Moeldoko Sebut RI Tak Gagal Panen Sejak 2018, tapi Tetap Waspada Krisis Pangan

28 Juli 2022 19:20 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Moeldoko kenalkan 35 peserta Sekolah Staf Presiden. Foto: KSP
zoom-in-whitePerbesar
Moeldoko kenalkan 35 peserta Sekolah Staf Presiden. Foto: KSP
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko, memastikan pemerintah mewaspadai ancaman krisis global terutama pada sektor pangan. Apalagi, saat ini dunia sedang menghadapi krisis pangan sampai kenaikan harga energi.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Moeldoko mengatakan Indonesia tidak pernah mengalami gagal panen sejak tahun 2018 sampai saat ini. Menurutnya, hal itu disebabkan Indonesia selalu memasuki fenomena la nina di mana udara terasa lebih dingin atau mengalami curah hujan yang lebih tinggi.
"Kita tidak pernah gagal panen, karena relatif kita tidak impor beras akibat kita memasuki angin la nina. Kita memasuki situasi yang sangat baik karena tidak terjadi kekeringan," kata Moeldoko dalam KSP Mendengar: Krisis Pangan Global & Antisipasinya di Indonesia, Kamis (28/7).
Namun, kata Moeldoko, tidak menutup kemungkinan pada tahun depan terjadi gagal panen akibat fenomena el nino yang akan menyebabkan kekeringan. Apabila el nino terjadi, petani di Indonesia bisa saja akan mengalami gagal panen
ADVERTISEMENT
"Kalau tadi la nina itu musim hujan yang baik risikonya banjir, kalau el nino kekeringan risikonya tidak bisa nanam. Itu yang saya khawatirkan bisa-bisa bulan Desember tahun berikutnya terjadi el nino," jelas Moeldoko.
Moeldoko merasa negara produsen tidak mau menjual komoditasnya ke negara lain demi memenuhi kepentingan domestiknya. Ia mencontohkan saat perang antara Rusia dengan Ukraina yang membuat ekspor gandum terganggu.
"Padahal 30 persen dari negara tersebut kita impor dari sana untuk gandum," ujar Moeldoko.
Tidak hanya gandum, Indonesia juga tidak dapat mengimpor pupuk KCL dari Belarus. Biasanya, Indonesia membeli pupuk seharga USD 400 per ton, tetapi Amerika Serikat menghentikan transaksi dalam dolar AS akibat persoalan politik.
Untuk itu, Indonesia mengimpor pupuk dari negara lain dengan harga yang lebih mahal mencapai USD 900 per ton. Tentunya, kenaikan harga pupuk membuat produktivitas petani menurun.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, harga minyak dunia yang kian mahal mencapai USD 100 per barel menimbulkan kecenderungan pergeseran produk pertanian menjadi bio fuel. Moeldoko menambahkan, apabila terjadi pergeseran maka cadangan pangan global berkurang.
"Jadi tiga hal itu indikator maka kita harus mewaspadai semuanya," tandas Moeldoko.