Pengusaha Sebut Bank di RI Mulai Terbuka Gelontorkan Kredit untuk Smelter

8 Maret 2023 17:42 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah pekerja menyelesaikan pembangunan proyek Smelter Freeport di kawasan Java Integrated and Industrial Port Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur, Kamis (2/2/2023).  Foto: Rizal Hanafi/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah pekerja menyelesaikan pembangunan proyek Smelter Freeport di kawasan Java Integrated and Industrial Port Estate (JIIPE), Gresik, Jawa Timur, Kamis (2/2/2023). Foto: Rizal Hanafi/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Usai disinggung Presiden Jokowi, pengusaha mengungkapkan perbankan nasional sudah mulai terbuka untuk memberikan kredit atau pinjaman untuk proyek pembangunan pabrik pengolahan mineral atau smelter.
ADVERTISEMENT
Direktur Utama PT Trimegah Bangun Persada (Harita Group), Roy Arman Arfandy, menuturkan para pelaku industri mengakui awalnya sangat sulit untuk mendapatkan pendanaan dari pihak ketiga untuk pengembangan smelter.
Adapun PT TBP merupakan perusahaan pertambangan nikel dan menjadi salah satu pionir pengembangan smelter High Pressure Acid Leach (HPAL) yang memproduksi Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) untuk bahan baku baterai mobil listrik.
Roy menjelaskan, alasan perbankan sulit mendanai proyek smelter yaitu industri hilirisasi, terutama komoditas nikel, relatif baru di Indonesia dan belum banyak yang paham terkait teknologi yang digunakan.
"Mungkin orang banyak yang asumsi seperti batu bara, gali tambang dan jual, tapi di sini kita tidak kita hanya menambang, bahan tambangnya kita proses menjadi produk turunan dari hilirisasi seperti feronikel yang kami ekspor," jelasnya saat workshop E2S, Rabu (8/3).
ADVERTISEMENT
Dia menuturkan pada dasarnya sudah banyak smelter di Indonesia yang beroperasi, walaupun awalnya pendanaan disokong oleh pihak asing, salah satunya China. Namun dia memastikan bank lokal sudah mulai banyak yang berminat.
"Sekarang perbankan Indonesia sudah mulai masuk menawarkan, bahkan hari ini saya mendapatkan WA (WhatsApp) dari salah satu bank pemerintah, boleh ketemu tidak untuk menjajaki pembiayaan," ungkap Roy.
Roy menuturkan, pihaknya selalu memastikan kepada bank bahwa industri hilirisasi mineral adalah proses menciptakan nilai tambah atau value added meskipun berisiko tinggi.
"Memang sudah mulai (terbuka), mungkin arahan dari Pak Presiden, sehingga bank-bank ini sudah mulai masuk ke industri nikel. Kami dengan senang hati melakukan edukasi, risiko memang ada, tapi so far alhamdulillah kita bisa manage sehingga berjalan lancar," jelas dia.
ADVERTISEMENT
Namun, dia tidak menyangkal bahwa proyek smelter memang butuh biaya yang sangat besar. Dia mencontohkan proyek smelter HPAL butuh investasi sekitar USD 1,2 miliar dan risikonya sangat besar, di mana dari 10 proyek smelter HPAL di dunia, 7 proyek mengalami kegagalan.
Smelter nikel PT Aneka Tambang Tbk (ANTAM). Foto: PT Antam
Dengan demikian, jika pendanaan bank masih sulit cair, Roy mengungkapkan masih ada alternatif pendanaan lain, yaitu dari pendanaan publik melalui initial public offering (IPO) dan penerbitan obligasi (bond).
"Kalau perusahaan cukup sehat bisa pinjam dari bank, kedua mereka bisa menerbitkan bond, bisa dolar atau rupiah, ketiga bisa melakukan penawaran publik untuk mendapat dana segar," pungkas dia.
Sebelumnya, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Amin Nurdin, menjelaskan perbankan memang memiliki sederet pertimbangan dalam memberikan kredit untuk proyek smelter.
ADVERTISEMENT
"Terutama karena jumlahnya cukup besar, tingkat ketidakpastiannya tinggi, kemudian prosesnya juga jangka panjang, itu tiga hal yang menjadi pertimbangan kenapa bank besar terutama Himbara belum masuk membiayai hal ini," jelasnya kepada kumparan, Minggu (5/2).
Amin melanjutkan, pertimbangan lain dari sisi perbankan yaitu pertama kemungkinan lantaran mereka belum punya struktur kredit yang pas, meskipun bank termasuk ke dalam wholesale banking atau bank korporasi.
"Tapi saya percaya itu aturan main dan sebagainya belum jelas, terus belum ada jaminan dari pemerintah terkait masa depan proyek ini sehingga mereka, saya rasa, masih ragu-ragu untuk mengambil peran," katanya.