Pemerintah Diminta Perpanjang Insentif Pajak UMKM di 2025

25 November 2024 13:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kementerian BUMN kembali menggelar Bazar UMKM untuk Indonesia edisi 9-12 November 2023 di Sarinah Jakarta. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Kementerian BUMN kembali menggelar Bazar UMKM untuk Indonesia edisi 9-12 November 2023 di Sarinah Jakarta. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Pemerintah diminta memperpanjang fasilitas tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5 persen bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Pasalnya dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 23 Tahun 2018, kebijakan tarif pajak 0,5 persen untuk omzet di bawah Rp 4,8 miliar berlaku hingga akhir 2024.
ADVERTISEMENT
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan, insentif bagi UMKM ini mestinya diperpanjang. Tak hanya itu, Bhima bahkan mengusulkan agar pemerintah memberikan tarif yang lebih rendah sebagai stimulus kepada para pelaku UMKM agar bisnisnya tetap bisa berjalan.
"Jadi bukan hanya PPh 0,5 persen harus dicegah, sehingga tidak naik tahun depan, tapi disarankan PPh UMKM itu diturunkan menjadi 0,1 sampai 0,2 persen dari omzet," kata Bhima dalam keterangannya, Senin (25/11).
Ia mengungkapkan, pertimbangan berikutnya adalah UMKM membutuhkan stimulus fiskal yang jauh lebih besar karena UMKM akan terkena dampak secara langsung dari kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai tahun depan. Selain itu, pertumbuhan kredit UMKM juga tengah melambat.
ADVERTISEMENT
"Jadi perlu dukungan stimulus perpajakannya berpihak kepada UMKM. Yang terpenting UMKM ini patuh dalam membayar pajak, jadi semakin rendah tarifnya dia semakin patuh membayar pajak. Kepatuhan dari sisi UMKM ini akan mendongkrak penerimaan pajak dibandingkan tarifnya dinaikan," ujarnya.
Ia menjelaskan, UMKM harus mendapatkan perlindungan dari pemerintah. Apalagi dengan serapan 117 juta tenaga kerja atau 97 persen di sektor ini, ia berharap, insentif yang lebih rendah akan memberi kepastian bagi UMKM.
"Bukan hanya mencegah PPh UMKM dinaikan di 2025 tapi juga memastikan tarifnya lebih rendah lagi, sehingga serapan tenaga kerja di UMKM bisa meningkat untuk kompensasi terjadinya PHK di sektor industri padat karya," kata dia.
Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto juga mengatakan, sebaiknya insentif ini diperpanjang mengingat UMKM masih memerlukan dukungan fiskal, khususnya UMKM di sektor-sektor yang belum pulih dari pandemi. Jika dicabut, maka beban UMKM akan bertambah dan semakin sulit bersaing dengan non UMKM.
ADVERTISEMENT
"Insentif ini lebih ke UMKM, kalau ke pembeli/konsumennya ya sebaiknya PPN tidak perlu dinaikkan dulu, tunda sampai ekonomi membaik, tumbuh di sekitar enam persen" tambah Eko.
Sebelumnya, Kementerian UMKM berencana mengusulkan perpanjangan tarif pajak penghasilan (PPh) 0,5 persen untuk pelaku usaha mikro kecil dan menengah. Kebijakan perpanjangan PPh 0,5 persen dianggap penting bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp 4,8 miliar supaya tetap mendapatkan insentif pajak yang meringankan beban usaha.
Menteri UMKM Maman Abdurrahman menyampaikan bahwa pihaknya sedang berdiskusi dengan Kementerian Keuangan yang dipimpin oleh Sri Mulyani untuk memperpanjang insentif pajak ini. Saat ini, aturan tersebut masih berlaku hingga akhir 2024 sesuai dengan PP Nomor 23 Tahun 2018.
Adapun setelah masa tarif PPh Final berakhir, pelaku usaha dengan omzet hingga Rp 4,8 miliar dapat menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN). UMKM dengan omzet di atas Rp 4,8 miliar atau yang memilih tidak menggunakan NPPN akan dikenakan pajak berdasarkan tarif progresif dengan rincian:
ADVERTISEMENT