news-card-video
16 Ramadhan 1446 HMinggu, 16 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45

Nasib Pekerja RI: Gaji Segitu-gitu Aja, Tapi Kebutuhan Terus Naik

16 Maret 2025 11:57 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pekerja menyelesaikan produksi baju di CV Lima Satria di Gedebage, Bandung. Foto: Antara/Raisan Al Farisi
zoom-in-whitePerbesar
Pekerja menyelesaikan produksi baju di CV Lima Satria di Gedebage, Bandung. Foto: Antara/Raisan Al Farisi
ADVERTISEMENT
Farhan menghabiskan hari-harinya sebagai pramusaji di salah satu rumah sakit besar di Jakarta. Persoalan yang membuatnya cemas masih sama, yakni gaji tak kunjung naik meski biaya hidup selalu naik.
ADVERTISEMENT
Selama dua tahun bekerja dengan gaji di bawah Upah Minimum Provinsi (UMP), Farhan mengaku tak kunjung menunjukkan kenaikan yang signifikan. Ia mendapat gaji sekitar Rp 2,7 juta per bulan selama dua tahun ini dan tak kunjung naik.
“Sempet naik, naiknya di tengah-tengah sempat menyentuh Rp 3,5 tapi enam bulan setelahnya turun jadi Rp 2,7 juta lagi,” cerita Farhan kepada kumparan.
Sebagai pramusaji outsourcing, Farhan memang yang digaji berdasarkan kontrak antara vendor dengan rumah sakit. Stagnasi kenaikan gaji yang ia terima di tengah kenaikan biaya hidup membuatnya kesulitan menabung.
“Jadi ngaruh ke duit saving [lebih sedikit] aja sih. Nabung lebih sedikit di gaji yang segitu,” kata Farhan.
Sebagai pramusaji di rumah sakit, tak jarang Farhan juga menerapkan gaya hidup hemat atau istilahnya ‘frugal living’ untuk memenuhi isi perut. Contohnya, dia memilih untuk membawa bekal sendiri atau dengan makan makanan sisa lebih jatah pasien yang masih utuh.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Farhan tak habis akal. Ia melakukan berbagai hal untuk tetap bisa menabung dan memiliki dana darurat. Pria ini mencari keuntungan lewat jual beli barang bekas di Facebook.
Sejumlah buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) dan Partai Buruh menggelar aksi demonstrasi di Kedutaan Besar Malaysia pada Kamis (30/1/2025). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
“Meski kadang pasar enggak stabil, marketplace kadang rugi kadang untung,” ujar Farhan.
Selain Farhan, Caesar mungkin bisa dibilang lebih beruntung. Ia bekerja pada suatu agency periklanan sebagai Social Media Specialist. Perihal gaji, Caesar lebih besar dibanding Farhan karena gajinya sudah di atas UMR yang ada.
Meski demikian, Caesar juga mengalami persoalan yang sama yakni gaji yang tak kunjung naik. Ia pun masih mempertanyakan masalah ini kepada perusahaan tempat dia bekerja.
“Katanya ada penyesuaian setelah 6 bulan, nah gue sudah lebih [dari 6 bulan] cuma belum ada penyesuaian gaji, jadi gue masih mempertanyakan,” cerita Caesar.
ADVERTISEMENT
Walau gajinya masih stagnan, Caesar cukup bersyukur karena Ia saat ini belum memiliki tanggungan keluarga. Karenanya, Ia merasa Ia masih bisa hidup dengan gaji yang ada.
Meski demikian, Ia tak memungkiri jika suatu saat Ia memilih untuk menikah, gajinya saat ini tidak cukup.
“Apalagi nanti pas married, pasti enggak cukup, biayai hidup orang, rumah, listrik dan lain-lain pasti enggak cukup,” kata Caesar.
Caesar mengaku saat ini menahan diri untuk berbelanja. Ia lebih memilih fokus menabung dan investasi guna menghadapi gaji yang tak kunjung naik.
“Kalau gue sendiri gue usahain tiap bulan gua taruh situ (Reksadana) itu yang pertama. Yang kedua adalah mencari side job, itu yang terlihat. Kalau yang enggak terlihat nahan diri aja sih buat enggak belanja-belanja,” ujarnya.
Sejumlah buruh melakukan unjuk rasa di depan kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/2/2025). Foto: Sulthony Hasanuddin/ANTARA FOTO
Selain mereka berdua, cerita lain berasal dari Sagita yang saat ini bekerja di bidang pemasaran digital pada perusahaan interior rumah.
ADVERTISEMENT
Gita bersyukur karena Ia sudah sempat mengalami kenaikan gaji. Meski demikian, kenaikan gaji tersebut hasil melamar pekerjaan baru. Bukan dari negosiasi atau kebijakan di perusahaan.
