Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Pemerintah Siapkan Langkah agar Cadangan Nikel Bisa Berkelanjutan
25 Oktober 2024 18:13 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM ) menyiapkan strategi untuk menjaga cadangan nikel tetap berkelanjutan, seiring dengan akan rampungnya 190 smelter nikel.
ADVERTISEMENT
Direktur Pembinaan Program Mineral dan Batubara Kementerian ESDM, Julian Ambassadur Shiddiq, mengatakan saat ini pengolahan nikel di Indonesia mayoritas memproduksi nickel pig iron, feronikel, atau nickel matte yang merupakan nikel kelas dua.
Julian mencatat, saat ini Indonesia memiliki 54 smelter nikel yang sudah beroperasi, sementara itu masih ada 120 smelter yang sedang dalam tahap konstruksi, dan 16 smelter dalam tahap perencanaan.
"Jadi total ada sekitar 190 smelter yang akan nanti berdiri," ungkapnya saat Diskusi Publik Masa Depan Hilirisasi Nikel di Indonesia, Jumat (25/10).
Setiap tahunnya, lanjut dia, 54 smelter nikel yang sudah beroperasi itu membutuhkan pasokan bijih nikel sekitar 200 ribu ton. Dengan begitu, dia menyebut pasokan nikel yang dibutuhkan ketika 190 smelter terbangun cukup besar.
ADVERTISEMENT
Pasalnya, Kementerian ESDM mencatat total cadangan nikel di Indonesia sebesar 5,3 miliar ton. Menurut Julian, besarnya kebutuhan smelter bisa menguras habis seluruh cadangan nikel bila tidak ada tambahan cadangan.
"Kalau kita hitung umpama kebutuhan tahun 2023 itu adalah 200 ribu, kemudian kita naikkan 3 kali lipat maka kemungkinan industri kita akan selesai 4-5 tahun ke depan. Itupun kalau tidak ada tambahan cadangan," tegas Julian.
Dengan demikian, Julian mengatakan perlu ada serangkaian langkah agar cadangan nikel di Indonesia bisa berkelanjutan. Pertama, melakukan konversi sumber daya nikel menjadi cadangan yang terukur.
Menurut data Kementerian ESDM, saat ini Indonesia memiliki sumber daya nikel sebesar 18,6 miliar ton. Namun, perlu ada upaya agar menjadikan sumber daya itu menjadi cadangan.
ADVERTISEMENT
Langkah kedua, lanjut Julian, yakni pemerintah melakukan pengendalian pembangunan smelter nikel yang memproduksi nikel kelas dua. Pengendalian, atau moratorium izin ini, sudah dikoordinasikan secara lintas kementerian.
Pemerintah memberlakukan moratorium ini kepada pembangunan smelter berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang memproses nikel kelas II, saprolite, melalui metode pirometalurgi dan menghasilkan produk nickel pig iron (NPI), feronikel, dan nickel matte.
"Sebenarnya kemarin kita sudah meminta kepada BKPM dan Kementerian Perindustrian untuk melakukan moratorium IUI (Izin Usaha Industri) untuk yang pirometalurgi, jadi harapan kita ke depan fokus kita tidak lagi pada nikel kelas dua tapi nikel kelas satu," tuturnya.
Julian menekankan bahwa jumlah smelter nikel yang ada saat ini sebenarnya sudah lebih dari cukup. Ketika 190 smelter terbangun nantinya, maka Rencana Kerja dan Anggaran Belanja (RKAB) perusahaan nikel yang akan disetujui semakin membengkak.
ADVERTISEMENT
"Smelter itu sudah lebih dari cukup, karena jumlah 190 kalau ini sudah berjalan artinya akan ada persetujuan yang harus disetujui itu 4 kali lipat, artinya kita ada 1 juta ton per tahun RKAB yang kita setujui untuk memasok sekitar 190 smelter," jelasnya.
Langkah selanjutnya yakni peningkatan sumber daya nikel melalui penugasan kepada badan usaha, serta melakukan ekstraksi total terhadap produk hilirisasi nikel agar seluruh kandungannya bisa termanfaatkan dengan maksimal.
Julian mencontohkan, bijih nikel yang diproduksi untuk nickel pig iron itu hanya terserap 25 persen saja, sementara 75 persen kandungannya dibuang.
"Ternyata hasil penelitian kami melalui salah satu unit kami, itu kandungan besinya yang waste dari nickel pig iron itu masih mengandung kadar besi sekitar 46 persen. Kalau kita lakukan ekstraksi lebih lanjut itu bisa kita manfaatkan, industri besi baja kita bisa lebih berperan di sana," tandasnya.
ADVERTISEMENT