Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pemerintah Diminta Batasi Produksi dan Jumlah Smelter Nikel untuk Pulihkan Harga
26 Desember 2024 16:20 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Indonesia disebut-sebut menjadi biang kerok anjloknya harga nikel karena produksi yang terlampau melimpah. Sebagai produsen utama, Indonesia menyumbang setengah dari total produksi nikel dunia.
ADVERTISEMENT
Cadangan nikel di Indonesia mencapai 21 juta ton atau 24 persen dari total cadangan dunia. Pada 2023, volume produksi nikel di Indonesia mencapai 1,8 juta metrik ton, menempati peringkat pertama dengan kontribusi 50 persen dari total produksi nikel global.
Ketua Indonesia Mining & Energy Forum (IMEF), Singgih Widagdo, menuturkan seiring dengan sayup-sayup pembahasan pemangkasan produksi nikel, pemerintah juga seharusnya mengelola jumlah fasilitas pemurnian alias smelter nikel.
"Menurut saya bukan saja sisi produksi, tapi jumlah smelter pun harus juga dikelola. Jika tidak, justru produksi tetap saja meningkat untuk memenuhi seluruh smelter yang ada," katanya saat dihubungi kumparan, Kamis (26/12).
Singgih menjelaskan, sebagai pemilik cadangan nikel terbesar di dunia, Indonesia sudah semestinya menjadi penentu harga bahan baku baterai kendaraan listrik tersebut dengan menyeimbangkan antara pasokan dan permintaan.
ADVERTISEMENT
"Volume produksi memang semestinya harus seimbang dengan demand global. Bagaimanapun, oversupply justru akan menekan harga, apa pun komoditasnya, termasuk nikel," tuturnya.
Keseimbangan antara pasokan dan permintaan nikel itu, lanjut dia, bisa dilakukan dengan pengurangan volume produksi agar rasio umur cadangan menjadi panjang, sambil menunggu kemajuan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah komoditas nikel.
Dengan begitu, dia menilai pekerjaan tersebut harus menjadi sinergi antara Kementerian ESDM dari sisi hulu pertambangan bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dari sisi industri turunannya.
"Perindustrian semestinya bisa memperluas demand, semi fabrikasi dan fabrikasi, dan pemetaan produk industri dari mineral logam apa pun, selanjutnya menjadi arah bagi ESDM dalam melakukan investasi dalam eksplorasi," jelas Singgih.
Singgih menegaskan, volatilitas harga nikel kerap terjadi pada sisi hulu sampai tahap pemurnian. Untuk itu, pemangkasan produksi dinilai pilihan yang tepat jika diiringi dengan pembatasan jumlah smelter.
ADVERTISEMENT
"Menurunkan produksi harus diarahkan untuk mengelola harga dan sekaligus memperpanjang rasio umur produksi, sambil menunggu seberapa besar demand produksi di dalam negeri meningkat, sehingga sangat optimal bagi investasi, pajak, serapan tenaga kerja dan lainnya," ujarnya.
Di sisi lain, jika pemerintah tidak jadi memangkas produksi nikel tahun depan, Singgih membuka peluang harga nikel akan terus berfluktuasi. Namun, hal ini juga akan dipengaruhi oleh faktor lain, termasuk kondisi perekonomian China sebagai konsumen utama logam dasar.
Pemerintah China sempat menggelontorkan paket stimulus ekonomi di pertengahan tahun ini sebagai solusi pelemahan ekonomi. Singgih menilai, hal itu bisa meningkatkan serapan logam dasar China.
"Pertengahan tahun harga memang naik tajam, bisa jadi saat itu menguat akibat kebijakan stimulus agresif China saat meningkatkan serapan logam dasar mereka," tandas Singgih.
ADVERTISEMENT
Untuk membantu meningkatkan harga nikel, pemerintah dikabarkan tengah membahas pemangkasan produksi nikel besar-besaran di tahun depan, menjadi sekitar 150 juta ton saja. Namun, hal tersebut dibantah oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara (Minerba) Kementerian ESDM, Tri Winarno.
Tri menegaskan alih-alih memangkas produksi nikel, pemerintah masih akan memantau lebih lanjut kepatuhan perusahaan melaksanakan target produksi sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran dan Belanja (RKAB).
"Kalau tujuannya pemangkasan belum ya, tapi kami memang akan melakukan evaluasi kepatuhan kewajibannya (perusahaan)," ujar Tri saat dihubungi kumparan, Kamis (26/12).
Tercatat, harga nikel anjlok hingga 45 persen pada tahun 2023 dan masih belum kunjung pulih tahun ini. Pada penutupan perdagangan Senin (23/12), harga nikel berdasarkan situs tradingeconomics berada di level USD 15.430 per ton. Dalam setahun ke belakang, harga nikel turun sekitar 5 persen.
ADVERTISEMENT