Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
OJK Masih Dalami Dugaan Pelanggaran Cara Tagih Utang RupiahPLus
3 Juli 2018 15:59 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) angkat bicara terkait fenomena layanan pinjam uang tunai berbasis teknologi atau fintech lending. Seperti diketahui, belakangan ini RupiahPlus tengah menjadi sorotan lantaran cara penagihan yang dilakukan perusahaan dinilai mengganggu masyarakat yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Direktur Pengaturan dan Pengintaian Fintech OJK, Hendrikus Passagi, mengatakan saat ini otoritas keuangan masih terus melakukan pemeriksaan lebih lanjut mengenai laporan masyarakat terhadap RupiahPlus .
"Setiap informasi yang beredar di masyarakat atau viral di media sosial, secara khusus mengenai fintech lending, menjadi perhatian serius kami dalam mengevaluasi kinerja usaha dan kepatuhan penyelenggara fintech lending pada peraturan perundang-undangan yang berlaku," kata Hendrikus kepada kumparan, Selasa (3/7).
Menurut dia, pihaknya telah melakukan pertemuan dengan pihak-pihak terkait. Adapun dalam pertemuan tersebut OJK melakukan melakukan uji silang dengan RupiahPlus dan juga Asosiasi Fintech.
Dalam pertemuan tersebut, kata dia, RupiahPlus mengakui kesalahan dalam melakukan penagihan yang dinilai berlebihan. Adapun dugaan tindakan pelanggaran yang merugikan masyarakat pengguna jasa RupiahPlus dilakukan oleh pegawai termasuk pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan penagihan.
ADVERTISEMENT
Terkait sanksi, Hendrikus enggan mengatakan apakah RupiahPlus akan dikenakan sanksi atau tidak. Dia mengaku masih akan melakukan penelusuran lebih lanjut. Menurut dia, sebelum mengambil tindakan atas informasi yang beredar, OJK sebagai regulator tentunya harus melakukan pengecekan terlebih dahulu.
"Kami sebagai regulator wajib melalukan cross check atau uji silang untuk meyakinkan bahwa informasi tersebut dapat menjadi bukti hukum yang kuat sebagai dasar hukum bagi kami dalam menetapkan setiap sanksi," kata dia.
Live Update
Pada 5 November 2024, jutaan warga Amerika Serikat memberikan suara mereka untuk memilih presiden selanjutnya. Tahun ini, capres dari partai Demokrat, Kamala Harris bersaing dengan capres partai Republik Donald Trump untuk memenangkan Gedung Putih.
Updated 5 November 2024, 21:56 WIB
Aktifkan Notifikasi Breaking News Ini