Peran Perbankan Mengatasi Isu Keberlanjutan hingga Tantangan Perubahan Iklim

6 Desember 2023 18:48 WIB
·
waktu baca 5 menit
clock
Diperbarui 10 September 2024 16:19 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Perbankan berperan penting mendorong praktik keberlanjutan atau ESG terutama di kalangan korporasi. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Perbankan berperan penting mendorong praktik keberlanjutan atau ESG terutama di kalangan korporasi. Foto: Shutterstock
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Beberapa tahun belakangan, isu mengenai lingkungan dan perubahan iklim semakin mencuat. Bahkan menurut laporan terbaru Global Risk Report yang diterbitkan World Economic Forum, dua isu ini selalu muncul di daftar teratas.
Dalam laporan tersebut, hampir 3,6 miliar orang di seluruh dunia terpapar bahaya akibat dampak perubahan iklim. Bahkan, negara-negara berkembang yang memiliki kontribusi terbatas terhadap perubahan iklim ikut menanggung beban.
Meski teknologi dan energi terbarukan telah menjadi solusi, namun penyebarannya masih belum merata. Mengatasi isu ini, sejumlah negara pun semakin aktif mendorong kesadaran global akan pentingnya keberlanjutan. Sebab, keberlanjutan tidak hanya penting bagi lingkungan, tetapi juga bagi masyarakat serta ekonomi.
Perbankan pun memiliki peran penting dalam mendorong praktik keberlanjutan atau ESG (Environmental, Social, and Governance), terutama di kalangan korporasi. Lantas, apa saja peran aktif dalam mengatasi isu keberlanjutan dan menghadapi tantangan perubahan iklim?

Peran Perbankan Mendorong Praktik Keberlanjutan

Penelitian dari Mandiri Institute menunjukkan bahwa konsumen dan investor semakin memperhatikan faktor-faktor ESG dalam proses pengambilan keputusan. Perbankan memainkan peran penting dalam mengalokasikan investasi berupa pembiayaan, dan dampaknya bisa memengaruhi lingkungan dan masyarakat.
Sebaliknya, institusi keuangan yang abai terhadap faktor-faktor lingkungan (environment), sosial (social), dan tata kelola (governance) dalam pengambilan keputusan pembiayaan juga berisiko menghadapi dampak negatif, termasuk dalam hal peningkatan risiko kredit.
Senada dengan itu, sejumlah studi menunjukkan bahwa usaha yang tidak menerapkan praktik ESG lebih rentan terhadap risiko-risiko keuangan terkait perubahan iklim dan dampaknya. Seperti bencana alam, perubahan permintaan konsumen, dan perubahan peraturan pemerintah.
Risiko reputasi juga menjadi hal penting yang perlu diperhatikan bagi dunia keuangan yang abai terhadap isu-isu ESG. Institusi keuangan yang mendukung korporasi yang tidak memiliki praktik ESG, dapat merusak reputasi dan menurunkan kepercayaan dari nasabah.
Tak hanya berpengaruh jangka pendek, praktik ESG yang buruk juga akan memberikan dampak negatif hingga bertahun-tahun kemudian. Korporasi dapat mengalami kesulitan karena tidak dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di lingkungan, sosial, dan ekonomi.
Lalu, bagaimana cara perseroan mengatasinya?

1. Mendorong praktik ESG di kalangan korporasi melalui instrumen yang tersedia

Perbankan dapat mengintegrasikan faktor-faktor ESG dalam proses pembiayaan dengan memberikan preferensi pada korporasi yang memiliki praktik ESG yang baik. Bank dapat melakukan penilaian ESG terhadap korporasi, sebelum memberikan pembiayaan, menggunakan kriteria ESG dalam menentukan suku bunga pinjaman, dan memberikan persyaratan khusus terkait ESG dalam perjanjian pembiayaan.
Perbankan dapat pengembangan produk dan layanan ESG. Dalam hal ini perbankan dapat mengembangkan produk dan layanan ESG yang inovatif, seperti pinjaman hijau, obligasi hijau, dan asuransi ESG. Produk-produk ini dapat memberikan insentif bagi korporasi untuk menerapkan praktik ESG yang lebih baik.
Perbankan berperan penting mendorong praktik keberlanjutan atau ESG terutama di kalangan korporasi. Foto: Shutterstock
Di tingkat global, tren instrumen pendanaan berkelanjutan juga ikut meningkat. Mulai dari adanya obligasi hijau (green bonds), obligasi sosial (social bonds) dan pinjaman terkait keberlanjutan (sustainable-linked loan). Perubahan tren ini akhirnya ikut membangun perspektif instrumen investasi baru terhadap risiko dan peluang jangka panjang terkait isu-isu lingkungan.
Sepanjang 2019 dan 2022, investasi yang mengalir ke bidang ESG telah tumbuh secara eksponensial. Penerbitan utang berkelanjutan pun meningkat lebih dari tiga kali lipat, dari USD 615,4 miliar pada 2019 menjadi USD 1.701,1 miliar pada 2022.

