Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Isu pembubaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK ) terus bergulir. Presiden Jokowi disebut-sebut tengah mempertimbangkan mengamputasi lembaga ini dan mengembalikan fungsi pengaturan dan pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan di sektor Perbankan, sektor Pasar Modal, dan sektor Industri Keuangan Non Bank (IKNB) ke Bank Indonesia.
ADVERTISEMENT
Menilik sejarahnya, OJK lahir di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2011. Saat itu, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sepakat membentuk lembaga ini.
Setelah itu, dibuatlah Undang-Undang tentang OJK pada 2012. Adanya dasar hukum tersebut, OJK resmi mengemban tugas dan peran pengawasan pasar modal yang selama ini dijalankan Badan Pengawas Pasar Modal serta Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) di bawah Kementerian Keuangan.
Tak hanya menjalankan tugas Bapepam-LK, setahun kemudian, pengaturan dan pengawasan perbankan yang sebelumnya dijalankan BI, dialihkan ke OJK. Kini, belum genap 10 tahun, isu lembaga yang didirikan di era SBY ini bakal dibubarkan di masa pemerintah Presiden Jokowi kian santer.
Presiden Jokowi Disebut Tak Puas dengan Kinerja OJK
Berdasarkan dua sumber Reuters, Kamis (2/7), mengungkapkan pertimbangan itu muncul di tengah kekhawatiran mencuatnya masalah keuangan di tengah wabah virus corona.
ADVERTISEMENT
"BI sangat senang dengan ini. Tapi akan ada tambahan target kerjanya. Supaya BI tidak hanya menjaga nilai tukar dan inflasi, tetapi juga pengangguran," kata orang kedua, mengacu pada indikator kinerja utama Bank Indonesia.
Hingga kini, Bank Indonesia maupun juru bicara Kepresidenan tidak menanggapi permintaan tanggapan atas informasi ini. Demikian juga juru bicara OJK menolak berkomentar tentang isu tersebut.
Ketua MPR Dukung Jokowi Bubarkan OJK
Niat Presiden Jokowi untuk mengembalikan fungsi pengawasan perbankan ke Bank Indonesia dari OJK, mendapat dukungan Ketua MPR Bambang Soesatyo.
Bahkan pria yang akrab disapa Bamsoet itu mendorong tak hanya fungsi pengawasan bank saja, namun pengawasan dan hal lainnya yang melekat di OJK bisa dikembalikan kepada Bank Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Skandal Jiwasraya hanyalah bagian kecil dari sengkarut yang menimpa OJK. Alih-alih menjadi pengawas yang kredibel dalam menjaga uang masyarakat yang berada di perbankan, pasar modal, asuransi, dana pensiun, lembaga pembiayaan, pegadaian, dan lembaga jasa keuangan lainnya, OJK malah menjadi duri dalam sekam," ujar Bamsoet, di Jakarta, Sabtu (11/7/20).
Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu menyatakan, DPR bersama pemerintah bisa membubarkan OJK, baik melalui Perppu ataupun perangkat kebijakan lainnya.
Pemerintah menurutnya tak perlu ragu membubarkan OJK yang notabene dibentuk melalui Undang-Undang Nomor 21 tahun 2011.
Ekonom Peringatkan Jokowi: Pembubaran OJK Bisa Picu Kepanikan
Sebelum isu ini mencuat, OJK memang menjadi sorotan usai terbongkarnya kasus Jiwasraya . Lembaga ini dinilai gagal mengawasi investasi pada BUMN asuransi tersebut.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, pembubaran OJK dinilai banyak ekonom Indonesia sebagai langkah terburu-buru, karena saat ini ekonomi nasional sedang terpuruk akibat COVID-19.
Pembubaran OJK, bisa berpotensi kepanikan di masyarakat dan menggoyahkan kepercayaan sektor keuangan nasional.
"Jika OJK dibubarkan saat krisis ekonomi dan krisis pandemi, maka persepsi nasabah dan investor akan memandang kondisi keuangan di Indonesia sudah gawat sampai OJK perlu dibubarkan. Ini bisa memicu kepanikan di pasar keuangan sekaligus penarikan uang besar-besaran akibat ketidakpercayaan masyarakat," kata Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira kepada kumparan beberapa waktu lalu.
Hal senada diungkapkan Pengamat Ekonomi Syariah Institut Pertanian Bogor, Irfan Syauqi Baek. Menurut dia, Jokowi terlalu tergesa-gesa jika membubarkan OJK saat ini. Pembubarannya harus dikaji lebih dalam, termasuk dampaknya ke depan.
ADVERTISEMENT
Jika keputusan itu diambil di tengah situasi ekonomi yang sedang sulit, akan merusak kepercayaan masyarakat terhadap industri keuangan. Ujungnya, akan menimbulkan kepanikan di masyarakat dan pemerintah harus bekerja keras mengembalikan kepercayaan pasar.
Live Update