MRT Jakarta Ciptakan Budaya Baru Transportasi di Ibu Kota

16 November 2019 16:03 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta, Muhammad Effendi. Foto: Moh Fajri/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta, Muhammad Effendi. Foto: Moh Fajri/kumparan
ADVERTISEMENT
Kemacetan di Jakarta masih menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan tidak hanya oleh pemerintah tetapi juga semua pihak terkait mulai dari swasta sampai masyarakat. Kemacetan tersebut tentu juga menimbulkan kerugian baik dari segi waktu, tenaga, sampai materi.
ADVERTISEMENT
Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta, Muhammad Effendi memaparkan, kemacetan yang ada di Jakarta tidak terlepas dari padatnya penduduk yang mencapai 10 juta lebih. Jumlah itu belum ditambah dengan warga kota lain yang mengadu nasib di ibu kota.
Kondisi tersebut diikuti dengan kendaraan pribadi di Jakarta yang selalu bertambah namun tidak diikuti dengan penambahan jalan yang maksimal. Menurutnya, jumlah penduduk yang menggunakan kendaraan pribadi masih sekitar 75 persen.
Sehingga, Effendi tidak heran kalau Jakarta selain macet juga polusinya cukup mengkhawatirkan.
“Dulu sempat nomor 7 sekarang nomor 3 kota dengan kondisi traffic yang terburuk, kemudian polusi kendaraan meningkat 80 persen, jadi besar sekali,” kata Effendi saat penyampaian materi dalam Program Journalist Fellowship 2019 di Depo MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan, Jumat (15/11).
ADVERTISEMENT
“Kita lihat kerugian dari kemacetan dan polusi tadi secara ekonomi itu Rp 65 triliun per tahun. Jadi besar banget ini,” tambahnya.
Ilustasi di depan Stasiun MRT Bendungan Hilir, Jakarta. Foto: Shutter Stock
Effendi menegaskan kondisi tersebut tidak bisa dibiarkan begitu saja. Ia berharap dengan diresmikannya pengoperasian MRT Jakarta oleh Presiden Joko Widodo pada Minggu, 24 Maret 2019 bisa perlahan mengurai permasalahan itu.
Setelah diresmikan, MRT Jakarta sebagai operator tidak ingin lama-lama selebrasi merayakan pengoperasian tersebut. Mereka langsung bergerak mewujudkan pelayanan transportasi publik yang maksimal untuk masyarakat.
Effendi mengungkapkan sampai saat ini pihaknya terus berbenah. Ia tidak ingin hanya sebagai operator saja, tetapi juga agen perubahan dengan mengangkat tagline #UbahJakarta.
“Kita mengubah orang dari culture yang lama ke culture yang baru,” sebutnya.
Direktur Operasi dan Pemeliharaan PT MRT Jakarta, Muhammad Effendi. Foto: Moh Fajri/kumparan
Effendi mengatakan dengan adanya MRT Jakarta membuat masyarakat mulai tidak ragu berpindah dari kendaraan pribadi ke transportasi umum. Hal itu, kata Effendi, bisa juga untuk mengurangi kemacetan dan polusi di ibu kota.
ADVERTISEMENT
“Adanya MRT itu jadi orang lebih suka naik kendaraan umum. Orang suka jalan karena waktu bangun MRT, pedestrian di Sudirman-Thamrin pun dibuat. Jadi sekarang orang senang sekali,” ujar Effendi.
Selain itu, ia merasa berbagai fasilitas MRT Jakarta sudah ramah untuk semua orang khususnya penyandang disabilitas. Effendi mencontohkan salah satunya adalah Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) di dekat Stasiun Bundaran HI yang diganti dengan pelican crossing.
“Kemudian ini jalan ini untuk pengguna sepeda,” kata Effendi sembari menunjukkan foto sebuah pedestrian di dekat Stasiun MRT.
Suasana di pintu masuk Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta Pusat. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Selain itu, Effendi menjelaskan budaya antre di MRT Jakarta juga sudah mulai dipraktikkan oleh para penumpang. Ia merasa awalnya para petugas selalu mengingatkan budaya antre tersebut kepada penumpang.
ADVERTISEMENT
Namun, perlahan para pengguna kereta MRT sudah mulai sadar. Sehingga tidak jarang antara penumpang saling mengingatkan terkait budaya antre.
“Bahkan kadang-kadang ada yang lucu, begitu dia enggak antre ada yang ngingetin ‘Mas awas Mas nanti viral’. Jadi di video di kirim (ke sosmed),” ungkap Effendi.
Menjaga kebersihan juga menjadi salah satu prioritas yang diterapkan di MRT Jakarta. Effendi mengungkapkan mulanya banyak masyarakat yang protes karena tidak ada tempat sampah di Stasiun MRT.
Padahal, kata Effendi, tidak adanya tempat sampah tersebut agar masyarakat tidak membuang sampah saat berada di stasiun.
“Awalnya ‘ini enggak benar’, lama-lama sudah terbiasa mereka ada sampah, dia beberapa penumpang dia bersihin, dia ambil sendiri,” terang Effendi.
Sejumlah warga antre untuk menaiki kereta MRT pada hari terakhir periode gratis di Stasiun MRT Bundaran HI, Jakarta, Minggu (31/3). Foto: ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto
Meski begitu, Effendi mengakui selalu ada tantangan dalam meningkatkan pelayanan untuk masyarakat di MRT. Ia pernah secara pribadi dihubungi melalui pesan WhatsApp karena tidak ada tutup tisu di toilet. Menurutnya hal itu menunjukkan ekspektasi masyarakat ke MRT Jakarta begitu besar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Effendi menceritakan pernah ada penumpang ibu-ibu yang melaporkan karena ada perempuan muda yang naik lift. Ternyata setelah diperiksa, perempuan muda itu mengalami sakit yang tidak memungkinkan naik tangga.
Untuk menghindari kejadian serupa, MRT Jakarta menyediakan pin khusus prioritas. Mereka yang merasa prioritas harus mendaftarkan diri ke petugas agar mendapatkan pin secara gratis.
Pin tersebut tidak boleh hilang. Apabila hilang, pemilik pin itu harus mau membayar denda yang bakal ditentukan pihak MRT Jakarta.
“Pin-nya enggak beli, gratis. Itu agar orang tahu (prioritas), kadang-kadang ada orang hamil muda mungkin mau duduk di prioritas enggak dikasih,” tutur Effendi.
Effendi memastikan akan terus menyiapkan langkah-langkah dalam memprioritaskan kenyamanan dan keamanan penumpang. Sehingga semakin banyak masyarakat yang beralih dari kendaraan pribadi menjadi transportasi publik.
ADVERTISEMENT