Penjelasan WIKA soal Proyek Kereta Cepat Salah Satu Penyebab Kerugian Perusahaan

12 Juli 2024 14:18 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).  Foto: Kementerian Perhubungan
zoom-in-whitePerbesar
Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB). Foto: Kementerian Perhubungan
ADVERTISEMENT
PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) menyalahkan proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) atau Whoosh menjadi salah satu penyebab kerugian perusahaan yang mencetak rekor di 2023.
ADVERTISEMENT
WIKA tercatat membukukan rugi bersih tahun berjalan senilai Rp 7,12 triliun pada 2023, meroket dari rugi bersih pada 2022 sebesar Rp 59,59 miliar.
Direktur Utama Wijaya Karya, Agung Budi Waskito, menjelaskan latar belakang kinerja keuangan perusahaan merosot di tahun 2023 yakni bermula sejak terjadinya infra boom di 2015, yang membuat WIKA berekspansi bisnis dan mendapat banyak penugasan.
"Kami mulai banyak ekspansi seperi properti dan penugasan Kereta Cepat Jakarta-Bandung sehingga mengalami peningkatan aset yang luar biasa dari sebelumnya Rp 15,9 triliun menjadi Rp 62 triliun pada 2019," ungkapnya saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi VI DPR, dikutip Jumat (12/7).
Perusahaan, kata dia, mengalami puncak penurunan kinerja keuangan pada tahun 2023 karena beban bunga yang tinggi akibat utang mencapai Rp 56 triliun secara konsolidasi.
ADVERTISEMENT
Agung menyebutkan, selain beban bunga yang tinggi, komponen lain yang memperberat kinerja keuangan WIKA di 2023 adalah kerugian dari PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) sebagai pemegang saham mayoritas KCJB.
Logo perusahaan konstruksi milik negara Wijaya Karya (Wika). Foto: AP Photo/Dita Alangkara
Adapun PSBI terdiri dari konsorsium beberapa BUMN yang memegang 60 persen saham PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang merupakan operator KCJB. WIKA mengempit kepemilikan saham 38 persen dari PSBI.
"Memang paling besar karena dalam penyelesaian proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung, yang memang dari penyertaannya saja sudah Rp 6,1 triliun, kemudian yang masih dispute atau belum dibayar sekitar Rp 5,5 triliun sehingga hampir Rp 12 triliun,” ungkap Agung.
Beban kerugian proyek KCJB tersebut, lanjut Agung, membuat WIKA terpaksa mengambil pinjaman melalui obligasi sehingga membuat beban bunga perusahaan melesat. Kinerja keuangan perusahaan semakin terpuruk dengan bisnis properti yang di luar core business perusahaan di sektor konstruksi.
ADVERTISEMENT
"Apalagi dengan adanya bisnis properti yang kami memberikan SHL (Surat Hibah Lahan) cukup besar pada kurun waktu 2019 sampai 2022,” kata Agung.

Jumlah Kerugian WIKA

WIKA membukukan rugi bersih senilai Rp 7,12 triliun pada tahun 2023. Rugi tersebut naik 11.860 persen yoy dibandingkan tahun 2022 senilai Rp 59,59 miliar.
Melonjaknya rugi tersebut disebabkan beban keuangan naik menjadi Rp 3,2 triliun dan beban lain-lain mencapai Rp 5,4 triliun. Naiknya beban lain-lain disebabkan kerugian penurunan nilai mencapai Rp 3,26 triliun.
Perusahaan membukukan pendapatan senilai Rp 22,53 triliun atau naik 4,9 persen dibandingkan tahun 2022 senilai Rp 21,48 triliun. Segmen infrastruktur dan gedung menyumbang pendapatan terbesar senilai Rp 11,85 triliun.
Sampai akhir tahun 2023, WIKA memiliki jumlah liabilitas sebesar Rp 56,4 triliun. Nilai tersebut menurun dibandingkan tahun 2022 yang sebesar Rp 57,5 triliun.
ADVERTISEMENT