Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
ADVERTISEMENT
CEO Freeport Indonesia, Tony Wenas , berencana membuat konser musik di puncak tambang tembaga dan emas Grasberg, Papua Tengah. Lokasi ketinggiannya mencapai 4.280 meter di bawah permukaan laut (MDPL).
ADVERTISEMENT
Puncak Grasberg salah satu yang tertinggi di dunia. Menjadi tempat Freeport melakukan eksplorasi, menambang, dan memproses bijih yang mengandung tembaga, emas, dan perak sejak 56 tahun lalu. Menghasilkan konsentrat tembaga dengan kandungan tembaga, perak, hingga emas.
Impian Tony menggelar konser musik di atas puncak gunung karena kecintaannya pada dunia seni ini. Dia juga ingin bisa memecahkan rekor dunia seandainya konser ini banyak dihadiri penonton.
Di Nepal, kata dia, pernah juga ada yang menggelar musik di atas ketinggian 6.000 MDPL, tapi tidak ada penontonnya. Kalau konser yang dia impikan bisa dihadiri 200 hingga 300 orang saja, katanya, bisa jadi rekor dunia. Tapi lebih dari itu, dia ingin memperlihatkan keindahan Indonesia di atas ketinggian puncak Grasberg.
ADVERTISEMENT
“Bukan soal (pecah) record-nya, tapi lebih pada keunikannya. Karena tambang Grasberg satu hal yang langka di dunia, (sebab) ada tambang tembaga di atas ketinggian 4.200 meter. I think we are the highest mining in the world. Bisa menunjukkan Indonesia bikin konser kelas dunia di atas ketinggian,” katanya dalam wawancara The CEO kumparan dikutip Jumat (5/5).
Bermusik memang menjadi bagian tak terpisahkan dari Tony. Dia sudah mengenalnya sejak usia 4 tahun dan mulai belajar gitar pada usia 10 tahun. Dia juga bisa memainkan piano saat masih belia.
Tak heran jika dia banyak dikenal musisi Indonesia. Dia pernah membentuk dan bergabung dalam sejumlah band seperti Solid’80, Nuklir, Treeb, hingga Happy Friends.
Mantan mahasiswa hukum Universitas Indonesia ini juga pernah tergabung dalam grup band Symphony bersama musisi Fariz RM dan membentuk grup kuartet The Gentlemen bersama Deddy Dhukun hingga Mus Mujiono. Albumnya pun banyak.
ADVERTISEMENT
Saat perayaan Freeport yang ke-56 tahun bulan lalu, Tony mengundang sejumlah musisi ke Grasberg. Di antaranya band Gigi, Andre Hehanusa, hingga musisi Dwiki Darmawan. Mereka bernyanyi bersama, menghibur pada pekerja Freeport dan kolega. Dengan musik juga, kita bisa menghilangkan stres dari pekerjaan.
"Musik bagian dari hidup saya. Saya mengatakan itu bukan hobi, tapi profesi. Yang lebih penting adalah bagaimana kita melakukan segala sesuatunya dengan hati gembira dan selalu bersyukur," terangnya.
Memimpin Freeport Layaknya Menjaga Orkestrasi Musik
Tony menjabat sebagai CEO Freeport sejak Desember 2018, saat saham perusahaan mayoritas dimiliki pemerintah melalui PT Inalum (Persero)—saat ini berubah menjadi MIND ID, holding induk BUMN tambang. Sebelum menduduki kursi puncak, dia lebih dulu menjadi Wakil Presiden Eksekutif Freeport Indonesia selama setahun lebih.
ADVERTISEMENT
Tony merasa ada kesamaan antara bermain musik dengan menjalankan perusahaan sebesar Freeport dengan segala macam tantangan di dalamnya. Mulai dari 29.000 karyawan yang berasal dari berbagai daerah, isu di Papua, hingga menggarap tambang bawah tanah yang jauh lebih sulit dibandingkan tambang terbuka.
“Saya selalu menganalogikan memimpin perusahaan seperti memimpin sebuah band atau sebuah orkestra. Si pemimpin tidak harus expert memainkan semua alat, tapi dia bisa tahu kapan si pemain gitar harus dominan, kapan keyboardist harus melakukan improvisasi sehingga tercipta harmonisasi. Itu juga yang penting dalam (menjalankan perusahaan),” katanya.
Harmonisasi ini terlihat dari latar belakang pendidikannya yang bukan seorang insinyur pertambangan, tapi bisa mengatur banyak orang di dalam area tambang. Dia juga bukan seorang akuntan yang ahli mengatur arus keuangan perusahaan.
ADVERTISEMENT
“Tapi kan it’s about managing people. Bagaimana saya bisa men-direct atau mengarahkan orang yang ahli di bidangnya supaya terjadi harmoni dalam perusahaan,” ujarnya.
Dengan aset yang dimiliki, bisnis Freeport sangat mahal dan berisiko gagal. Istilahnya high risk, high cost. Perusahaan harus merogoh kocek investasi USD 18,6 miliar atau setara Rp 282,32 triliun (kurs Rp 15.179) hingga tahun 2041 nanti, saat Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) berakhir.
Uang sebanyak itu dikeluarkan Freeport dengan rinci. Perusahaan melakukan detail perencanaan, mulai dari target produksi, target penjualan, dan keuntungan yang akan diterima. Termasuk dividen yang disetor ke kas negara.
Meski risiko berbisnis tambang dan bermain musik berbeda, tapi pengaturan pemain, konsep bermusik, penonton, hingga biaya yang dikeluarkan sama. Semua butuh perencanaan agar harmoni.
ADVERTISEMENT
“Kalau kita main band, kita berencana kira-kira mau konser di mana? Berapa orang penontonnya? Lagu apa saja yang perlu dibawakan supaya bisa sesuai dengan audience-nya kan? Hal-hal seperti itu juga dalam merencanakan tambang. Apa yang dilakukan ke depan, bagaimana caranya, siapa yang mengawasi? Seperti itu,” terangnya.
Saat ini Freeport memiliki izin menambang hingga 2041. Perusahaan dan pemerintah sedang berunding agar izin bisa diperpanjang lagi. Tapi belum ada keputusan final.