2. Membangun kesadaran terkait isu-isu keberlanjutan

Perbankan dapat bekerja sama dengan lembaga pendidikan dan organisasi non-profit untuk meningkatkan literasi ESG di kalangan korporasi dan masyarakat. Di antaranya, bank dapat menyelenggarakan pelatihan dan seminar ESG, menerbitkan laporan dan studi yang berkaitan dengan keberlanjutan, serta mempromosikan praktik ESG melalui berbagai media. Peran Mandiri Institute melalui kajian pun menjadi contoh implementasi peningkatan literasi terkait ESG
Bukan itu saja, perbankan dapat menjadi mitra yang mendukung kebijakan pemerintah dalam wilayah keberlanjutan. Bank juga memiliki kewenangan untuk memberikan masukan kepada pemerintah dalam pengembangan kebijakan ESG, terlibat dalam implementasi kebijakan ESG, dan mematuhi peraturan ESG yang berlaku.

Tiga pilar Keberlanjutan Bank Mandiri

Pilar pertama sustainable banking, Bank Mandiri memiliki komitmen bertajuk Lead Indonesia’s Transition to Low Carbon Economy. Hingga September 2023, Bank Mandiri telah menyalurkan sustainable portofolio sebesar Rp 253 triliun atau 25 persen dari total kredit (bank only) dengan penyaluran Social Financing sebesar Rp 131 triliun, dan green financing sebesar Rp 122 triliun.
Bank Mandiri juga menyalurkan sustainability-linked loan dan transition loan sebesar Rp 3.2 triliun. Dalam hal penghimpunan dana, Bank Mandiri telah menerbitkan sustainability bond sebesar USD 300 Juta dan ESG Repo sebesar USD 500 Juta. Di tahun ini, Bank Mandiri juga telah menerbitkan Green Bond Tahap I sebesar Rp 5 triliun.
Pilar kedua adalah sustainable operation dengan menargetkan NZE Operasional tahun 2030. Bank Mandiri telah melakukan langkah strategis melalui carbon neutral initiatives dengan restorasi dan konservasi lahan hijau. Bank Mandiri juga melakukan optimalisasi digital platform dengan customer-based yang luas.
Pilar ketiga adalah sustainability beyond banking dengan menargetkan catalyzing for social impact to achieve SDG. Bank Mandiri pun telah melakukan berbagai inisiatif inklusi keuangan. Di antaranya melalui layanan Mandiri Agent, Rumah BUMN, penyaluran KUR khususnya kepada Petani dan Nelayan, penyaluran fasilitas pinjaman kepada wanita/ibu rumah tangga, memberikan pelatihan kepada petani dalam program Rice Milling Unit (RMU), Wirausaha Muda Mandiri (WMM) yang dapat mencetak digipreneur, dan pelatihan Pekerja Migran Indonesia (PMI) melalui program Mandiri Sahabatku.
Aksi nyata ini pun membuahkan apresiasi untuk Bank Mandiri sebagai The Best Indonesia’s ESG Impact dan The Best Indonesia’s Sustainable Bank oleh Finance Asia pada Juni 2023.
Bank Mandiri menyadari, upaya menuju net zero emission membutuhkan alokasi sumber daya yang cukup besar. Indonesia pun telah meluncurkan pasar karbon perdananya pada 26 September 2023, dan Bank Mandiri turut menjadi pionir dengan melakukan pembelian sebagai bentuk dukungan penuh terhadap upaya pemerintah. Bank Mandiri melakukan pembelian sebanyak 3.000 unit karbon.
Selain itu, sebagai upaya mendorong terciptanya pembahasan terkait isu keberlanjutan dan dinamika kebijakan terkait perubahan iklim, Bank Mandiri menyelenggarakan acara Mandiri Sustainability Forum (MSF) kedua yang akan diselenggarakan pada 7 Desember 2023. MSF kali ini mengusung tema “Sustainability Act: Why now, What is next?”.
Melalui acara ini, Bank Mandiri ingin mengukuhkan komitmen mengatasi perubahan iklim dan mendukung upaya dekarbonisasi di Indonesia.
Advertorial ini dibuat oleh kumparan Studio