Nilai Tukar Petani Naik Tipis dan Harga Gabah Turun per Oktober 2024

1 November 2024 13:21 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petani Suparlan mengangkat padi apung yang telah di panen. Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petani Suparlan mengangkat padi apung yang telah di panen. Foto: Bayu Pratama S/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) membeberkan ada kenaikan Nilai Tukar Petani (NTP) Oktober 2024 0,33 persen dibandingkan dengan September 2024, jadi 120,70.
ADVERTISEMENT
Plt. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Amalia Adininggar Widyasanti membeberkan kenaikan NTP ini disebabkan oleh Indeks Harga Terima Petani (IT) lebih tinggi yaitu sebesar 145,56 ketimbang Indeks Bayar Petani (IB) yang sebesar 120,54.
“Kenaikan nilai tukar petani atau NTP terjadi karena indeks harga yang diterima petani atau IT naik sebesar 0,38 persen yang lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga yang dibayar petani atau IB yang sebesar 0,04 persen,” kata Amalia di Kantor Pusat BPS, Jumat (1/11).
Komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan IT secara nasional adalah kelapa sawit, karet, bawang merah, dan tomat. Peningkatan NTP tertinggi pada subsektor tanaman perkebunan rakyat naik sebesar 1,65 persen, didorong oleh kelapa sawit, karet, dan kelapa.
ADVERTISEMENT
Kemudian penurunan NTP terdalam terjadi pada subsektor tanaman pangan yang turun sebesar 0,46 persen. Penurunan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun sebesar 0,38 persen sedangkan indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,08 persen.
Komoditas yang dominan mempengaruhi penurunan IT subsektor ini adalah gabah, jagung, dan ketela pohon.
Pekerja mengusung alat pemisah gabah di Desa Teja Timur, Pamekasan, Jawa Timur, Selasa (25/5/2021). Foto: Saiful Bahri/ANTARA FOTO
Sebanyak 25 provinsi mengalami kenaikan NTP dengan peningkatan tertinggi di Riau sebesar 3,18 persen, didorong oleh kenaikan harga komoditas kelapa sawit dan karet.
Sementara itu, 12 provinsi mengalami penurunan NTP dengan penurunan terdalam terjadi di Sulawesi Tenggara sebesar 2,07 persen yang disebabkan oleh penurunan harga komoditas seperti kakao, coklat biji, dan gabah. Selain itu, ada satu provinsi yang tidak mengalami perubahan NTP yaitu DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut Amalia juga menjelaskan Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP) Oktober 2024 tercatat sebesar 122,78 atau naik 0,35 persen dibandingkan September 2024.
“Kenaikan NTUP terjadi karena indeks harga yang diterima petani mengalami kenaikan sebesar 0,38 persen lebih tinggi dari kenaikan indeks Biaya Produksi dan Penambahan Barang Modal atau BPPBM yang sebesar 0,02 persen,” imbuhnya.
Penyebab kenaikan BPPBM nasional adalah upah pemanenan, bibit bawang merah, benih padi, dan upah membajak. Sedangkan komoditas yang dominan mempengaruhi kenaikan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal adalah upah menuai atau memanen.
“Penurunan NTUP terdalam terjadi pada subsektor tanaman pangan yang turun sebesar 0,40 persen. Penurunan ini terjadi karena indeks harga yang diterima petani turun sebesar 0,38 persen sedangkan indeks biaya produksi dan penambahan barang modal mengalami kenaikan sebesar 0,02 persen,” jelas Amalia.
Plt. Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Selasa (15/10/2024). Foto: Ave Airiza Gunanto/kumparan
Sebanyak 25 provinsi mengalami kenaikan NTUP dengan peningkatan tertinggi di Riau sebesar 3,10 persen. Sementara itu, ada 12 provinsi mengalami penurunan NTP.
ADVERTISEMENT
Penurunan terdalam terjadi di Sulawesi Tenggara sebesar 1,93 persen. Sama seperti NTUP, ada satu provinsi yang tidak mengalami perubahan NTP yaitu DKI Jakarta.

Harga Gabah per Oktober 2024

Amalia mengatakan harga Gabah Kering Panen (GKP) pada Oktober 2024 Rp 6.422 per kg turun sebesar 0,85 persen secara month to month (mtm) dari Rp Rp 6.478 per kg dan sebesar 6,25 persen secara year on year (yoy) dari Rp 6.851 per kg.
Sementara, Gabah Kering Giling (GKG) Rp 7.089 per kg turun sebesar 0,07 persen secara mtm dari Rp 7.094 per kg dan turun sebesar 7,97 persen secara yoy dari Rp 7.703 per kg.
“Untuk rata-rata harga beras di penggilingan pada bulan Oktober 2024 mengalami penurunan sebesar 0,34 persen secara month to month dan turun sebesar 3,08 persen secara year-on-year,”
ADVERTISEMENT
Kemudian di tingkat grosir terjadi deflasi sebesar 0,35 persen secara mtm, tetapi mengalami inflasi sebesar 1,86 persen secara yoy.
“Di tingkat eceran mengalami deflasi sebesar 0,08 persen secara mtm tetapi secara yoy mengalami inflasi sebesar 3,83 persen,” tutup Amalia.