Pengusaha Makanan & Minuman Pusing Rupiah Anjlok, Minta Jokowi Revisi DHE

22 Juni 2024 16:20 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Industri (Gapmmi) Adhi S. Lukman di Kantor Kemenperin, Jakarta pada Senin (25/3/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Industri (Gapmmi) Adhi S. Lukman di Kantor Kemenperin, Jakarta pada Senin (25/3/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
ADVERTISEMENT
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) terus menunjukkan tren pelemahan. Mengutip data Bloomberg, nilai tukar rupiah, Jumat (21/6), ditutup di level Rp16.450 per dolar AS, turun 20 poin atau setara 0,12 persen dari posisi Rp 16.430 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.
ADVERTISEMENT
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI), Adhi S Lukman, mengatakan pelemahan rupiah ini memukul industri makan minum karena masih banyak bahan baku impor dan biaya lain dalam bentuk dolar AS.
"Ditambah lagi saat ini biaya pengapalan luar negeri naik 3 sampai 4 kali lipat. Sementara ekspor juga semakin kompetitif karena buyer juga tertekan sehingga minta harga lebih baik," kata Adhi kepada kumparan, Sabtu (22/6).
Adhi berharap perlu ada solusi untuk menghadapi tren pelemahan rupiah yang sedang terjadi. Menurutnya, aturan devisa hasil ekspor (DHE) perlu dipertimbangkan untuk direvisi karena menjadi beban bagi industri.
Ilustrasi minuman soda. Foto: Kwangmoozaa/Shutterstock
Sementara untuk industri, Adhi mengatakan, dapat diantisipasi dengan efisiensi serta mencari alternatif sumber daya dari lokal maupun negara alternatif.
ADVERTISEMENT
"Pemerintah juga perlu antisipasi dengan intervention USD rupiah. Perlu dipikirkan insentif ekspor agar semakin banyak membantu devisa. Perlunya juga penguatan produksi di hulu agar ketergantungan bahan baku impor semakin kecil," kata Adhi.
Terkait dengan dampak pelemahan rupiah terhadap harga jual produk, Adhi bilang, sementara perusahaan besar masih melihat perkembangan dari pergerakan rupiah.
"Karena kenaikan harga jual akan pengaruh ke penjualan, apalagi kondisi daya beli belum baik. Namun perkiraan bagi IKM kemungkinan akan menyesuaikan karena mereka tidak punya daya tahan yang memadai," kata Adhi.
Dia pun belum bisa menetapkan target atau batas maksimal pelemahan rupiah yang mampu dihadapi pelaku usaha. "Sementara sulit prediksi maksimum sampai berapa," ujarnya.