Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Penerimaan Pajak di 2024 Tak Capai Target, di 2025 Diprediksi Tambah Berat
7 Januari 2025 11:36 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat penerimaan pajak sepanjang 2024 tidak mencapai target APBN. Realisasinya senilai Rp 1.932,4 triliun atau 97,2 persen dari target APBN 2024 yang mencapai Rp 1.988,9 triliun.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, terdapat kekurangan atau shortfall senilai Rp 56,5 triliun pada penerimaan pajak 2024. Terlepas dari itu, pemerintah sudah menetapkan target penerimaan pajak pada 2025 jauh lebih tinggi dari APBN 2024.
Dalam APBN 2025, pemerintah menargetkan penerimaan pajak senilai Rp 2.490,91 triliun, sementara Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ditargetkan tercapai Rp 513,6 triliun.
Manajer Riset Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar, menjelaskan target penerimaan pajak dalam APBN 2025 cukup tinggi. Dia mencatat butuh kenaikan 13,29 persen dari realisasi di tahun 2024.
"Secara umum, pemerintah butuh tambahan penerimaan pajak sebesar Rp 256,9 triliun dari realisasi tahun 2024 untuk mencapai target penerimaan 2025 atau tumbuh 13,29 persen," kata Fajry kepada kumparan, Selasa (7/1).
ADVERTISEMENT
Fajry menuturkan, secara historis tambahan penerimaan pajak pra pandemi COVID-19 (2014-2019) setiap tahun rata-rata hanya Rp 68,62 triliun, kemudian melejit secara signifikan pasca pandemi yakni tahun 2021 di Rp 205 triliun, tahun 2023 senilai Rp 152,54 triliun, dan tahun 2022 mencapai Rp 439,23 triliun.
Namun begitu, dia melihat ada kebijakan yang tak terulang di tahun 2024, seperti kenaikan tarif PPN dan program PPS alias tax amnesty, serta dampak dari lonjakan harga komoditas.
"Tak heran di tahun 2024 kemarin, meski sudah ada extra effort dari otoritas pajak, pemerintah hanya mampu menghasilkan tambahan penerimaan sekitar Rp 60-an triliun," tutur Fajry.
Sama halnya dengan tahun 2024, Fajry juga melihat upaya pemerintah mengeruk penerimaan pajak di tahun ini akan cukup berat. Sebab, perekonomian nasional masih dihantui potensi penurunan daya beli masyarakat.
ADVERTISEMENT
Dari segi politik, menurutnya, distrust atau ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah masih tinggi sehingga sulit untuk mengeluarkan kebijakan. Dengan begitu, Fajry melihat sulit pula bagi pemerintah melakukan APBN perubahan (APBN-P) di tahun ini.
"Saya kiranya perlu mempertimbangkan faktor politik dalam merevisi APBN 2025. Mengingat revisi APBN pastinya melalui proses politik dan pastinya tidak hanya membahas soal target penerimaan saja," ungkap Fajry.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Research Institute (TRI), Prianto Budi Saptono, juga menilai ada kemungkinan penerimaan pajak pada tahun 2025 sama sulitnya dengan tahun lalu, namun peluang tercapainya target juga masih terbuka.
"Pembuat kebijakan pasti harus optimis dulu atas apa yang belum terjadi dan menjadi target yg akan dituju. Jadi, jawaban yang lebih optimis adalah target APBN dapat dicapai," kata Prianto.
ADVERTISEMENT
Prianto menjelaskan, jika ekonomi membaik dan daya beli masyarakat tumbuh di tahun ini, maka Pajak Penghasilan (PPh) dan PPN akan terkerek naik. Sementara jika terjadi perbaikan di industri, maka PPh badan akan juga menguat.
Dia melihat opsi APBN-P selalu ada untuk menopang belanja pemerintah yang jumbo di tahun ini, sementara defisit anggaran semakin turun. Namun, menurutnya opsi ini lebih baik diputuskan di pertengahan tahun.
"Opsi APBN-P selalu ada, tapi tidak sekarang karena masih terlalu dini jika di Januari 2025 ini sudah berpikir untuk merevisi anggaran, karena pertimbangan defisit," ujar Prianto.
"Waktu yang tepat biasanya di triwulan ketiga Juli-September. Pada saat itu, pemerintah sudah bisa melihat realisasi penerimaan pajak di semester I. Proyeksi di semester II bisa dilakukan," tambahnya.
ADVERTISEMENT
Pemerintah menetapkan defisit anggaran tahun 2025 direncanakan sebesar 2,53 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp 616,2 triliun.
Pendapatan negara diperkirakan mencapai Rp 3.005,1 triliun, menjadi yang tertinggi sepanjang sejarah, didukung oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.490,9 triliun dan PNBP sebesar Rp 513,6 triliun.
Sementara itu, total belanja negara tahun 2025 ditetapkan sebesar Rp 3.621,3 triliun, meliputi belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Rp 1.160,1 triliun dan non K/L sebesar Rp 1.541,4 triliun.