sosial mereka sehingga efisiensi berupa PHK terpaksa dilakukan.
"Misal produk Meta, itu mulai terjadi penurunan di media sosialnya, kalah bersaing dengan bisnis platform dari Tiktok dan sebagainya, sehingga mereka harus melakukan efisiensi. Karena platform yang dia buat untuk mengalahkan Tiktok tidak berhasil. Jadi sudah mulai terjadi penurunan," ujarnya.
ADVERTISEMENT

Berimbas ke Indonesia

Suasana kantor Shopee Singapura. Foto: Shopee
Langkah Facebook melakukan PHK mengikuti perusahaan raksasa besar lain seperti Google dan Microsoft. Beberapa startup Indonesia juga mulai melakukannya dengan memangkas biaya pengeluaran untuk persiapkan kondisi makro ekonomi global.
Tauhid menilai, ketidakpastian ekonomi global juga berimbas ke Indonesia. Hal itu berpengaruh pada perusahaan teknologi yang tidak memiliki dasar bisnis yang fokus pada kebutuhan dasar konsumen, seperi transportasi, makanan, dan kebutuhan kemudahan belanja seperti sektor e-commerce.
"Bisnis yang berkembang di digital ekonomi kan paling besar di e-commerce. Dilihat tren yang meningkat, pertama e-commerce, kedua grocery, ketiga transport, dan terakhir food delivery. Kalau startup-startup yang tidak didasarkan pada 4 jenis tadi, itu sensitivitas pada faktor globalnya tinggi," ujarnya.
Alhasil, perusahaan-perusahaan startup di Indonesia yang tidak bisa berkembang mulai berguguran, PHK terjadi di mana-mana. Sepanjang tahun 2022 ini, kumparan mencatat setidaknya beberapa perusahan yang melakukan PHK seperti Shopee Indonesia, LinkAja, Zenius, Tokocrypto, JD.ID, hingga Pahamify.
ADVERTISEMENT

Investor Enggan Suntik Modal

Tauhid mengatakan, di tengah ketidakpastian ekonomi global ini investor akan selektif mendanai startup. Apalagi, model bisnis startup dikenal dengan bakar uang di awal. Tauhid menyebut, apabila bisnis startup yang dibangun masih banyak memiliki demand, maka investor akan tetap melirik.
"Tapi yang berbau travelling, finance, dan sebagainya itu sangat sensitif karena bagi konsumen mungkin itu bukan prioritas utama mereka," ujarnya.
Hal senada sebelumnya disinggung Petinggi Grup Northstar, Patrick Walujo, bahwa saat ini pendanaan untuk startup semakin sulit. Menurutnya, Investor modal ventura akan selektif melakukan pendanaan pada startup, menyusul Likuiditas di pasar global yang mulai mengetat akibat kebijakan moneter bank sentral di sejumlah negara.
Patrick Walujo ketika menyampaikan keterangan terkait investasi di Kampus Universitas Parahyangan (Unpar), Kota Bandung pada Senin (30/5/2022). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Berdasarkan data CB Insights, total pendanaan startup secara global mencapai USD 108,5 miliar pada kuartal II 2022, menurun 23 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya senilai USD 141,6 miliar.
ADVERTISEMENT
Penurunan tersebut menjadi yang terbesar secara kuartalan selama satu dekade terakhir. Alhasil, jumlah unicorn global juga menurun hingga 43 persen secara global yang hanya mencetak 85 pemain baru, jauh di bawah kuartal II 2021 sebanyak 148 unicorn.
Khusus di Indonesia, data DSInnovate DailySocial melaporkan terdapat 76 pendanaan ke startup Indonesia yang diumumkan ke publik pada kuartal I 2022.
Dari 50 pendanaan yang menyebutkan nominal, total investasinya sebesar USD 1,22 miliar. Angka ini lebih besar dari total investasi startup tahun lalu yang mencapai USD 554,7 juta dari 24 transaksi yang diumumkan nominalnya.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira sebelumnya juga menyinggung, bahwa Perusahaan modal ventura, Sequoia Capital telah memberikan peringatan, musim dingin di startup akan berlangsung lama dan meminta para CEO untuk segera lakukan pengurangan karyawan. Softbank sebelumnya tercatat membukukan kerugian USD 27 miliar atau setara Rp391,5 triliun. "Sinyal investasi di startup nampaknya mulai redup," tegas Bhima.
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudhistira. Foto: Muhammad Fadli Rizal/kumparan