Pelaku Usaha Sebut Cukai Plastik Bisa Buat RI Banjir Impor

8 Juli 2024 16:37 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Karyawan melintas di depan lemari pendingin minuman kemasan di salah satu gerai Alfamart di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (20/2). Foto:  ANTARA FOTO/Nova Wahyud
zoom-in-whitePerbesar
Karyawan melintas di depan lemari pendingin minuman kemasan di salah satu gerai Alfamart di Palembang, Sumatera Selatan, Kamis (20/2). Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyud
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Ketua Asosiasi Olefin, Aromatik dan Plastik Indonesia (Inaplas), Fajar Budiono, mengatakan bila cukai plastik dikenakan di Indonesia berpotensi Indonesia akan banjir produk plastik jadi.
ADVERTISEMENT
Fajar menjelaskan industri harus membangun pabrik baru bila cukai plastik diberlakukan karena ketentuannya produk plastik yang dikenakan cukai harus dibedakan sehingga industri perlu bangun pabrik baru dengan investasi mesin yang baru.
"Investasi baru lagi. Ini otomatis pasti akan drop. Kalau drop, impor barang jadi plastik bisa naik. Bisa masuk, baik yang resmi atau tidak resmi (ilegal impor). Yang tidak resmi ini banyak sekali," kata Fajar saat diskusi di Kantor Kementerian Perindustrian, Senin (8/6).
Adapun salah satu alasan pemerintah mengenakan cukai plastik ini adalah untuk mengatasi masalah lingkungan. Fajar menilai semestinya yang dilakukan pemerintah adalah dengan mengoptimalkan industri pengolahan daur ulang plastik dalam negeri.
"Kalau cukai plastik untuk lingkungan seyogyanya hidupkan industri daur ulang. Sekarang ini kapasitas industri daur ulang kita 2 juta ton, tapi mengolahnya hanya di bawah 1,5 juta ton, karena bahan baku industri olahan belum bagus, karena kebiasaan kita buang sampah belum dibedakan," kata Fajar.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea dan Cukai, Askolani, menyebut penerapan cukai plastik dan minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) berpotensi mundur lagi. Mulanya, kebijakan ini akan diterapkan pada 2023, namun rencana itu tak jadi dan berpotensi mundur hingga tahun 2025.
"Target bisa kita sesuaikan, kan kita kebijakan harus lihat kondisi di lapangan," kata Askolani kepada wartawan di Kompleks Parlemen RI, Senin (10/6).
"Kebijakan ini disiapkan untuk 2025. Kalau sampai 2024 enggak bisa jalan. Kita antisipasi lah, tergantung pemerintah," imbuhnya.