news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Moeldoko: Sawit Pisau Bermata 2, Menyejahterakan Tapi Berdampak ke Lingkungan

10 Februari 2021 14:16 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko. Foto: Dok. KSP
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Staf Kepresidenan RI Moeldoko. Foto: Dok. KSP
ADVERTISEMENT
Kepala Kantor Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut kelapa sawit seperti pisau bermata dua. Di satu sisi memberikan kesejahteraan bagi petani di dalamnya, tapi juga merusak lingkungan.
ADVERTISEMENT
Dari sisi positifnya, sektor perkebunan ini membuka banyak lapangan kerja. Sebab hingga Desember 2020, jumlah tenaga kerja di perkebunan sawit mencapai 16,2 juta orang.
Besarnya jumlah tenaga kerja di sektor ini seiring dengan terus bertambahnya luas lahan perkebunan sawit. Menurut Moeldoko, saat ini luas lahan kebun sawit mencapai 22,1 juta hektar yang tersebar dari Aceh hingga Papua.
"Pertumbuhan jumlah luas kebun ini bagaikan dua sisi mata pisau. Di satu sisi, kami paham sektor ini bawa dampak ekonomi dan kesejahteraan petani. Di sisi lain membawa dampak negatif bagi konservasi keanekaragaman hayati hutan, lahan, termasuk flora dan fauna di dalamnya," kata dia dalam Webinar Strategi Penguatan Kebijakan Pengelolaan Sawit Berkelanjutan, Rabu (10/2).
ADVERTISEMENT
Menurut Moeldoko, dinamika tantangan di sektor ini, termasuk dampak negatifnya terhadap lingkungan terus ada dan akan menguat jika petani dan pengusaha tidak memperbaiki tata kelola serta cara perolehan kebun. Dampak negatif sawit ini pun, kata dia, sudah menjadi isu internasional yang terus digaungkan negara-negara maju.
"Jadi (dampak) faktor lingkungan bukan hanya keberlanjutan, tapi juga soal asap kalau ada kebakaran (yang disorot negara lain)," lanjut Moeldoko.
Ilustrasi Kelapa Sawit Foto: Pixabay
Untuk itu, Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 mengenai Sistem Sertifikasi Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia atau Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO). Prinsip pelaksanaan ISPO di antaranya kepatuhan peraturan perundang-undangan, penerapan praktik perkebunan yang baik, dan pengelolaan lingkungan hidup.
Selain itu, prinsip dalam ISPO juga mencakup tanggung jawab ketenagakerjaan, tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, penerapan transparansi, dan peningkatan usaha secara berkelanjutan.
ADVERTISEMENT
Dari tujuh prinsip itu, Moeldoko menyebut masih ada tiga aspek yang harus dikuatkan sama-sama karena tidak berjalan baik. Pertama, pengelolaan aspek lingkungan hidup dan keanekaragaman hayati. Menurutnya, aspek ini selalu gagal dipahami pengusaha dan petani kelapa sawit karena tidak ada pengetahuan dan kurang alokasi dana khusus.
"Mohon jadi perhatian karena ini jadi salah satu senjata kita untuk hadapi tantangan internasional. Ketika kita bisa buktikan perkebunan sawit Indonesia memperhatikan aspek ini, akan mudah kita berargumentasi," ujarnya.
Isu kedua adalah pengelolaan dan tanggung jawab ketenagakerjaan. Aspek ini, menurut dia, selalu tertinggal karena pengusaha sawit menganggap ketika sudah memberikan gaji, maka kewajiban selesai. Padahal ada hal lain yaitu kebutuhan peralatan bagi pekerja, hak asuransi, dan hak hari tua pekerja.
ADVERTISEMENT
Ketiga, tanggung jawab sosial dan pemberdayaan ekonomi masyarakat. Aspek ini pun dianggap Moeldoko, selalu masuk ranah abu-abu karena tidak dipahami sebagai bertanggung jawab.
"Secara prinsip dalam aturan, aspek ini tanggung jawab adalah pengusaha atau petani. Jadi, fokus perhatian presiden adalah keberlanjutan kelapa sawit. Dalam perpres itu harus dipahami sebagai alat kontrol presiden terhadap isu kelapa sawit dan perlindungan ke petani kecil," ucap Moeldoko.