“Saat pindah perusahaan, pernah meminta gaji di atas perusahaan sebelumnya. Cuma di perusahaan lama belum pernah, naiknya pas nego sama perusahaan lain,” kata Sagita.
Selama dua tahun berkarir, Sagita tidak hanya berpindah perusahaan sebagai upaya agar gaji bisa naik, cara lain yang Ia tempuh untuk menambah penghasilan adalah menjadi freelance. Terkait ini, Sagita saat ini juga menjalani aktivitas sebagai admin creator di CapCut.
Hanya Naik Rp 500 Ribu Sejak 2020
Ilustrasi Buruh Pabrik. Foto: Wulandari Wulandari/Shutterstock
Perihal pertumbuhan gaji rata-rata buruh atau karyawan di Indonesia sejak 2020, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat terdapat 1 kali penurunan dan 3 kali kenaikan sejak 2020 sampai 2024.
ADVERTISEMENT
Pada tahun 2020 ke 2021 berdasarkan rata-rata survei BPS setiap bulan Agustus di setiap tahunnya, gaji rata-rata turun dari Rp 2.756.345 ke Rp 2.736.463. Sementara untuk tahun-tahun berikutnya gaji terus naik walau tidak terlalu signifikan.
Di tahun 2021 - 2022 tercatat kenaikan dari Rp 2.736.463 ke Rp 3.070.75, selanjutnya 2022 - 2023 naik dari Rp 3.070.756 ke Rp 3.178.227 dan 2023 - 2024 naik dari Rp 3.178.227 ke Rp 3.267.618. Sejak 2020 sampai 2024 rata-rata gaji karyawan dan buruh di Indonesia hanya tumbuh Rp 511.273.
Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (ASPIRASI) Mirah Sumirat menilai seharusnya perusahaan sudah memiliki proyeksi jangka panjang 5-10 tahun untuk menaikkan gaji pekerja tiap tahun. Apalagi kenaikan gaji setiap tahun juga didukung oleh regulasi UMP dari Kemenaker.
ADVERTISEMENT
“Kalau setahun (perencanaannya) bukan perusahaan, itu warung kopi,” kata Mirah.
Untuk hal ini, Mirah juga mengatakan perusahaan harus memiliki struktur skala upah agar gaji karyawan bisa terus naik. Penerapan UMP seharusnya hanya berlaku bagi pekerja di bawah satu tahun dan masih lajang atau belum menikah.
“Tapikan pada akhirnya dalam tanda kutip pekerja terima aja meski sudah bertahun-tahun UMP, padahal aturan main juga ada yaitu struktur skala upah di mana bagi pekerja yang di atas satu tahun tidak boleh sama (dengan UMP),” ujarnya.
Jika gaji pekerja hanya stagnan di UMP, kata Mirah hal ini justru bisa berdampak buruk karena daya beli dapat semakin rendah sehingga pada akhirnya barang dan jasa dari industri tidak terserap.
ADVERTISEMENT
Serupa dengan Mirah, Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Riden Hatam Aziz menyebut stagnasi gaji sebagai masalah serius. Menurutnya, kenaikan gaji yang minim akan memukul daya beli masyarakat.
“Yang pada akhirnya berpengaruh negatif terhadap perusahaan karena turunnya konsumsi masyarakat,” kata Aziz.
Maka dari itu selain harus mematuhi aturan mengenai UMP, perusahaan dinilai harus tetap merundingkan kenaikan gaji bersama para pekerja setiap tahunnya.
Stagnasi Gaji Bisa Hambat Pertumbuhan Ekonomi
Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda. Foto: Rizka Khaerunnisa/Antara
Stagnasi gaji dapat berdampak negatif pada daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi. Ekonom CELIOS, Nailul Huda, menyebut kondisi ini mengindikasikan penurunan pendapatan disposibel masyarakat.
"Bahkan inflasi lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan gaji. Artinya, kenaikan gaji hanya menutup kenaikan harga barang, bukan meningkatkan konsumsi. Secara agregat, daya beli masyarakat melemah," ujar Nailul.
ADVERTISEMENT
Ia menekankan bahwa konsumsi rumah tangga menyumbang 50% terhadap PDB, sehingga stagnasi gaji dapat menghambat pertumbuhan ekonomi. Jika daya beli melemah, pertumbuhan ekonomi berisiko kurang optimal.
Menanggapi hal ini, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menjelaskan bahwa pemerintah hanya mengatur penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) setiap tahun.
Kepala Biro Humas Kemnaker, Sunardi, menambahkan bahwa kenaikan gaji di luar UMP merupakan bagian dari perjanjian antara pemberi kerja dan pekerja. "Perusahaan wajib menyusun dan menerapkan struktur skala upah sesuai mekanisme yang diatur," katanya.