Nelayan NTT Menangkan Gugatan di Pengadilan Australia, Ada Luhut di Baliknya

20 Maret 2021 10:10 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Foto: Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi
zoom-in-whitePerbesar
Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan. Foto: Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Investasi Luhut B Pandjaitan menyambut baik putusan pengadilan federal Australia di Sydney yang memenangkan gugatan 15.000 petani rumput laut dan nelayan NTT atas kasus tumpahan minyak yang diduga disebabkan oleh perusahaan asal Thailand, PTT Exploration and Production (PTTEP).
ADVERTISEMENT
Hakim Pengadilan Federal David Yates mengatakan bahwa tumpahan minyak tersebut menyebabkan kerugian secara material dan menyebabkan kematian serta rusaknya rumput laut yang menjadi mata pencaharian para petani.
“Ini berawal dari pembentukan Satuan Tugas yang kami bentuk pada Agustus 2018. Satgas yang saat itu dipimpin oleh Deputi Bidang Koordinasi Kedaulatan Maritim saat itu, Saudara Purbaya Yudhi Sadewa langsung bekerja untuk menyatukan pandangan pemerintah dan nelayan di Laut Timor yang menjadi korban tumpahan minyak tersebut,” ujar Luhut dalam keterangan tertulisnya, Jumat (19/3).
Satgas bentukan Luhut pun kala itu langsung mengumpulkan data dan bukti yang dibutuhkan agar mereka punya dasar yang kuat di pengadilan. Setelah itu Satgas melakukan dialog dengan otoritas terkait dan mendukung gugatan yang diajukan masyarakat NTT ke pengadilan federal Australia.
ADVERTISEMENT
Adapun data yang dikumpulkan Satgas untuk menjadi dasar tuntutan tersebut adalah data dari citra satelit LAPAN, data sampel minyak di Pulau Rote, data kualitas air serta data dari dampak kerugian sosial ekonomi yang ditanggung masyarakat di wilayah Timor Barat. Satgas juga membantu koordinasi pengiriman ahli-ahli dari lembaga peneliti terkemuka di Indonesia untuk menjadi saksi di sidang pengadilan di Australia.
Nelayan di Pulau Rinca, NTT. Foto: Ema Fitriyani/kumparan
Ketua Satgas Purbaya Yudhi Sadewa pun menyatakan bahwa kasus tersebut cukup penting bagi Indonesia. Untuk itu pihaknya pun berusaha keras agar bisa memenangkan kasus di pengadilan.
“Kasus ini amat penting untuk Indonesia. Kemenko Marves melakukan koordinasi secara maksimal untuk memastikan segala sumber daya yang ada untuk dijadikan dasar gugatan, agar masyarakat NTT menang di pengadilan Australia,” ujar Purbaya.
ADVERTISEMENT
Seperti diketahui, kasus ini berawal dari tumpahan minyak yang terjadi pada pada 21 Agustus 2009 saat anjungan minyak di lapangan Montara milik perusahaan asal Thailand, PTT Exploration and Production (PTTEP), meledak di lepas landas kontinen Australia. Tumpahan minyak dengan volume lebih dari 23 juta liter mengalir ke Laut Timor selama 74 hari. Tumpahan minyak itu juga berdampak hingga ke pesisir Indonesia. Luas tumpahan diperkirakan mencapai kurang lebih 92 ribu meter persegi.
Satgas menemukan ada 13 kabupaten di NTT yang terkena dampak dari kasus Montara. Ketua Yayasan Peduli Timor Barat Ferdi Tanone yang juga anggota Satgas mengatakan ia sudah dihubungi oleh pengacara yang mewakili di pengadilan siang tadi.
"Saya menyambut baik putusan pengadilan ini, selanjutnya kami sedang menunggu sikap dari PTTEP," katanya.
ADVERTISEMENT
Hakim David Yates dalam putusannya menyatakan bahwa PTTEP tidak menyanggah bukti bahwa mereka telah lalai dalam operasinya di ladang minyak Montara. Akibat kelalaian itu pengadilan menghukum perusahaan tersebut untuk memberi ganti rugi sebesar Rp 252 juta (AUD 22.500) kepada penggugat utama dari gugatan kelompok (class action). Atas putusan ini PTTEP menyatakan akan melakukan banding.