OJK Buka Suara soal Bank Asal AS-Eropa Hengkang, Asia Makin Gencar ke RI

9 Oktober 2024 7:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2023, Senin (6/2/2023). Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Dian Ediana Rae di Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan 2023, Senin (6/2/2023). Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) buka suara soal maraknya bank asing asal Amerika hingga Eropa yang hengkang atau menutup kantor cabang hingga melebur bisnisnya di Indonesia. Sebaliknya, bank-bank Asia justru makin gencar berekspansi ke Indonesia.
ADVERTISEMENT
Beberapa bank asing yang melebur bisnis maupun meninggalkan Indonesia di antaranya Citibank asal Amerika, Rabobank Internasional Indonesia asal Belanda, Bank Commonwealth asal Australia, hingga The Royal Bank of Scotland (RBS) asal Skotlandia.
Sementara itu, bank-bank Asia justru marak mengakuisisi bank domestik. Di antaranya, KB Kookmin Bank asal Korea Selatan yang mengakuisisi Bank Bukopin, bank terbesar kedua di Jepang, Sumitomo Mitsui Banking Corporation (SMBC) yang mengakuisisi Bank Tabungan Pensiunan Negara Tbk (BTPN), hingga Bangkok Bank mengakuisisi Bank Permata.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae mengatakan, hal tersebut terjadi lantaran investor bank asal Amerika hingga Eropa memiliki kebijakan yang berbeda dengan investor bank di Asia.
ADVERTISEMENT
"Ini kebijakan sentral dari banknya. Dan sebenarnya kebijakan ini enggak berlaku di Indonesia saja, semua. Mereka (investor barat) realize bersaing di ritel dengan bank lokal berat sekali. Sehingga mereka mengatakan, kita konsentrasi saja di korporat," ujar Dian saat Focus Group Discussion dengan Redaktur Media di Grand Hyatt, Jakarta, Selasa (8/10).
Dian juga menjelaskan, bank-bank asing asal Amerika hingga Eropa cukup berat dengan target tahunan, karena target bank ini biasanya dalam jangka waktu yang panjang. Ia mencontohkan, bank asal Australia ditarget selama 30 tahun untuk membenahi ekonomi negaranya, sehingga saat itu banyak melakukan ekspansi dengan membuka kantor cabang di berbagai negara, termasuk di Asia.
"Bank-bank di negara barat itu karena mereka heavy kepada performance, yearly performance, profitabilitas yang mereka dapat, sering sekali dicek oleh investor, melihat berapa sih keuntungannya, kenapa segini, jadi mereka dikejar target sedemikian rupa, sehingga mereka enggak sanggup berkompetisi di market kita," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, Dian menyebut perbankan di Indonesia memiliki kinerja yang baik dan banyak dilirik asing. Namun demikian, pergantian pemerintah ini membuat investor wait and see untuk melihat kebijakan pemerintah Indonesia di sektor keuangan ke depannya.
Hingga Agustus 2024, likuiditas industri perbankan dinilai masih memadai meski termoderasi, dengan rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) masing-masing sebesar 112,92 dan 25,37 persen.
Kinerja perbankan Indonesia juga tetap stabil dengan tingkat profitabilitas ROA (Return on Asset) sebesar 2,69 persen dan permodalan (CAR) perbankan yang tinggi sebesar 26,78 persen.
Kredit perbankan tumbuh sebesar 11,40 persen (yoy) menjadi Rp 7.508 triliun pada Agustus 2024. Sementara Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh sebesar 7,01 persen (yoy) menjadi Rp 8.650 triliun.
ADVERTISEMENT
Kualitas kredit juga tetap terjaga dengan rasio Non Performing Loan (NPL) net perbankan sebesar 0,78 persen dan NPL gross sebesar 2,26 persen. Selanjutnya Loan at Risk (LAR) menunjukkan tren penurunan menjadi 10,17 persen.