OJK: Per Februari 2019, Kredit Macet Fintech Capai 3,18 Persen

28 Maret 2019 19:26 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Foto: Anggi Dwiky Darmawan/kumparan
ADVERTISEMENT
Industri teknologi finansial (tekfin) atau financial technology (fintech) berbasis peer to peer (P2P) lending makin berkembang pesat.
ADVERTISEMENT
Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menunjukkan, pertumbuhan fintech peer to peer (P2P) lending atau pinjaman online cukup pesat dengan total pinjaman outstanding baik yang sudah lunas maupun belum mencapai Rp 7,05 triliun per akhir Februari 2019. Angka tersebut meningkat 600 persen secara year on year (yoy).
Meski demikian, Deputi Komisioner Stabilitas Sistem Keuangan OJK Yohannes Santoso mengakui, peningkatan penyaluran kredit tersebut dibarengi juga peningkatan kredit bermasalah atau Non Performing Financing (NPF) sebesar 3,18 persen. Sementara untuk penyaluran kredit yang kurang lancar mencapai 3,17 persen.
"Kalau diparalelkan dengan bank, jumlah keduanya 6,35 persen (NPF dan kredit kurang lancar), cukup tinggi dibandingkan dengan bank," ungkap Yohannes di Gedung OJK, Kompleks BI, Jakarta, kamis (28/3).
ADVERTISEMENT
Sebagai perbandingan, Yohannes menyatakan, per Februari 2019, Non Performing Loan (NPL) atau kredit macet perbankan tercatat sebesar 2,59 persen dengan NPL nett sebesar 1,17 persen.
Ilustrasi Fintech. Foto: Shutter Stock
Santoso menjelaskan, tingginya rasio kredit macet fintech peer to peer lending disebabkan oleh tingginya risiko penyaluran kredit melalui platform pinjaman online tersebut. Meskipun, Yohannes mengakui nominal kredit yang disalurkan oleh pinjaman online lebih rendah dibandingkan dengan perbankan.
Pada Oktober 2018 lalu, rasio kredit macet fintech peer to peer lending masih di kisaran 1 persen. Besarnya lonjakan rasio kredit macet disebabkan Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) belum memiliki batasan wajar tingkat NPF selayaknya perbankan.
"Perbankan sudah ada angka tresshold tidak boleh lebih dari 5 persen dan itu munculnya bertahun-tahun BI dan OJK punya angka itu. Fintech kan baru berapa tahun, untuk bisa mencapai angka yang wajar normal itu perlu waktu," ujar Santoso.
ADVERTISEMENT
Menurutnya, agar pihak asosiasi bisa menjaga rasio kredit macet, mereka perlu untuk membuat sebuah pusat data seperti Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK sehingga antara penyelenggara jasa pinjaman online bisa saling menukar informasi debitur.
"Dan mereka sudah punya komitmen kuat untuk membuat semacam SLIK, jadi bisa saling tukar informasi untuk mengubah NPF besar," tandasnya.