Pembatasan Jam Operasional Ritel Dipandang sebagai Kebijakan yang Wajar

5 Mei 2024 16:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi memakai masker di pasar swalayan. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi memakai masker di pasar swalayan. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Ekonom memandang kebijakan Pemerintah Daerah (Pemda) yang mengatur jam operasional ritel modern sebagai kebijakan yang wajar. Hal ini menanggapi dibatasinya jam operasional ritel modern dalam Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Klungkung, Bali Nomor 13 Tahun 2018 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Rakyat, Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan.
ADVERTISEMENT
Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi di The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Andry Satrio Nugroho melihat, hal ini wajar dilakukan oleh Pemda.
Menurutnya, warung rakyat sebagai penggerak perekonomian masyarakat memang layak bahkan harus untuk diberikan perlakuan khusus.
“Sebetulnya para pelaku warung tradisional ini kan perlu diberikan keleluasaan ya,” kata Andry kepada kumparan pada Minggu (5/5).
Hal ini dikarenakan menurutnya, tanpa keleluasaan jam operasional ini, warung tradisional akan tergerus oleh gempuran pertumbuhan jaringan ritel.
“Karena tentunya kalau misalnya tidak diberikan privilege tertentu tentu pastinya akan kalah dengan ritel modern gitu, jadi menurut saya ini hal-hal yang sangat wajar,” jelasnya.
Warung Madura yang dijaga Eka di daerah Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Foto: Retyan Sekar Nurani/kumparan
Dalam Perda Kabupaten Klungkung nomor 13 tahun 2018 tersebut dijelaskan jam operasional ritel modern seperti Minimarket, Hypermarket, Department Store dan Supermarket untuk hari Senin sampai dengan Jumat, pukul 10.00 WITA sampai dengan pukul 22.00 WITA.
ADVERTISEMENT
Sedangkan untuk hari Sabtu dan Minggu atau akhir pekan harus beroperasi minimal pukul 10.00 WITA sampai dengan pukul 23.00 WITA.
“Untuk hari besar keagamaan, libur nasional atau hari tutup tahun buku/tutup tahun akuntansi sampai dengan pukul 00.00 WITA,” tulis poin 2 Pasal 4 beleid tersebut.
Senada dengan Andry, Ekonom sekaligus Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira juga memandang sah-sah saja Pemda setempat mengatur jam operasional ritel modern, sementara warung rakyat tidak.
Terutama jika di daerah tersebut, pertumbuhan ritel modern yang menjamur telah perlahan menggerus warung-warung rakyat. Bhima bahkan menyebut hal ini merupakan hak Pemda setempat.
Hypermart Foto: jogjacitymall.com
“Perlakuan berbeda soal jam operasional ritel modern dan warung rakyat merupakan hak tiap Pemerintah Daerah dengan alasan tertentu,” kata Bhima.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, juga melihat ada perbedaan sasaran konsumen antara ritel modern dengan warung rakyat. Bhima kemudian mencontohkan sasaran konsumen ritel modern dan warung rakyat di Bali.
Menurutnya, ritel modern akan lebih dicari oleh wisatawan mancanegara, daripada warung rakyat.
Sehingga, menurutnya tidak adanya aturan mengenai operasional warung rakyat dapat dipandang sebagai insentif untuk menggerakkan perekonomian daerah skala mikro.
“Diferensiasi pasar tetap terjadi dan untungkan ritel modern meski jam operasional dibatasi sehingga tidak perlu ada pengaturan berlebihan ke warung rakyat,” tutup Bhima.