Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Pemerintah Batasi Smelter Feronikel Agar Cadangan Nikel Tak Cepat Habis
8 Maret 2023 19:01 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Staf Khusus Menteri ESDM Bidang Percepatan Tata Kelola Minerba, Irwandy Arif, menuturkan pembahasan moratorium smelter yang memproduksi nikel kelas dua tersebut sudah dilakukan di tingkat Kemenko Bidang Maritim dan Investasi dan melibatkan empat kementerian.
"Pembahasan dilakukan Kementerian ESDM untuk masalah pembatasan pembangunan smelter yang berdasarkan proses pirometalurgi, yang produknya kira-kira ke arah NPI dan feronikel," ujarnya saat workshop E2S, Rabu (8/3).
Irwandy belum bisa membeberkan kapan target kebijakan ini resmi diterapkan, lantaran pemerintah masih menunggu data komprehensif terkait jumlah sumber daya, cadangan, smelter, dan serapan smelter per tahun.
Dia mencontohkan, serapan bijih nikel untuk memproduksi NPI dan feronikel saat ini mencapai 160 juta ton. Jika semua pembangunan smelter dilakukan, serapannya bisa mencapai 450 juta ton. Di sisi lain, cadangan bijih nikel Indonesia hanya 5,2 miliar ton.
ADVERTISEMENT
"Bisa bayangkan bagaimana cepatnya (cadangan) habis, smelter masih ada tapi tidak ada lagi input bijih kalau eksplorasi dan penemuan cadangan baru tidak ada. Ini cukup kritis kondisinya kalau kita tidak ambil suatu langkah," ujarnya.
Sebelumnya, Menteri ESDM Arifin Tasrif buka suara mengenai rencana pembatasan pembangunan smelter RKEF. Produk dari smelter tersebut bisa menghasilkan berbagai produk seperti stainless steel. Dengan begitu, melalui kebijakan tersebut, industri stainless steel juga akan semakin terbatas.
"Kita bukan enggak boleh lagi (membangun smelter RKEF), tapi kan sudah kebanyakan, kita kan punya yang kadar nikel tinggi ada batasannya," ujarnya kepada wartawan di kawasan Gedung Sate Bandung, Minggu (4/12).
Dia menjelaskan, sumber daya mineral nikel yang dimiliki Indonesia sangat besar, sehingga sayang sekali jika hanya diproduksi menjadi produk nikel kelas dua yang kadarnya rendah. Hal ini juga seiring dengan didorongnya ekosistem industri baterai kendaraan listrik.
ADVERTISEMENT
Salah satu bahan baku baterai lithium untuk kendaraan listrik adalah nikel sulfat dan kobalt sulfat yang harus diproses menggunakan smelter berteknologi High Pressure Acid Leaching (HPAL). Sehingga, smelter ini yang nanti akan lebih digenjot pemerintah.
"Itu bagusnya bisa dipakai untuk memproduksi hilir yang lebih mempunyai nilai tambah. Jadi ini ada lagi yang industri lagi di bawahnya sehingga bisa membuka lapangan pekerjaan. Pengusaha juga untung karena kelipatan nilai tambahnya sangat besar," jelas Arifin.
Live Update