Perdagangan RI-China Defisit USD 9,62 Miliar, Komoditas Ini Biang Keroknya

15 November 2024 14:20 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aktivitas bongkar muat kontainer berlangsung di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/9/2022). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
zoom-in-whitePerbesar
Aktivitas bongkar muat kontainer berlangsung di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Jumat (16/9/2022). Foto: Aditya Pradana Putra/Antara Foto
ADVERTISEMENT
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan Indonesia-China defisit USD 9,62 miliar atau setara Rp 153,06 triliun (dengan kurs Rp 15.911) sepanjang Januari hingga Oktober 2024.
ADVERTISEMENT
Jika dirinci, impor dari China sebesar USD 57,81 miliar sepanjang Januari-Oktober 2024. Angka ini lebih tinggi dari ekspor ke China pada periode yang sama sebesar USD 48,19 miliar.
Kepala Plt BPS, Amalia Adininggar, mengatakan komoditas yang membuat boncosnya perdagangan Indonesia-Tiongkok adalah Harmonized System (HS) 84 Mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya.
“Komoditas penyumbang devisa terbesar untuk dengan Tiongkok itu didorong oleh HS 84 komoditas mesin dan peralatan mekanis serta (HS 85) bagiannya mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya serta (HS 39) plastik dan barang dari plastik,” kata Amalia dalam Konferensi Pers di Kantor BPS, Jumat (15/11).
Secara rinci, HS 84 mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya defisit sebesar USD 13,53 miliar. Kemudian HS 85 mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya defisit sebesar USD 11,60 miliar dan terakhir HS 39 plastik dan dan barang dari plastik defisit sebesar USD 2,60 miliar.
ADVERTISEMENT
Selain itu, perdagangan Indonesia-China pada Oktober 2024 juga tercatat defisit sebesar USD 0,76 miliar. Rinciannya, impor dari China pada Oktober sebesar USD 6,42 miliar USD dan ekspor USD 5,66 miliar.
Selain dengan Tiongkok, negara kedua terbesar penyumbang defisit neraca perdagangan Januari-Oktober 2024 adalah Australia, sebesar USD 3,94.
Pendorongnya adalah komoditas HS 27 bahan bakar mineral, HS 71 logam mulia dan perhiasan/permata juga HS 26 bijih logam, terak dan abu.
Selanjutnya negara ketiga yang menyumbang defisit neraca perdagangan Januari-Oktober adalah Thailand, yaitu sebesar USD 3,46 miliar.
Komoditas pendorong defisit tersebut adalah HS 39 plastik dan barang dari plastik, HS 84 mesin dan peralatan mekanis serta bagiannya dan HS 10 serealia.
Perdagangan Indonesia-AS Justru Untung USD 13,55 Miliar
Dua buah kapal melakukan aktivitas bongkar muat di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, Senin (13/2/2023). Foto: ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat
Di saat perdagangan Indonesia-China turun, neraca perdagangan Indonesia-Amerika Serikat (AS) justru terpantau surplus sebesar USD 13,55 miliar atau setara dengan Rp 215,63 triliun (dengan kurs Rp 15.911 per dolar AS).
ADVERTISEMENT
Secara rinci, sepanjang Januari-Oktober 2024 impor Indonesia ke AS sebesar USD 7,95 miliar lebih kecil dari ekspor yang sebesar USD 21,50 miliar.
“Komoditas penyumbang surplus terbesar pada Januari-Oktober 2024 untuk negara Amerika Serikat ini didorong oleh komoditas HS 85 yaitu mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya,” terang Amalia.
Secara komoditas penyebab surplusnya neraca perdagangan didorong oleh HS 85 mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya sebesar USD 3,05 miliar, lalu HS 61 pakaian dan aksesorinya sebesar (rajutan) sebesar USD 2,03 miliar. Terakhir HS 64 alas kaki sebesar USD 1,89 miliar.
Selain itu, perdagangan Indonesia-AS pada Oktober 2024 juga tercatat surplus sebesar USD 1,52 miliar. Rinciannya, impor dari AS pada Oktober sebesar USD 0,81 miliar USD dan ekspor USD 2,34 miliar.
ADVERTISEMENT
Selain AS, negara dengan perdagangan surplus sepanjang Januari-Oktober 2024 adalah India, yaitu sebesar USD 13,24 miliar. Pendorongnya adalah HS 27 bahan bakar mineral, HS 15 lemak dan minyak hewani atau nabati dan HS 72 besi dan baja.
Negara ketiga dengan surplus perdagangan terbesar sepanjang Januari sampai Oktober 2024 adalah Filipina dengan surplus sebesar USD 7,48 miliar. Komunitas pendorongnya adalah HS 27 bahan bakar mineral, HS 87 kendaraan dan bagiannya dan HS 21 berbagai makanan olahan.